angkaberita.id –Langkah Uni Eropa melarang kelapa sawit memicu kemarahan Mahathir Mohamad, Perdana Menteri Malaysia. Dia menantang kalau perang dagang, peranglah secara adil.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menegaskan Uni Eropa telah memancing perang dagang dengan kebijakan diskriminasi yang tujuannya mengurangi penggunaan minyak sawit.
Mahathir mengatakan sikap Uni Eropa yang semakin memusuhi minyak sawit adalah upaya untuk melindungi komoditas alternatif yang diproduksi sendiri oleh Eropa, seperti minyak rapeseed.
Asal tahu, minyak sawit adalah komoditas yang penggunaannya untuk berbagai hal mulai dari cokelat hingga lipstik. “Melakukan hal semacam ini untuk memenangkan perang dagang adalah tidak adil,” kata Mahathir kepada Reuters dalam sebuah wawancara, Kamis (28/3/2019).
“Perang dagang bukanlah sesuatu yang ingin kita promosikan tetapi di sisi lain sangat tidak adil bagi orang kaya untuk mencoba dan memiskinkan orang miskin.”
Baru-baru ini, Komisi Eropa menyimpulkan bahwa budidaya kelapa sawit menghasilkan deforestasi yang berlebihan dan penggunaannya dalam bahan bakar transportasi harus dihapuskan pada tahun 2030.
Sementara itu, Malaysia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia. Sangat bergantung miliaran dollar AS pendapatan hasil panen kelapa sawit dan ratusan ribu pekerjanya.
Indonesia ikut mengancam
Tak hanya Malaysia, Indonesia pun mengecam keras kebijakan Uni Eropa terkait minyak sawit tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, bila Uni Eropa akhirnya mengimplementasikan kesepakatan Renewable Energy Directive (RED) II,
maka benua biru tersebut sudah secara terang benderang melakukan tindakan yang merugikan minyak sawit Indonesia.
“Jadi selain kita gugat ke WTO, kita juga bisa retaliasi, memangnya kenapa, kalau mereka sepihak, masak kita tidak bisa lakukan yang sepihak juga,”ujarnya, Rabu (20/3/2019).
Meski demikian, Darmin mengatakan, pemerintah Indonesia akan berupaya agar kebijakan diskriminasi terhadap sawit itu dibatalkan. Saat ini implementasi kebijakan tersebut sudah disetujui oleh komisi Uni Eropa.
Begitu selesai pembahasan akan dilakukan voting di parlemen UE untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.
“Kalau upaya ketidakadilan berlanjut, bisa sampai mempengaruhi hubungan baik Uni Eropa dan Indonesia, jangan main-main!” tegas Darmin.
Darmin juga mengungkapkan akan membangun dukungan. Dukungan akan dilakukan melalui negara Asia Tenggara (ASEAN) dan Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC).
Indonesia juga akan terus meminta dukungan dari dunia usaha untuk menolak aturan tersebut. Selain itu, Indonesia mengancam akan membawa aturan ini ke WTO bila diterapkan.
Produksi minyak sawit bisa mencapai enam kali hingga 12 kali lipat produksi minyak rap sheet dan bunga matahari.
Padahal bila UE menghentikan penggunaan minyak sawit tidak akan dapat dipenuhi produksi minyak nabati dari sumber lain. (Intisari.grid.id/kontan.co.id)