Demi Alasan Ini, Nurdin Basirun Nyatakan Terima Vonis Penjara 4 Tahun
angkaberita.id – Perjalanan kasus korupsi Nurdin Basirun, Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif berakhir. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menghukumnya 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan penjara, Kamis (9/4/2020).
Kini Nurdin bersiap menghuni penjara setelah memutuskan tak mengajukan banding atas vonis itu. “Setelah berunding dengan penasihat hukum, Nurdin Basirun menerima putusan hakim tersebut,” ungkap Andi Asrun, Kuasa Hukum Nurdin, dalam keterangannya di Jakarta, seperti dilansir antaranews, kemarin.
Katanya, keputusan menerima hukuman semata agar vonis segera memiliki kepastian hukum. Sebelumnya majelis hakim, dalam amar putusannya, menyatakan Nurdin terbukti menerima suap senilai Rp45 juta dan 11.000 dolar Singapura dan gratifikasi sebesar Rp4.228.500.000,00.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurdin Basirun berupa pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda Rp200 juta subsider 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim, Yanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Sidang putusan dilakukan melalui konferensi video, hanya majelis hakim yang berada di Pengadilan Tipikor, yakni di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Muhammad Asri, Agung Satria Wibowo, dan Rikhi B.M. di ruang penuntut, Gedung KPK RI, Jakarta. Sedangkan terdakwa, Nurdin Basirun dan pengacaranya mengikuti sidang di lantai dasar Gedung KPK.
Jaksa sebelumnya mendakwa Nurdin, dengan pasar Pasal 12 Ayat (1) Huruf a dan Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Jaksa kemudian menuntut Nurdin hukuman penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 6 bulan. Hakim menyatakan, hal memberatkan Nurdin, selain perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas korupsi, juga selam persidangan Nurdin tidak mengakui perbuatannya.
“Hal yang meringankan, terdakwa berlaku sopan dan belum pernah dihukum,” kata hakim Yanto menambahkan. Selain penjara 4 tahun, majelis hakim juga mewajibkan Nurdin membayar uang pengganti sebesar Rp4.228.500.000,00. Majelis hakim juga mencabut hak politik Nurdin Basirun, yakni hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun sejak selesai menjalani pidana.
Suap Reklamasi
Seperti dilansir suara.com, tujuan pemberian suap itu adalah agar Nurdin Basirun selaku Gubernur Riau menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Pertama, untuk uang Rp45 juta diperoleh dari seorang pengusaha bernama Kock Meng yang ingin membuka restoran di Tanjung Piayu dan ia sudah memiliki izin pendirian restoran namun belum memiliki izin pemanfaatan ruang laut.
Uang diberikan oleh Kock Meng kepada Abu Bakar melalui Johanes Kodrat. Kodrat menyerahkan Rp50 juta kepada Abu Bakar di pelabuhan Sijantung. Selanjutnya Abu Bakar menyerahkan Rp45 juta kepada Budy Hartono di rumah Edy Sofyan sedangkan Rp5 juta digunakan Abu Bakar sebagai biaya operasionalnya.
Setelah menerima uang dari Abu, Budy Hartono menyerahkan uang Rp45 juta tersebut kepada Edy Sofyan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi Kepri.
Kedua, pemberian uang 5.000 dolar Singapura terkait dengan permohonan izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Tanjung Playu Batam seluas 10,2 hektare milik Kock Meng namun pengajuannya atas nama Abu Bakar pada 22 Mei 2019 kepada Budy Hartono.
Penyerahan uang dilakukan pada 30 Mei 2019 di pelabuhan Telaga Punggur Batam oleh Abu Bakar dan Johanes Kodrad kepada Budy Hartono di dalam amplop cokelat dengan mengatakan “Ini titip buat Pak Edy, informasinya surat izin akan ditandatangani malam ini”.
Edy Sofyan lalu menemui Nurdin Basirun di hotel Harmono Nagoya Batam dan di dalam kamar Nurdin Basirun, Edy Sofyan menyerahkan amplop uang tersebut sambil berkara ‘Pak ini titipan Abu’. Nurdin Basirun kemudian menerima amplop uang dari Edy Sofyan tersebut dan menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut yang dimohonkan Abu Bakar.
Ketiga, pemberian uang senilai 6.000 dolar Singapura terkait izin prinsip melakukan reklamasi. Menurut Budy Hartono, lokasi yang diinginkan Abu Bakar tidak masuk dalam 42 titik rencana Perda RZWP3K Kepulauan Riau. Agar permohonan lokasi baru diusulkan maka harus dilengkapi dengan data dukung reklamasi yang akan disiapkan staf Budy bernama Aulia.
Uang diserahkan pada 10 Juli 2019 saat perjalanan ke rumah Edy Sofyan dari pelabuhan Feri Sri Bintan Tanjungpinang. Abu Bakar menyerahkan amplop kuning berisi uang sejumlah 6.000 dolar Singapura kepada Budy Hartono.
Untuk dakwaan kedua, Nurdin terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp4.228.500.000 yang berasal dari pengusaha dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) periode 2016-2019. Pemberian dari pengusaha tersebut terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi, dan izin pelaksanaan reklamasi.
Sedangkan dalam dakwaan ketiga, Nurdin dinyatakan hakim tidak terbukti menerima gratifikasi dalam bentuk mata uang asing. “Jaksa penuntut umum tidak dapat membuktikan bahwa uang-uang tersebut ditujukan untuk terdakwa terkait dengan jabatannya, sehingga uang yang ditemukan di rumah dinas terdakwa menurut majelis hakim harus dikembalikan kepada terdakwa,” tambah hakim.
Dakwaan ketiga, Nurdin disebut menerima gratifikasi sejumlah Rp3.233.960.000, 150.963 dolar Singapura, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal dan 34.803 dolar AS yang diperoleh sejak 2016-2019. Penerimaan itu ditemukan saat penggeledahan di ruangan kerja dan di rumah dinas Nurdin. Atas putusan itu, JPU menyatakan pikir-pikir. “Kami pikir-pikir,” kata jaksa Asri. (*)