Pilpres 2024, Misteri Jusuf Kalla Saat Ganjar-AHY Bertemu Di Masjid!

megawati dan surya paloh/foto via kontan.co.id

Pilpres 2024, Misteri Jusuf Kalla Saat Ganjar-AHY Bertemu Di Masjid!

angkaberita.id - Trio Surya Paloh, Jusuf Kalla Dan SBY terus membangun suasana kebatinan bersama seiring dinamika Pilpres 2024 di Tanah Air. Ketiganya kian intensif menghitung ulang posisi masing-masing, setelah PKS dan PDIP mengungkapkan kisi-kisi skenario Pilpres mereka.

Terbukti, ketika Paloh bertemu AHY. Jusuf Kalla dikabarkan ke Cikeas, pada hari sama. Cikeas kediaman pribadi SBY, Presiden RI 2004-2014. Diyakini, ketiganya tengah mencari jalan tengah setelah PDIP "resmi" menolak berkoalisi dengan Demokrat dan PKS.

Bersama Nasdem, dua parpol tadi disebut-sebut berpeluang kuat mengusung Anies-AHY, meskipun ketiganya masih-masih malu kucing mengamini lantaran melihat konstelasi di lapangan. Terbaru, AHY dan Ganjar dikabarkan tak sengaja bertemu di Masjid Nurul Hidayah, Jakarta, Jumat (24/6/2022).

Setelah pertemuan itu, beredar kabar Jusuf Kalla juga berada di lokasi. Namun, hingga sejauh ini, sejumlah pihak terkait memilih berhati-hati menanggapi kabar misteri keberadaan Pak Kalla itu. Dalam video 20 detik beredar di medsos, Wapres Ke-10 dan Ke-12 RI tampak keluar dari masjid sama.

Lima belas detik pertama terekam percakapan AHY dan Ganjar. Lima detik berikutnya terekam suasana JK tengah keluar masjid. Saat dikonfirmasi, seperti ditulis merdeka.com, Jumat malam, Ganjar mengaku tidak tahu. "Oh ya? Saya malah tidak tahu," kata Ganjar. Senada AHY, dia menggelengkan kepala soal itu.

"Terkait keberadaan Bapak JK di lokasi yang sama, pada saat bersamaan, tidak ada keterangan bisa dikutip dari kami," jelas Herzaki Mahendra Putra, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat, terpisah. Setelah bertemu Ganjar tak sengaja, AHY malam harinya sowan ke Prabowo Subianto, Ketum Gerindra.

Tafsir Pertemuan

Intensitas AHY bersafari politik, untuk sebagian, ikhtiar Demokrat tetap berada di pusaran Pilpres 2024. Demokrat agaknya tak ingin mengulang kejadian di Pilpres 2014, yakni gagal memainkan peran sebagai parpol penguasa saat itu. Sehingga ditinggalkan koalisi parpol lainnya.

Dengan terus menempel Nasdem dan PKS dan Gerindra, Demokrat agaknya ingin memastikan AHY tak akan ketinggalan update terbaru dari dinamika Pilpres masing-masing parpol. Setidaknya, untuk sebagian, terdapat dua alasan. Pertama, ikhtiar Demokrat merapat ke Nasdem-PKS menyorongkan AHY sebagai duet Anies kelak belum mendapat kepastian.

Sebab, Nasdem agaknya masih mengulur waktu dengan mempertimbangkan situasi politik terbaru, terutama setelah rakernas PDIP. Apalagi, Megawati di rakernas sempat merespon gunjingan parpol sombong dan belakangan menjadi bola liar di elite kekuasaan.

Keputusan Megawati mengunci, istilah dia "umpetin" atau menyimpan, capres usungan PDIP, untuk sebagian, memaksa Nasdem menghitung ulang hasrat mereka mengamini keinginan Demokrat dan PKS menduetkan Anies-AHY. Dua pertimbangannya. Selain suara Megawati terhitung didengar Presiden Jokowi, PDIP satu-satunya parpol dapat mengajukan capres ke 2024 tanpa perlu berkoalisi dengan parpol lainnya.

Adu Gengsi Mega-Paloh?

Kemudian, kecuali Demokrat dan PKS, PDIP juga masih "membuka" kesempatan berkoalisi dengan parpol lain, boleh jadi, termasuk Nasdem. Dengan keputusan PDIP menunjuk Ganjar sebagai pembaca hasil rakernas khusus rekomendasi politik, di mata analis, itu sinyal restu tak langsung Mega ke Ganjar. Pesannya, seperti diakui Ganjar, "Saya PDIP", meskipun Nasdem mencapreskan.

Simpelnya, pesan Nasdem direspon PDIP. Jika keduanya sukses mengurangi perbedaan, bukan mustahil mereka berkoalisi, dengan mengusung Ganjar sebagai capres, dan wakil ditentukan belakangan. Apalagi selama 10 tahun terakhir mereka sukses duduk bersama di bawah payung kekuasaan Jokowi.

Demokrat melihat kecenderungan itu. Ikhtiar SBY mengutus AHY sowan ke Prabowo menjadi skenario cadangan. Sebab keputusan Gerindra-PKB berkoalisi berpotensi menutup peluang AHY, meskipun tetap membuka kesempatan Demokrat berkuasa lewat Pilpres 2024. Tentunya dengan bergabung ke koalisi mereka kelak. Namun, sembari menjalankan skenario cadangan, Demokrat tetap berharap Nasdem-PKS.

Itulah, dengan plus minus kepentingan masing-masing, SBY dan JK terus menempel Surya Paloh. Meskipun keduanya tahu, Paloh pertimbangan utama berkoalisi ialah menjadi pemenang di Pilpres. Kendati demi kepentingan itu, mereka rela menepikan kader sendiri. Akar jejak di Golkar, seperti JK, agaknya kuat mendasari pertimbangan langkah politiknya.

Lazimnya Golkar, mereka pantang menjadi parpol oposisi ketika menjadi pendukung pemerintah lebih memberikan alasan terbaik memajukan partai. Pada titik itu, Kalla agaknya mulai menghitung ulang kengototannya mendukung mati-matian sosok idaman, tapi berpeluang tak dapat melenggang ke Pilpres 2024. Sebab, untuk alasan apapun, penentu Pilpres seperti perintah undang-undang, ialah parpol.

(*)

Bagikan