Setoran PNPB Ke APBN, DPR Oprek-oprek Pasir Laut (Di Kepri)

angkaberita – Setelah deviden BUMN masuk ke Danantara, legislator di DPR berteriak mengusulkan sejumlah cara menggenjot setoran PNBP ke APBN. Selain tahanan berbayar, mereka juga mengusullan pembukaan kasino serta meninggikan PNBP ekspor sedimentasi laut, alias pasir laut.

Usulan mereka terlontar saat rapat kerja dengan Ditjen Anggaran Kemenkeu, Kamis (8/5/2025). Galih Kartasasmita dari Golkar semisal, dia mendorong pemerintah membuka kasino seperti UEA. “Mereka  kan out of the box K/L lainnya,” kata Galih.

Sedangkan Fathi dari Demokrat mendorong ekstensifikasi objek PNBP dari properti, lahan hingga plat nomor khusus. Semisal pelat nomor istimewa bayar Rp 100 juta setahun. “(Tinggal) buat aturan,” sebut anggota Komisi IX DPR tadi. Dia juga mendorong tilang elektronik, alias ETLE berlaku seluruh Indonesia.

Baca juga :  Kejati Bikin Command Center Maritime, Buru Duit 'Kapal Hantu' Atau Pasir Laut Kepri?

“Ini tilang kan masuk ke PNBP. Kalau se-Indonesia dipasang alat mungkin investasi awal lebih mahal tapi kan dia bisa generate income yang jujur,” ungkap Fathi. Tak hanya itu, dia mengusulkan Lapas berbayar secara premium. “Ini ide saja, gagasan,” tegas dia.

Buka Kasino

Wakil Ketua Komisi IX, Dolfie dari PDIP mendorong pengoptimalan tarif PNBP pengelolaan sedimentasi di laut. “Karena kan beda lumpur dan mineral tarifnya kan pasir itu mineral, sehingga tarifnya kok jadi lumpur misalnya,” saran Dolfie.

Kemenkeu kata dia, bertugas mempertaham ekstensifikasi objek PNBP sekarang. Di Kepri, sejumlah usulan tadi bukan ikhwal baru. Seperti kasino, telah lama terdengar. Bahkan, pengelolaan Rempang di Batam dulu dikaitkan denga skenario itu. Sedangkan pasir laut, di Kepri malah telah terbit kapling-kaplingnya. Pemprov Kepri memberi lampu hijau.

Baca juga :  Sudah Ada Kaplingan Pasir Laut Di Kepri, Begini Pesan Mendag Ke Pebisnis Reklamasi

Terbaru, sejumlah perusahaan malah telah konsultasi publik, terutama di wilayah Numbing di Bintan, meskipun tak sepenuhnya mendapatkan dukungan warga. Sebab, klaim mereka, berpotensi mengganggu mata pencarian nelayan, meskipun perusahaan menjanjikan CSR dan sejenisnya.

(*)

Bagikan