Bukan Ade Angga, Ismiyati Lawan Berat Rahma Di Pilwako Tanjungpinang 2024?

ismiyati, ketua dpd pks tanjungpinang/foto dokumentasi pribadi via hariankepri.com

Bukan Ade Angga, Ismiyati Lawan Berat Rahma Di Pilwako Tanjungpinang 2024?

angkaberita.id – Jangan pernah pandang sebelah mata kepiawaian politisi perempuan di Bumi Gurindam, termasuk Rahma Walikota Tanjungpinang. Malah, untuk sebagian, diyakini Pilwako Tanjungpinang tahun 2024 bakal menjadi kontestasi politik elektoral antar figur perempuan.

Bahkan, bukan mustahil, figur perempuan bakal menguasai pemerintahan di Pulau Bintan, di Pemko Tanjungpinang dan Pemkab Bintan. Kenapa? Setidaknya terdapat empat alasan kenapa kondisi itu terjadi, termasuk kenapa Peppy dan Weni bakal menjadi penantang serius Rahma, serta Ismiyati bakal menjadi lawan terberat Rahma di Pilwako 2024, bukan Ade Angga.

Konsolidasi Rahma

Kendati dipandang sebelah mata pesaingnya, Rahma akhirnya menjadi kunci kesuksesan Syahrul melenggang ke Walikota Tanjungpinang mematahkan ambisi sang petahana, Lis Darmansyah pada Pilwako 2018. Perolehan suara pemilih dari Tanjungpinang Timur menjadi kunci kemenangan duet Syahrul-Rahma alias Sabar itu.

Di sana, Rahma tak bisa dipandang sebelah mata. Namanya mengakar dalam ke pemilih dengan bukti meraih suara terbanyak sewaktu dia duduk ke DPRD Tanjungpinang hasil Pileg 2014 dari daerah pemilihan paling luas dan terbanyak daftar pemilik hak suara itu.

Sebelum berduet dengan Syahrul, saat itu Wawali Tanjungpinang petahana, Rahma berstatus legislator dari PDIP. Kini, Rahma berstatus Walikota Tanjungpinang menyusul wafatnya Syahrul awal tahun lalu. Pandemi COVID-19 dan isu pendidikan menghantui kepemimpinannya, termasuk persoalan turunannya seperti dampak ekonomi dan keyakinan terhadap kompetensinya.

Pendeknya, sektor pendidikan dan kesehatan kini menjadi isu paling sensitif di tengah kondisi pandemi COVID-19. Janji seragam sekolah gratis, sedikit banyak, sukses mengantarkan duetnya memenangi Pilwako sekaligus menjadi celah lawan politik melontarkan kritikan. Begitu juga dengan kontroversi sekolah tatap muka di masa COVID-19.

Kendati jumlah penduduk tak sebanyak Karimun, namun kasus COVID-19 di Tanjungpinang justru terus mengejar Batam. Kota berpenduduk terbesar di Kepri sekaligus terbanyak angka kasus COVID-19 di Bumi Segantang Lada. Ada apa dengan Tanjungpinang? Status ibukota Provinsi Kepri ternyata tak berarti apa-apa selama pandemi, akses sumber daya Pemko Tanjungpinang tetap terbatas.

Kondisi itu, untuk sebagian, justru memicu kegaduhan publik berujung serangan politik, meskipun tak berkait langsung dengan kebijakan kesehatan penanggulangan COVID-19. Menjawab akumulasi karut marut persoalan itu, Rahma akhirnya memutuskan resafel kabinet. Tak main-main, empat OPD krusial justu dikosongkan, pejabat lama dia geser ke dinas lainnya.

Rahma memilih lelang jabatan guna mengisi nakhoda Bappenlitbang, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan serta Dinas Pekerjaan Umum. Selain strategis, empat OPD itu juga terbilang besar alokasi anggaran di APBD, meskipun di tahun 2021 justru defisit akibat turunnya PAD.

Rahma, menurut sumber yang mengetahui dinamika di Pemko Tanjungpinang, ingin sosok “tangan kanan” yang dapat dipercaya dan mampu menerjemahkan kepemimpinannya. “Pejabat yang loyal dan tak normatif (dalam menerjemahkan kebijakan),” kata sumber itu, belum lama ini. Pendeknya, kalaupun tidak satu visi tapi sefrekuensi, jikapun tak sefrekuensi namun memiliki visi sama.

Dengan kata lain, kalaupun para pejabatnya tak sevisi di kebijakan strategis, namun Rahma ingin mereka sefrekuensi di taktis kebijakan. Begitu juga sebaliknya, sehingga beban persoalan ke Pemko terurai dan tersebar ke berbagai OPD, dan tekanan publik tak menumpuk ke walikota. Meskipun tak sedikit meyakini itu bagian dari strategi Rahma menatap Pilwako 2024. Benarkah?

Kuasa Perempuan

Kalaupun benar, Rahma sah-sah saja melakukan itu. Sebagai orang partai, kini kader Nasdem, Rahma wajar menempuh itu. Apalagi Nasdem parpol besar di Kepri dan Tanjungpinang. Nasdem tentu berkepentingan mendudukkan kembali kadernya sekaligus memenangi setiap kontestasi politik di Bumi Gurindam.

Jika itu benar adanya, hajatan Pilwako Tanjungpinang tahun 2024, untuk sebagian, diyakini bakal menjadi kontestasi elektoral figur perempuan. Ismiyati bakal menjadi lawan terberat Rahma, nama lain ialah Weni, Rosiani dan Peppy. Setidaknya terdapat empat alasan di balik kemungkinan itu.

Pertama, dibanding kabupaten/kota lain di Kepri, pencapaian politik politisi perempuan di Tanjungpinang terbilang tinggi. Itu artinya, kaum perempuan memiliki daya saing dan kekuatan elektoral di Bumi Gurindam. Bahkan, berdasarkan hasil Pileg 2019, suara perempuan di DPRD Tanjungpinang merupakan kekuatan baru legislatif.

Dengan 11 dari 30 kursi DPRD, politisi perempuan Tanjungpinang, secara teori, memiliki daya tawar berbasis jender kepada sejawatnya. Apalagi, dari 10 Parpol berkursi di Senggarang, seluruhnya menempatkan seorang kader perempuannya. Itu menjadi prestasi sendiri di Kepri, bahkan dibanding Batam dengan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding Tanjungpinang.

Kedua, sejumlah politisi perempuan menduduki kursi ketua Parpol di Tanjungpinang. Terbaru, Ismiyati dipercaya menakhodai PKS Tanjungpinang. Dengan bekal tiga periode, termasuk periode sekarang, Ismiyati bukan saja layak memimpin Parpol berlogo baru itu, namun juga diperhitungkan menakhodai Tanjungpinang ke depan.

Apalagi, dia berhasil duduk dari Dapil Tanjungpinang Timur, surganya politisi perempuan di Tanjungpinang. Kenapa? Karena 5 dari 11 kursi DPRD perempuan berasal dari daerah pemilihan terluas dan tarbanyak jumlah daftar pemilihnya itu. Artinya hampir 50 persen dari 12 kursi Dapil Tanjungpinang Timur berisikan legislator perempuan.

Itu artinya, suara perempuan mengakar di Tanjungpinang Timur, dan ke depan akan menjadi simpul persaingan kontestan Pilwako Tanjungpinang. Selain Ismiyati di PKS, juga ada Weni di PDIP, Peppy di Demokrat serta Rosiani di PPP menjadi sang pemuncak parpol di Bumi Gurindam. Kecuali ada penambahan Dapil, Tanjungpinang Timur akan menjadi lumbung sekaligus simpul persaingan suara politisi perempuan.

Ketiga, berbeda dengan daerah lainnya, Tanjungpinang akrab dengan kepemimpinan perempuan. Sebelum Rahma menjabat Walikota, jauh sebelum itu Suryatati A. Manan bertahun-tahun menakhodai Tanjungpinang, bahkan sejak masih kota administratif. Tatik, sapaan akrab Suryatati, juga sukses mengempaskan pesaingnya di Pilkada langsung tahun 2007.

Bersama Natuna dan Lingga, Tanjungpinang paling sering mencalonkan perempuan di hajatan Pilkada, dibanding kabupaten kota lainnya di Kepri. Selain Rahma di Pilwako 2018, juga terdapat nama Maya, anak Suryatati A. Manan, di Pilkada 2012 dan 2018. Artinya, pemilih Tanjungpinang tak alergi dengan figur perempuan di gelanggang politik. Duduknya Weni menjadi Ketua DPRD menggenapi argumen potensialnya kekuatan elektoral perempuan di Bumi Gurindam.

Empat, secara elektoral, Pulau Bintan, dengan Tanjungpinang dan Bintan, bersama dengan Pulau Batam (Barelang) dan Pulau Karimun, sejak Provinsi Kepri resmi berdiri selalu menjadi lumbung perolehan suara kontestan pemenang Pilgub Kepri. Bahkan, Pilgub Kepri 2020, Tanjungpinang membantu duet Ansar-Marlin unggul perolehan suara, meskipun kalah di Batam dan Karimun.

Padahal, dua Pilgub sebelumnya, pemenang Pilgub selalu memenangi Batam dan Karimun. Pilgub kemarin, juga menjadi saksi eksisnya dua perempuan di ajang politik. Bahkan, Suryani politisi PKS Kepri dari Batam, sukses memenangi ‘pertempuran’ Pilgub di Batam, meskipun kalah ‘perang’ di Pilgub Kepri. Selain Karimun, Isdianto-Suryani juga menang di Batam.

Itu artinya, Suryani secara elektoral mengakar di Batam Bandar Madani. Di level Kepri, prestasi serupa juga terekam pada jejak Dewi Komalasari dan Debby Maryanti. Selain menjadi anggota DPRD Kepri, raihan suara mereka di Pileg 2019 kemarin, juga tertinggi dibanding 43 anggota DPRD Kepri lainnya, termasuk dari Batam sekalipun.

Begitu juga dengan Eis Aswati, meskipun berstatus wajah baru, namun dia sanggup bersaing dengan Lis Darmansyah, Teddy Jun Askara, Rudy Chua dan Bobby Djajanto, dengan memenangi satu kursi dari lima jatah DPRD Kepri dari Dapil Tanjungpinang. Praktis, Dapil Tanjungpinang dan Bintan-Lingga menjadi konstituen pengirim terbanyak legislator perempuan ke DPRD Kepri periode sekarang.

Dengan kondisi itu, bukan mustahil skenario Pilwako 2024 bakal menghadirkan kontestasi antar figur perempuan. Dengan 11 kursi di DPRD, jika seluruhnya diskenariokan berlaga sekaligus menjadi kontestan di Pilwako, dengan syarat minimal mengusung calon 20 persen alias 6 kursi, maka setidaknya bakal ada empat Paslon.

Empat nama potensial bersaing, tentu saja, Rahma, Weni, Peppy dan Ismiyati dengan empat koalisi parpol pengusung. Semisal Golkar dan Demokrat (7 kursi) mengusung Peppy Chandra-Mimi Betty. Nasdem dan Hanura (6 kursi) mengusung Rahma-Reni. Sekadar informasi, kini Rahma kader Nasdem setelah maju Pilwako sebagai kader Golkar setelah mengundurkan diri dari DPRD Tanjungpinang dan PDIP.

Weni-Rini maju dari PDIP PKB dan Gerindra (10 kursi), serta Ismiyanti-Rosiani bertarung dengan tiket PKS PPP dan PAN (7 kursi). Namun, sebagai skenario, koalisi itu hanya ideal sebagai simulasi ilustrasi, meskipun bukan mustahil terjadi.

Sinyal Pilwawako?

Namun, jika pemilihan wakil walikota Tanjungpinang, pengganti kursi Rahma setelah naik menjadi Walikota Tanjungpinang, menjadi arena kontestasi, bisa jadi peta skenario berubah, bahkan drastis! Ismiyati, Ketua PKS Tanjungpinang, bukan hanya krusial bagi mengubah arah angin kontestasi Ade Angga dan Endang Abdullah.

Lebih dari itu, dia sendiri juga berpeluang menjadi kandidat walikota tahun 2024. Kontestasi Ade-Endang, menjadikan PKS, Demokrat dan Hanura menjadi game changer jika kontestasi mengutub, semisal, ke koalisi Pilgub. Dengan Ade Angga, bakal didukung Golkar Nasdem PAN dan PPP (13 kursi). Kemudian Endang disokong PDIP, Gerindra dan PKB (10 kursi).

Analis Politik Kepri di Tanjungpinang, Zamzami A. Karim mengonfirmasi kemungkinan itu. “PKS dan Hanura (serta Demokrat) bakal menjadi rebutan,” ujarnya, belum lama ini. PKS Hanura dan Demokrat total 7 kursi, kedua kubu perlu tambahan agar suara tembus 16 dari 30 kursi di DPRD.

Jadi tak berlebihan, jika sehabis terpilih jadi Ketua PKS Tanjungpinang lalu, Ismiyati bergerak lebih jauh membidik Pilwako 2024. Apalagi PKS di Kepri, terbilang berani mengusung kader sendiri di daerah diyakini menjadi basis konstituennya, seperti Lingga dan Karimun. Di Lingga, bahkan PKS melakukan ‘ijtihad politik’ itu sejak Pilkada 2015.

Skenario kedua, jika Golkar dan Nasdem solid meneruskan kesuksesan Pilgub kemarin, dengan kata lain menyorongkan Ade Angga mendampingi Rahma sebagai wakil walikota di periode tersisa, peta 2024 bisa jadi berubah. Gerindra bukan tak mungkin mengusung Rahma nantinya.

Jika itu terjadi, antara Ade Angga dan Endang Abdullah, angin dukungan Rahma agaknya sudah terasa arahnya. Siapapun, pada akhirnya, dengan posisi ketua Parpol wajar memiliki ambisi ke walikota. Pun, sah-sah saja, siapapun berhitung dengan kalkulasi politiknya, termasuk Rahma.

(*)

Bagikan