Kasus Pelindo Terpidana RJ Lino, Akuntansi Forensik Senjata Baru KPK?
angkaberita.id - Berbeda dengan kasus korupsi lainnya, KPK memilih menghitung sendiri kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dengan terdakwa RJ Lino. KPK menggunakan penghitungan akuntansi forensik. Hakim mempertimbangkan, dengan memvonis bersalah Lino dengan menghukumnya penjara empat tahun. Senjata baru KPK?
Tak syak, jika vonis empat tahun terhadap RJ Lino mantan Dirut Pelindo II berkekuatan hukum tetap (inkracht), strategi KPK memakai akuntansi forensik menghitung kerugian negara akan menjadi preseden sekaligus senjata baru KPK menangani kasus korupsi ke depan. Ali Fikri, Plt Jubir KPK mengatakan, majelis hakim mempertimbangkan penghitungan KPK dalam amar putusan.
KPK melalui Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK menggunakan penghitungan akuntansi forensik saat mendakwa RJ Lino. Kata Ali, KPK dapat menghitung kerugian keuangan negara dengan tetap berkoordinasi dengan BPK dan BPKP.
"Putusan Majelis Hakim tidak hanya memberikan keadilan dan efek jera bagi pelaku, namun juga mengedepankan optimalisasi asset recovery yang akan menjadi penerimaan keuangan bagi negara," ujar Ali Fikri, seperti dilansir Katadata, Jumat (17/12/2021). KPK lanjutnya, masih akan menunggu hingga perkaran RJ Lino inkracht.
Setelah perkaranya inkracht, maka seluruh pertimbangan majelis hakim termasuk penghitungan kerugian negara, secara internal dari KPK, akan menjadi terobosan baru KPK menangani perkaran korupsi ke depan. Seperti diketahui, majaleis hakim PN Tipikor Jakarta memvonis bersalah RJ Lino, dan menghukumnya empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, meskipun ketua majelis hakim berpendapat berbeda (dissenting opinion).
Hakim Ketua Rosmina berpendapat RJ Lino seharusnya dibebaskan karena tindakan dia bertujuan demi mengembangkan perusahaan. Rosmina juga mengkritik KPK dan disebutnya tidak cermat dan melanggar azas perhitungan kerugian negara karena menggunakan metode penghitungan berbeda dengan BPK.
Lino divonis bersalah setelah terbukti mengintervensi pengadaan tiga unit Quayside Container Crane (QCC) di Pelabuhan Panjang, Pontianak dan Palembang pada 2010 lalu. Meski demikian, vonis lebih rendah dari JPU KPK, yakni penjara enam tahun.
(*)