Badai PHK Mengancam Riau, Ribuan ASN Pemprov Terancam Nganggur

angkaberita- Awal tahun 2025, ekonomi Riau benar-benar terguncang. Terbukti, ribuan pekerja terkena PHK dan puluhan ribu ASN terancam nganggur gegara kontraksi keuangan. Per Februari, jumlah PHK di sana tertinggi kedua di Tanah Air setelah melonjak 10 kali lipat.

Per Januari, Riau mencatat 323 kasus PHK. Sebulan kemudian, kasus PHK di sana melonjak 1.000 persen menembus 3.530 orang.  “Periode Januari-Februari terdapat 18.610 tenaga kerja ter-PHK,” tulis Kemenaker, seperti detikcom tulis, Minggu (6/4/2025).

Kemenaker mengutip laporan resmi PHK dari perusahaan. PHK tersebar di 15 provinsi di Tanah Air. Total, per Februari, terjadi 15.285 kasus PHK. Jumlah tadi meningkat tajam dibanding periode sebelunya. Per Januari, kasus PHK hanya 3.325 tenaga kerja.

Praktis, dalam hitungan sebulan, kasus pekerja kehilangan pekerjaan nyaris naik lima kali lipat. Di Sumatera, Riau paling banyak kasus PHK. Kepri menyusul di urutan kedua dengan 67 kasus PHK. Kabar buruknya, ancaman kehilangan pekerjaan juga menyasar ASN di Riau.

Baca juga :  Jurus Pemkab Natuna Datangkan Investor, Bupati Cen Langsung Benahi Dua Pintu Investasi

Bahkan, versi Pemprov Riau disebut-sebut puluhan ribu ASN di sana terancam tanpa kerja alias nganggur setelah APBD 2025 nunggak utang sebesar Rp 2,2 triliun. Gubernur Abdul Wahid mengaku pusing melihat keuangan Pemprov morat-marit akibat defisit dan lonjakan tunda bayar.

Pemprov Riau Di Ambang Kebangkrutan   

Selain pemangkasan TPP, Gubernur Riau mempertimbangkan opsi peniadaan anggaran operasional seluruh OPD Pemprov setahun ke depan. Praktis, dengan anggaran nol, ASN di sana tidak ada kerja selama setahun alias gaji buta.

Skenario itu, klaim Gubernur Wahid, juga belum menutup utang APBD tertinggi sepanjang sejarah Pemprov Riau tadi sekaligus mendorong Pemprov di ambang kebangkrutan. Kondisi melebar menjadi bola panas setelah besaran utang APBD, khususnya tunda bayar, berbeda-beda antara versi Gubernur Wahid, Wagub Hariyanto dan Sekda Riau.

Baca juga :  Bukan Lobi, Syarat Jadi Kepala Sekolah Cukup Ikut Guru Penggerak. Kenapa?

Seperti Pemprov lainnya, Riau masih menggandalkan pajak daerah lewat pajak kendaraan bermotor dan turunannya sebagai penopang gentong PAD di APBD. Defisit APBD terjadi setelah realisais penerimaan APBD meleset dari target, termasuk dari pajak daerah. Sedangkan belanja daerah, khususnya belanja pegawai mengurasi APBD.

Kondisi diperparah dengan pemangkasan dana transfer APBN ke Riau. Puncaknya, kas Pemprov melompong setelah Pertamina Hulu Rokan (PHR), berdalih kepentingan target lifting migas nasional, hanya menyalurkan Rp 200 miliar dari Rp 1,5 triliun proyeksi pendapatan participation interest migas di Blok Rokan.

(*)

Bagikan