Sepanjang Hypermart dan Studio XXI bertahan, TCC Mall agaknya tak akan ikut-ikutan menutup operasional meskipun sebagian terbilang masih satu grup. Sebab, penutupan Matahari Departement Store (MDS) bukan menyasar Tanjungpinang saja.
Tapi, untuk sebagian, juga kota-kota lain seiring persaingan dengan belanja online dan tren warga Bintan-Pinang berbelanja ke Batam. Sewa gerai di TCC Mall disebut-sebut mahal hanya cara bertahan hidup mereka. Kabar baiknya, Pemko Tanjungpinang dan Pemprov merespon cepat kabar penutupan, meskipun tak menawarkan opsi konkret.
Sebab, kian meredupnya MDS memang akibat persaingan belanja online dan kebiasaan warga Bintan-Pinang belanja ke Batam. Nah, dibanding menawarkan opsi lain, termasuk insentif fiskal dan atau berkoar mendatangkan investor baru lainnya ke Bumi Gurindam, Pemko-Pemprov sebaiknya mencari cara dan terobosan agar warga Bintan-Pinang belanja di Tanjungpinang saja.
Klise! Tapi, meskipun tak semudah membalikkan telapak tangan, sekarang itu cara terbaik agar keputusan MDS tak berlanjut menjadi efek domino. Cara lainnya, Pemko dan Pemprov datang meyakinkan dan atau melobi pengelola TCC Mall mengubah positioning bisnis mereka. Pendeknya, dapat meniru cara DC Mall di Batam bertahan hidup. Yakni, menjadi mal khusus UMKM.
Segmen Keluarga
Di Tanjungpinang, meskipun nantinya seperti turun strate title-nya, tapi mall berkonsep UMKM memang belum ada. Di Surabaya dan Jakarta, mereka telah punya ITC dengan segmen grosir. Nah, pola adaptasi serupa dapat pula dilakukan di TCC Mall. Cara lainnya, seperti saran kalangan ekonomi di Tanah Air kepada pengelola industri perhotelan sekarang mati suri akibat efisiensi APBN/APBD ialah membuka diri.
Dengan menawarkan ruang tersedia menjadi space keperluan co-working atau co-living. Selebihnya seperti sejumlah mal di Jawa, untuk sebagian, sepenuhnya menjadi mal khusus gourmet tourism alias wisata goyang lidah dengan culinary tour atau bazar. Dengan segmen tertentu menggarap family retreat atau family gathering. Di Surabaya, ITC di sana rutin berkolaborasi dengan sekolah-sekolah.
Skemanya, sekolah bikin event, mal menyediakan space. Kontribusinya lewat UMKM bazaar di lokasi, biasanya produk kuliner. Kenapa? Sebab, event melibatkan sekolah mendatangkan crowd dan spending power lewat sanak saudara atau handai taulan mereka serta keluarga kerabat mereka. Targetnya stand bazaar. Nah, kompensasinya, mereka menyewa lapak ke pengelola mal. Pada titik ini, boleh jadi, campur tangan Pemko-Pemprov cukup memobilisasi event-event saja. Selamat mencoba! (*)