angkaberita - Pekan lalu, Kepala BKAD Kepri curhat kondisi keuangan Pemprov seret. Pengakuan terlontar setelah Gubernur Ansar bersiap mengajukan rancangan APBD-P ke DPRD kepri usai terbit Pergub soal tunda bayar di APBD tahun 2024. Pertanda APBD-P Kepri turun drastis?
Keuangan Pemprov agaknya tak sekencang ketuk palu DPRD Kepri sewaktu mengesahkan APBD 2025 di tahun lalu. Terbukti, begitu terbit perintah penghematan APBD besar-besaran dari Presiden Prabowo di bulan Januari, Gubernur Ansar kelabakan menambal defisit penerimaan daerah.
Dia bahkan, untuk sebagian, terpaksa “menjilat ludah” dengan menarik kembali hibah ke KPU dan Bawaslu Kepri demi menambal defisit dan tunggakan APBD hingga ratusan miliar. Beruntung, setelah melewati tarik ulur, Pemprov akhirnya dapat bernapas sementara sekaligus bersiap mengajukan Ranperda APBD-P 2025.
Dalam waktu dekat, boleh jadi, Pemprov bakal mengajukan ke DPRD Kepri setelah beres urusan tunda bayar tahun 2024 lewat Pergub. Sebab, Mendagri telah memberikan sinyal bulan Mei pembahasan APBD-P dan ketuk palu di bulan Juni. Jika mulus, duet Ansar-Nyanyang berarti sukses menjawab ujian efisiensi Presiden Prabowo, meskipun gagal merespon tantangan efisiensi birokrasi.
Empat Bulan Kalang Kabut
Senyum Gubernur Ansar masih merekah saat membagikan DPA ke seluruh OPD di Pemprov pada Januari silam. Tapi, belum sempat tereksekusi, Inpres No. 1/2025 dari Presiden Prabowo langsung membuat senyum dia lenyap. Prabowo mengobrak-abrik APBD, termasuk APBD Kepri lewat instruksi pemangkasan besar-besaran program bukan prioritas.
Padahal, Pemprov tengah bersiap menuntaskan rekrutmen tenaga honorel lewat skema PPPK. Ibarat istana pasir, sinyal APBD Kepri berbunyi. Dengan kondisi APBD 2025 berpotensi defisit di akhir tahun, akibat defisit APBD 2024 dan kewajiban tunda bayar, rekrutmen PPPK seperti menjadi jitakan di kepala.
Tak sakit, tapi menyakitkan kepala. Terbukti, sebelum diprotes DPRD Kepri, Gubernur Ansar sempat menyaratkan rekrutmen PPPK Pemprov tak mendapatkan Tukin. Belakangan berubah menjadi Tukin bervarisi sesuai masa kerja mereka menjadi tenaga honorer di Pemprov. Itupun setelah Pemprov merumahkan ratusan lainnya akibat dianggap illegal versi Kemendagri.
Setelah penyisiran internal Pemprov, sinyal APBD Kepri kembali menyala lantaran mendekati Lebaran. Kewajiban THR ke ASN perintah Presiden Prabowo sebesar take home pay membuat Gubernur Ansar kelakaban mencarikan duitnya saat penerimaan daerah, terutama lewat pajak daerah, tak sesuai harapan.
Muncul pendekatan “berbagi beban”, THR PNS dipangkas dan disalurkan ke PPPK. Sebab, seperti diakui sumber di Pemprov paham soal itu, APBD Kepri memang tak menganggarkan THR ke rekrutmen PPPK. Pemprov hanya menganggarkan penggajian mereka. Lalu terjadilah kasak-kusuk, dan ujungnya manuver mendorong DPRD lewat dana pokir berbagi beban.
Setelah tarik ulur, akhirnya happy ending. Lewat Pergub terbaru, Pemprov akhirnya berhasil mengumpulkan duit hasil efisiensi sebesar Rp 210 miliar lebih, jauh di atas tunggakan APBD tunda bayar sebesar Rp 180-an miliar lebih. Bukan hanya THR ke ASN terbayar, meskipun agak telat. Tapi, Pemprov juga dapat memberi THR ke tenaga non ASN lainnya.
Selesaikah badai? Tidak. Dari Amerika Presiden Trump mengumumkan perang tarif dagang ke Indonesia, termasuk ekspor Batam sebesar 32 persen. Padahal, tanpa tarif saja, Kepri telah terimbas efisiensi berupa PHK. Bahkan, kedua terbanyak di Sumatera setelah Riau.
Uji Nyali APBD-P
Batam merupakan penopang ekspor di Kepri dan Indonesia. Amerika Serikat merupakan tujuan terbesar ke dua setelah Singapura. Kalau ekspor Batam terimbas, ekonomi Kepri juga terdampak. Ujungnya, Gubernur Ansar tak dapat lagi membanggakan pertumbuhan ekonomi Kepri di banyak kesempatan ke depan.
Lalu terdengarlah curhat dia ke Menko Perekonomian, Airlangga agar membantu melobi ke Amerika Serikat. Jauh sebelum itu, BP Batam berjaga-jaga menghadapi kondisi buruk tadi. Apalagi Kadin Kepri mengeluarkan peringatan ancaman PHK besar-besaran di Kepri jika ekspor Batam benar-benar terkontraksi.
Sebab, Menko Perekonomian Ketua DK FTZ Batam. Gubernur Kepri praktis hanya dapat melobi dari samping. Karena kewenangan dia Ketua DK FTZ Bintan dan Karimun. Keduanya belum berkontribusi bagi Kepri. Sehingga dia mengusulkan skema FTZ Menyeluruh. Curhat dia dan pengakuan Kepala BKAD Kepri seperti menggambarkan kondisi keuangan Pemprov hari ini.
Tanpa kebijakan drastis di Pemprov, seperti pemangkasan OPD demi menghemat pengeluaran Tukin dan belanja operasional di APBD, ruang fiskal Pemprov lewat TPAD mengajukan APBD-P 2025 terbatas. Sebab, hampir seluruh sisi penerimaan daerah terimbas kebijakan efisiensi. Sedangkan potensi ekspor teredam kebijakan perang tarif.
Buntu? Tidak juga. Sebab, dengan kondisi efisiensi, Pemprov Kepri justru dapat mengajukan APBD sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Pemprov Riau telah membuktikan. Mereka mengajukan APBD-P ke DPRD lebih rendah dari APBD murni. Pemprov memangkas Rp 3 triliun, dari APBD Rp 11 triliun menjadi Rp 8 triliun.
Pemprov Kepri, untuk sebagian, masuk akal dan dapat menirunya dengan mengajukan APBD lebih rendah dari APBD murni hampir Rp 4 triliun. Sebab, efisiensi bukan alasan APBD-P tak dapat membangun Kepri. Inovasi klastering SPPD dapat menjadi “tantangan” Pemprov Kepri. Selebihnya, tirulah cara Jogja, dengan membikin proyek padat karya demi menambal daya beli warga. Di Kepri, konsumsi publik kunci penggerak perekonomian lewat belanja APBD kalau sinergi dana pokir memble.
(*)