Cara Membaca Hasil Survei BPS, COVID-19 Bagi Kaum Muda (Kepri) Bukan Soal Kesehatan Semata!
angkaberita.id – Pekerjaan rumah Satgas COVID-19, termasuk di Kepri bakal bertambah. Kabar baiknya, kini mereka dibekali dengan keping penyusun mozaik strategi menangkal penularan COVID-19 setelah BPS merilis hasil survei perilaku warga di masa pandemi.
Berdasarkan hasil survei BPS, sebanyak 45 juta orang di tanah air merasa dirinya kebal dari infeksi corona. Sehingga tak peduli dengan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Kendati tak sedikit, jumlah sebanyak itu mejadi bekal pemerintah termasuk di Kepri memetakan dan mendesain strategi mitigasi berbasis lokalitas. Apalagi penduduk Kepri sebagian besar berusia produktif, alias terbilang berusia muda.
“Kalau 17 persen dari jumlah secara nasional, 270 juta orang, berarti sekitar 45 juta orang. Angka ini sangat besar, padahal kita semua tahu status yang kita hadapi sekarang pandemi,” kata Doni Monardo, Ketua Satgas COVID-19 Pusat, merespon hasil survei BPS terbaru itu, seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (28/9/2020).
Selain terancam kena COVID-19, mereka juga berpotensi menjadi carrier dan menularkan ke orang lain, terutama anggota keluarga atau orang berisiko tinggi, seperti lansia dan orang dengan penyakit penyerta (komorbid).
“Masalahnya, mereka tanpa gejala tapi positif sebagai pembawa, 17 persen merasa tak terpapar, lantas ada orang terdekat positif cepat atau lambat akan tertular,” kata Doni.
Itu, menurut Doni, menjadi perhatian bersama, bagaimana menggerakkan seluruh potensi dan instrumen pusat dan daerah berkolaborasi menekan sebaran pandemi berbasis delapan rantai komunitas.
Menurut Doni, jika diri sendiri peduli, namun orang sekitar tak patuh aturan, tidak ada gunannya karena besar kemungkinan tertular atau menularkan.
“Yang menulari kita orang yang sangat dekat dengan kita, keluarga, teman. Ini yg perlu kita pahami. Setiap orang berpotensi menulari satu sama lainnya,” sebut jenderal bintang tiga aktif itu.
Sebelumnya, seperti dilansir Katadata, BPS merilis hasil survei perilaku warga selama COVID-19. Hasilnya, sebanyak 17% responden merasa yakin tidak tertular virus corona. Adapun, survei dilakukan pada 7-14 September dengan total 90.967 responden.
Dari jumlah responden tersebut, sebanyak 55,23% merupakan wanita dan 44,77% laki-laki. Dari usia, sebanyak 27,24% usia muda yaitu 17-30 tahun, kemudian 41,77% usia 31-45 tahun. Selebihnya, 27,37% usia 46-60 tahun, dan 3,62% di atas 60 tahun.
Dari pendidikannya, sebanyak 61% responden berpendidikan sarjana ke atas. “Ini artinya 17 dari 100 responden yakin tidak mungkin tertular COVID-19. Ini persentase yang lumayan tinggi,” kata Kepala BPS Suhariyanto.
Berdasarkan jenis kelaminnya, persentase responden perempuan menyatakan tidak mungkin terinfeksi COVID-19 sebesar 17%, sementara laki-laki sebesar 16,9%. Kalau kelompok umur, responden usia 17-30 tahun yang merasa yakin tidak tertular Covid-19 sebanyak 20,2%.
Kemudian, kelompok usia 31-45 tahun yang merasa tidak mungkin tertular sebanyak 15,4%, usia 46-60 sebanyak 16,2%, dan di atas 60 tahun 17,4%. Suhariyanto mengatakan, persepsi tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan responden.
Semakin tinggi pendidikan responden maka mereka memiliki kesadaran terhadap Covid-19. Secara rinci, ada 33,6% responden dengan tingkat pendidikan SD yang merasa tidak mungkin tertular virus corona. Angkanya menurun menjadi 32,5% pada tingkat responden lulusan SMP. Kemudian, ada 25,46% responden dengan pendidikan SMA merasa tidak mungkin tertular.
Pada tingkat diploma/sarjana, ada 13,41% responden yang yakin tidak terinfeksi virus corona. Meski demikian Suhariyanto mengatakan kepatuhan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan relatif baik. Sebanyak 91,9% responden selalu mengenakan masker, 81,8% kera menghindari jabat tangan.
Sebanyak 77,7% responden kerap menggunakan hand sanitizer, 76,6% sudah menghindari kerumunan, 75,3% rajin mencuci tangan selama 20 detik, dan 73,5% tertib menjaga jarak minimal 1 meter. BPS juga menanyakan alasan responden yang tak patuh protokol kesehatan hingga saat ini.
Hasil survei menunjukkan bahwa 55% beranggapan bahwa tak ada sanksi jadi alasan mereka tak menerapkan protokol kesehatan. Selain itu 39% menganggap di wilayahnya tak ada kasus positif sehingga tak perlu menerapkan disiplin ketat. Sedangkan 33% beranggapan pekerjaan menjadi sulit jika menjalankan protokol kesehatan.
Tak hanya itu, 23% menganggap harga masker dan alat pelindung diri terlalu mahal, 21% mengikuti orang lain, 19% pimpinan tak memberi contoh. “Perlu sentuhan seluruh pimpinan dan aparat untuk memberikan contoh supaya masyarakat mengikuti,” kata Suhariyanto. Pada titik itu, bisa ditafsir, COVID-19 bukan hanya soal kesehatan semata, namun juga keteladanan! (*)