COVID-19: Bukan Hanya Dokter, Diam-diam Kasus Kematian Apoteker Tinggi

selain dokter, tak sedikit kematian apoteker dan ahli teknik laboratorium medis (atlm) di tanah air, selama pandemi covid-19. foto rsup raja ahmad thabib kepri/foto via kepriprov.go.id

COVID-19: Bukan Hanya Dokter, Diam-diam Kasus Kematian Apoteker Tinggi

angkaberita.id - Bukan hanya dokter, diam-diam kasus kematian di kalangan apoteker selama pandemi COVID-19 di Tanah Air terhitung tinggi. Kendati terbilang tak bersentuhan langsung dengan pasien, namun apoteker merupakan mata rantai perawatan pasien COVID-19.

Selain apoteker, kasus kematian pada ahli tenaga laboratorium medis (ATLM) juga tinggi. Seperti apoteker, ATLM juga tak berhungan langsung dengan pasien. Bedanya, profesi itu bersentuhan langsung dengan proses pemeriksaan laboratorium, termasuk cairan tubuh pasien perlu pemeriksaan.

Iklan Area Batam dan Tanjungpinang

Sedangkan kasus dokter meninggal, sebagian besar berstatus dokter umum. Kondisi itu mengundang keprihatinan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia (PP IKABI). Perwakilan mereka, seperti ditulis Katadata, menilai kematian dokter itu sebenarnya dapat dicegah.

Caranya, seperti disuarakan dr Patrianev Darwis, pemerintah harus serius menangani pandemi COVID-19, tidak lagi membenturkan kepentingan kesehatan dengan kepentingan ekonomi. Dia meminta pemerintah memberi perlindungan dokter, berstatus ASN maupun non ASN.

“Permasalahannya karena pemangku kebijakan tidak paham apa itu epidemi dan apa itu penyakit. Kalau mereka paham, tidak akan terjadi lonjakan kasus yang demikian cepat,” ujar Patrianev seperti dikutip Antara, Sabtu (31/7/2021). Dia mengklaim pasien COVID-19 bisa disembuhkan jika ditangani dengan tepat.

Baca juga :  Laris Manis Pertashop Di Pinang-Bintan, Termasuk Ke Dompak!

Persoalannya, dalam kondisi epidemi dan lonjakan kasus cepat, kapasitas fasilitas kesehatan tidak memadai. Konsekuensinya, pasien terinfeksi corona menjadi, untuk sebagian, tidak tertolong. Dia lantas menyodorkan perbandingan sekarang dengan kondisi awal pandemi, setelah Maret 2020.

Katanya, tenaga kesehatan saat itu menggunakan peralatan seadanya, namun jumlah dokter meninggal relatif sedikit. “Anehnya sekarang kami bekerja dengan perlengkapan lebih baik, tetapi terjadi kematian yang tinggi pada dokter dan tenaga kesehatan,” tutur dia. Data PP IKABI, lebih dari 600 dokter meninggal selama pandemi.

Per Juli 2021, dokter meninggal mencapai 168 orang. Padahal pada puncak pandemi Januari 2021, jumlah dokter meninggal 68 orang. “Kematian dokter meningkat drastis pada Juli ini, tiga kali lipat dari pada puncak gelombang pertama. Setiap hari ada lima hingga enam dokter yang meninggal pada bulan ini," curhat dia.

Baca juga :  Jaga PAD Dari Parkir, Walikota Ngamuk Ke Dishub

Belum lagi, lanjutnya, kematian dokter gigi, tenaga kesehatan, dan lainnya. Dokter, menurutnya, tidak mungkin mengangkat bendera putih lantaran terikat sumpat dokter dan kode etik kedokteran. Konsekuensinya, selain tak boleh menolak pasien, mereka juga dalam rentang lama berisiko tinggi terpapar virus.

Juga, mereka rentan keletihan, kelelahan bekerja, stigmatisasi, kekerasan verbal dan fisik, hingga jam kerja panjang (burn out). Belum lagi, alat pelindung diri (APD) juga terbatas, pelacakan pasien terbatas, pemeriksaan swab baik antigen maupun PCR berbayar, dan pelacakan pasien, bahkan di fasilitas kesehatan juga jelek.

Bagaimana di Kepri? Berdasarkan data BPS, pada 2017 di Batam sebaran terbanyak apotek di Kecamatan Batam Kota. Keseluruhan terdapat 5 kecamatan dengan jumlah apotek terbanyak di Bumi Bandar Madani. Di Bumi Gurindam, tahun 2019, apotek terbanyak di Kecamatan Tanjungpinang Timur. Bersama Tanjungpinang, Batam episentrum COVID-19 di Kepri.

(*)

Bagikan