Sat. Jul 27th, 2024

angkaberita.id

Situs Berita Generasi Bahagia

Kenapa Pemprov Kepri Panik Harga BBM Batam Turun, PAD Tergerus?

3 min read

suasana pelabuhan internasional batam center lokasi berlabuh kapal feri singapura-batam pergi pulang/foto via okezone.com

Kenapa Pemprov Kepri Panik Harga BBM Batam Turun, PAD Tergerus?

angkaberita.id - Per 1 Mei 2023, harga BBM non subsidi di Batam turun dibanding Bintan-Pinang dan Karimun, meskipun sama-sama berstatus FTZ. Khusus Pertamax, Pertamina malah hanya menurunkan harga di Batam saja. Pemprov dan DPRD Kepri langsung bereaksi. PAD bakal tergerus?

Gubernur Ansar langsung menugaskan Asisten II Setdaprov Luki Zaiman Prawira melobi ke SKK Migas. "Kita akan mengusulkan ke SKK Migas, dan kita sudah tugaskan Asisten II untuk mengomunikasikan hal itu," kata Ansar, seperti dikutip hariankepri, Selasa (2/5/2023).

Sebelumnya Rudi Chua, anggota Komisi II DPRD Kepri mempertanyakan alasan Pertamina menerbitkan kebijakan, termasuk alasan FTZ Batam sebagai pertimbangan. Padahal, lanjut dia, Pertamina sebelumnya menerapkan harga sama di FTZ.

Dia berdalih, jika penurunan serupa juga berlaku di FTZ Bintan-Pinang dan FTZ Karimun tentu akan meringankan beban warga sekaligus mendorong daya beli di sana. Per kebijakan baru, harga BBM non subsidi di Batam jenis Pertamax turun menjadi Rp 13.300 per liter, sebelumnya Rp 13.800.

Pertamax Turbo menjadi Rp 14.300 per liter, sebelumnya Rp 15.500. Begitu juga Dexlite, di Batam menjadi Rp 12.000 per liter dari Rp 14.850. Pertamina Dex menjadi Rp 13.800 dari Rp 16.000 per liter. Tapi, di FTZ Bintan-Pinang dan FTZ Karimun, penurunan hanya terjadi di solar, yakni Dexlite dan Pertamina Dex.

Kini, masing-masing, Rp 14.200 dan Rp 15.200 per liter, sebelumnya Rp 14.850 dan Rp 16.000 per liter. Jika memang FTZ sebagai dasar pertimbangan penurunan, langkah DPRD dan Pemprov Kepri mempertanyakan sekaligus melobi ulang kebijakan tadi tak berlebihan. Sebab, kedudukan FTZ di Batam, Bintan-Pinang dan Karimun setara.

Sehingga, jika sama-sama diturunkan harganya, dampak ekonomi juga akan dirasakan warga di FTZ Bintan-Pinang dan FTZ Karimun. Istilah Rudi meningkatkan daya beli warga. Namun, jika patokannya potensi tergerusnya PAD dari pajak BBM, dengan porsi kabupaten/kota lebih besar dibanding Pemprov, Batam seharusnya bereaksi.

Sebab, berdasarkan data Bapenda Kepri, konsentrasi jumlah kendaraan di Kepri di Batam. Bahkan, jumlahnya setara gabungan jumlah kendaraan di tiga kabupaten/kota lainnya di Kepri. Pajak BBM sendiri dikenakan ke BBM non subsidi, dan Pertamina memungut langsung dari setiap liter transaksi pembelian BBM di SPBU.

Dana bagi hasil tadi diserahkan ke kabupaten/kota di Kepri melalui Pemprov, meskipun pencairan kini, kabarnya, berlangsung secara simultan. Begitu Pemprov cair, kabupaten/kota juga langsung terisi gentong PAD. Sejak lama, APBD Kepri mengandalkan PAD dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan turunannya, termasuk pajak BBM.

APBD Nyusu Kendaraan

Ibaratnya, APBD Kepri nyusu kendaraan bermotor. Bahkan, sejak 2018 realisasinya selalu melampaui target. Dengan jumlah kendaraan baru terus bertambah, terutama di Batam, Kepri terbantu APBD sehingga tak terancam defisit akibat minimnya PAD dari sektor lain.

Hanya saja, meskipun penurunan harga BBM tipis, penurunan harga BBM non subsidi tadi, untuk sebagian, juga berpotensi menggerus PAD Kepri. Sebab, secara kasar, Batam merupakan penyumbang terbesar dana bagi hasil pajak BBM ke Pemprov, meskipun jatah terbanyak tetap ke Batam sendiri.

Berbeda dengan PKB, pajak BBM memang benar-benar membantu kabupaten/kota. Kian banyak kendaraan peluang dana bagi hasil lebih besar. Pada titik ini, dengan hanya menurunkan harga BBM non subsidi di Batam, Pertamina sebenarnya juga, boleh dibilang, mempertimbangkan dampak ekonomi.

Jika harga juga diturunkan di luar Batam, dengan jumlah kendaraan jauh lebih sedikit, potensi mendapatkan dana bagi hasil juga kian mengecil. Sekadar gambaran, batampos pernah menurunkan reportase soal harga BBM di Kepri disebut sebagai termahal di Tanah Air saat itu.

Usut punya usut, tulis mereka, lantaran Pemprov menggeber habis pemasukan dari pajak BBM, alias bagi hasil tadi, dengan memungut maksimal pajak BBM sebesar 10 persen. Dalihnya, saat itu, toh duit dana bagi hasil BBM tadi juga dikembalikan ke warga berupa pembangunan jalan dan sebagainya.

(*)

Bagikan