Sumber PAD (5): Sinergi Pemda, Berbagi Beban Proyek Konektivitas (Di Pinang)

angkaberita –  Kondisi efisiensi bukan alasan kehabisan ide menggali sumber PAD, termasuk lewat konektivitas wilayah berupa kemudahan akses transportasi. Skenario tadi terungkap di pertemuan Gubernur Sulsel dan Gubernur Sultra.

Bertemu di Makassar, keduanya sepakat bersinergi dengan berbagi beban menyukseskan proyek konektivitas Sulsel dan Sultra lewat transportasi udara. Mereka berkongsi membuka rute penerbangan Bone-Kendari. Bone merupakan jantung puak Bugis di Sulsel.

Sedangkan Kendari, ibukota Sultra, sekaligus lokasi konsentrasi terbesar diaspora Bugis di luar Sulsel. “Kita share (beban operasional rute penerbangan), beliau 70 persen, saya 30 persen,” kata Andi Sudirman, Gubernur Sulsel, seperti fajar.co, tulis kemarin.

Andi Sudirman menjamu Andi Sumangerukka, Gubernur Sultra di Makassar. Pengembangan rute penerbangan Bone-Kendari relevan dengan kebutuhan ekonomi ke depan. Sebab, kata Sudirman, ada 500 ribu warga Kendari berasal dari wilayah Bone, Soppeng, Wajo, dan Sinjai (Bosowasi).

Selain konektivitas udara, keduanya juga sepakat berkolaborasi membuka akses transportasi laut. Khusus pesawat terbang, mereka berdua juga menyebut kemungkinan pengoperasian peswat jenis seaplane, alis amfibi. Di Kepri, Pemko Tanjungpinang dan Pemprov Kepri dapat bersinergi di dua proyek berujung PAD.

Baca juga :  COVID-19: Dinkes Batam Pertimbangkan Sisir Pasien Komorbid, Kenapa?

Kongsi Flyover Kota Piring

Pertama, flyover Kota Piring menghubungkan kawasan Bintan Center dan Batu 8 Arah Tanjung Uban. Gubernur Ansar disebut berencana menganggarkan di APBD tahun 2026. Pemko Tanjungpinang, lewat Wako Lis Darmansyah sepenuhnya mendukung rencana itu.

Kecuali flyover Simpang Ramayana, flyover Kota Piring merupakan satu dari lima kebutuhan rekayasa jalan di Tanjungpinang. Lainnya ialah Simpang Perla, Simpang Bandara, dan Simpang Adipura, Batu 6. Kabarnya, usulan itu telah dibahas Pemprov dengan Pemko, tapi belakangan Pemko belum memasukkan ke RPJMD mereka.

Sedangkan flyover Simpang Ramayana sepenuhnya urusan Pemprov. Sebab, untuk sebagian, itu bagian penopang proyek Jembatan Muhammad Sani ke Dompak. Jika terealisasi, Pemko disarankan menggarap infrastruktur penopang flyover sesuai dengan kewenangan mereka. Semisal perbaikan jalan kota dan jalan lingkungan di sekitar itu. Alternatif lain, Pemko ngurus pembebasan lahan flyover.

Kedua, Wisata Penyengat. Pemprov sejak beberapa tahun terakhir jor-joran menggarap Pulau Penyengat menjadi destinsi wisata unggulan Kepri di Tanjungpinang. Lewat skema APBD Kepri dan APBN, Pemprov membenahi infrastruktur jalan di lokasi. Puncaknya, Pemprov merevitalisasi proyek Tugu Bahasa.

Baca juga :  Asman Abnur Dikabarkan Hengkang Ke Nasdem, Gimana Nasib Nyat Kadir?

Nah, sinergi Pemda terbaik ialah Pemko Tanjungpinang membereskan urusan dermaga penopang akses transportasi ke Penyengat. Dari situ, Pemko berpeluang mendapatkan sumber PAD lewat, semisal retribusi parkir dan sejenisnya. Jika Pemprov telah berinisiatif dengan Pelabuhan Kuala Kepri, Pemko dapat melengkapi dengan perbaikan Pelabuhan Kuning.

Sinergi serupa juga dalam pengelolaan kawasan Gurindam 12. Pendeknya, selama musim kebijakan efisiensi APBD, Pemko sebaiknya meniadakan proyek infrastruktur terpisah dari Pemprov beranggaran besar, atau istilahnya “Proyek Mercusuar”. Gedung Gonggong dan kawasan Gurindam 12 menjadi saksi bisu kondisi itu.

“Gengsi pemerintahan hanya akan membuat anggaran di APBD tidak menghasilkan manfaat apa-apa,” sentil kalangan paham desain perencanaan Tanjungpinang sejak berstatus Ibukota Pemprov Kepri. Bahkan, kalangan tadi, justru menyarankan sinergi diperluas melibatkan Pemkab Bintan.  Bukan sebatas Pinang-Bintan, tapi juga Pulau Bintan. (*)

 

Bagikan