Fri. Apr 19th, 2024

angkaberita.id

Situs Berita Generasi Bahagia

COVID-19: Orang Berduit Menumpuk Tabungan, Pekerja Harian Menuju Saldo Akhir?

2 min read

selama pandemi, jurang simpanan dana pihak ketiga (dpk) nasabah kelas kakap dengan nasabah duit pas-pasan kian lebar. banyak orang berduit menumpuk tabungan, sedangkan warga tabungan pas-pasan kian menuju saldo akhir/foto via theonlineclarion.com

COVID-19: Orang Berduit Menumpuk Tabungan, Pekerja Harian Menuju Saldo Akhir?

angkaberita.id - Selama pandemi COVID-19 jumlah simpanan warga kelas menengah ke atas justru menumpuk. Sebaliknya jumlah tabungan warga kelas menengah ke bawah kian menuju saldo akhir. Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengonfirmasi kondisi itu.

Seperti dilansir Katadata, kenaikan dana masyarakat berpenghasilan tinggi dengan menengah bawah di perbankan timpang. Setidaknya berdasarkan perbedaan pertumbuhan simpanan di perbankan berdasarkan tiering nominal per Mei 2021. Simpanan mereka dari tiering di atas Rp 5 miliar tertinggi peningkatan secara tahunan.

Jumlahnya naik 15,8 persen, dari Rp 2,9 triliun pada Mei 2020 menjadi Rp 3,4 triliun pada Mei 2021. Kemudian, simpanan dari tiering Rp 2 miliar-Rp 5 miliar meningkat 5,5 persen dari Rp 559,4 miliar menjadi Rp 590 miliar. Tiering Rp 1 miliar-Rp 2 miliar naik 7,1 persen dari Rp 431,5 miliar menjadi Rp 462 miliar.

Simpanan dari tiering Rp 500 juta-Rp 1 miliar meningkat 7 dari Rp 490 miliar menjadi Rp 530 miliar. Simpanan dari tiering Rp 200 juta-Rp 500 juta meningkat 7,7 persen dari Rp 571,7 miliar menjadi Rp 615,9 miliar. Lalu, kenaikan simpanan dari tiering Rp 100 juta-Rp 200 juta sebesar 7,2%.

Menkeu menyoroti ketimbangan simpanan itu. Katanya, itu bentuk disrupsi di sektor jasa keuangan selama pandemi. Kenaikan, kata Menkeu, terindikasi pertumbuhan dana masyarakat kelas nasabah kaya, tapi tanpa dibarengi kinerja penyaluran kredit perbankan.

Konsekuensinya, Menkeu memperkirakan sektor keuangan akan sulit pulih kondisinya. Terpisah, Wakil Menkeu Suahasil Nazara mengatakan, kondisi itu juga menjadi pertimbangan pemerintah dalam memutuskan kebijakan PPKM Level 1-4 di Tanah Air. Sebab, ada kecenderungan jumlah tabungan di atas Rp 10 juta meningkat, jumlah tabungan kurang dari 10 juta justru menuju saldo akhir.

Bahkan, menurutnya, juga berandil dalam tarik ulur soal perlunya lockdown atau PPKM. Meskipun akhirnya disepakati PPKM lantaran esensi keduanya ialah, sama-sama, pembatasan mobilitas. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso juga menyoroti soal penumpukkan dana pihak ketiga itu.

Secara teori, bagi nasabah, konsekuensinya semisal duit mereka diinvestasikan ke deposito, bunganya tak setinggi di saat DPK di perbankan terbatas. Belum lagi, ancaman tergerus inflasi sehingga duit berkurang tanpa melakukan transaksi apa-apa.

Bagi perbankan, jika fungsi intermediasi tak sebanding dengan DPK di kas mereka, ancaman beban operasional dan bunga di depan mata. Bagi perbankan skala besar tidak masalah, namun perlu menjadi perhatian perbankan skala menengah ke bawah.

(*)

UPDATE: Terjadi Kekeliruan Pengutipan, Seharusnya Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso. Sebelumnya Tertulis Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo

Bagikan