angkaberita.id

APBD Pinang (2-Habis): Benahi (Penyakit) Defisit Lewat Jurus ASN Pemko

ilustrasi pns

angkaberita – Saat kampanye Pilwako Tanjungpinang 2024, soal tunjangan kinerja istilah lain TPP ASN menjadi isu panas. Apalagi Pemko berencana memangkas TPP saat itu akibat defisit APBD dua tahun terakhir. Dalih Pemko, skenario tadi menjadi opsi terburuk menambal tingginya belanja daerah dibanding penerimaan.

Saat itu, dua kontestan Pilwako langsung menyambarkan, dengan kompak menolak rencana tadi meskipun dengan pertimbangan berbeda. Terungkap juga skenario menjolok APBN guna menyiasati kebutuhan anggaran pembangunan saat defisit APBD. Selebihnya waktu akan membuktikan jurus politik mereka. Sebab, tanpa reformasi birokrasi, persoalan defisit akan terus menghantui APBD Tanjungpinang.

Kenapa? Sebab, jika berkaca APBD 2024, belanja pegawai terus menyedot belanja APBD saat Pemko lewat OPD penghasil masih keteteran mengejar target PAD sumber penerimaan daerah. Kemudian jumlah ASN di Pemko juga terhitung besar dengan skala ekonomi Tanjungpinang terbatas radius 16 kilometer persegi. Situasinya tak banyak industri, meskipun termasuk FTZ Bintan.

Praktis, sumber penggerak ekonomi Tanjungpinang hanya pasar, seperti Pasar Baru dan Pasar Bincen, serta sektor informal, termasuk UMKM. Tak heran, Pemko akhirnya mengandalkan transfer APBN guna membiayai operasional daerah, termasuk TPP. Dengan kondisi itu, KDH nantinya harus memutar akal agar janji Pilwako mereka kemarin terealisasi. Kian pelik, karena Presiden Prabowo juga mengobrak-abrik APBD lewat Inpres No. 1 Tahun 2025. Perintahnya jelas, penghematan!

ASN Jurus Penurun Pengangguran

Tak hanya Tanjungpinang, terdengar kelakar di banyak daerah sepenuhnya ekonomi mengandalkan APBN dan APBD, rekrutmen ASN termasuk pegawai honorer merupakan cara termudah menekan pengangguran di daerah masing-masing. Lewat konsumsi publik, ASN juga disebut-sebut berpotensi menggerakkan ekonomi. Sebab hanya mereka terjaga daya beli, kecuali di saat inflasi tinggi. Pendeknya, ASN instrumen pembangunan.

Ujungnya mendorong pertumbuhan. Konon, pertumbuhan berbanding lurus dengan lapangan pekerjaan. Persoalannya, potensi ASN menjadi instrumen pertumbuhan Pemko tidak kelola. Mereka serahkan ke “pasar bebas”, alias sepenuhnya hak ASN bersangkutan. Tidak heran, TPP menjadi andalan mereka menambal kebutuhan masing-masing.

Celakanya, tak semua ASN tahu dan mau tahu, TPP sejatinya bukanlah hak mereka. Tapi, kompensasi dari realisasi kinerja mereka sebagai ASN. Kalau ASN di OPD penghasil indikatornya tentu 100 persen target penerimaan retribusi atau pajak daerah tanggung jawab mereka. Karena TPP bersumber dari PAD, logikanya kompensasi TPP mereka juga sesuai realisasi PAD Pemko di APBD. Istilahnya kemampuan keuangan daerah.

Kalau tidak, apalagi dengan potensi dana transfer APBN meleset dari proyeksi, risiko defisit APBD akan tetap terbuka. Nah, kalau defisit terus menerus terjadi di Tanjungpinang, risiko Pemko memangkas TPP bukan tak mungkin. Hanya soal waktu saja. Pemkab Karimun menjadi bukti sahih kondisi itu. Langkah Gubernur Ansar memberikan TPP bervariasi kepada ASN pengangkatan pegawai honorer menjadi bukti lainnya.

Pada titik ini, kelakar rekrutmen ASN menjadi cara termudah menekan pengangguran tak sepenuhnya terbukti. Sebaliknya justru menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Tak heran, Pemprov memilih merumahkan sejumlah pegawai honorer ilegal merujuk Kemendagri. Selain tak terdatabase di BKN, juga masa kerja kurang dua tahun.

Selebihnya, meski tak terungkap, sebab penggajian mereka lewat belanja operasional kantor. Praktis, alasan Pemda selama ini mempertahankan kebijakan perekrutan karena kurang orang terbantahkan. Kecuali APBD mereka mampu, dengan perintah Inpres tadi, belanja operasioal paling pertama menjadi target pemangkasan. Di Pemko Tanjungpinang, sebagian mereka bakal menjadi tenaga alih daya. Pendeknya, saat defisit agaknya ASN justru menjadi pekerjaan rumah bagi keuangan Pemko.

Sinergi APBD Pulau Bintan

Defisit agaknya merupakan waktu tepat bersinergi antar Pemda, termasuk Pemko Tanjungpinang. Sebab, ikhtiar itu menjadi jalan tengah terbaik menyiasati kondisi belanja daerah lebih besar dari penerimaan APBD. Kecuali Pemko berani menggeber reformasi birokrasi dengan menyasar ASN ke depan.

Pertama, dengan merampingkan SOTK alias OPD sekarang, meskipun pemerintahan Prabowo-Gibran gemuk struktur Kementerian/Lembaga. Dengan perampingan artinya berkurang pengeluaran TPP, terutama pejabat OPD sekaligus bentuk empati kepada mereka kandas menjadi ASN lewat skema PPPK. Dengan perampingan OPD, koordinasi dan komunikasi KDH lewat Sekda ke ASN juga lebih cepat.

Kecuali kinerja OPD memang istimewa di APBD. Tantangan KDH ialah mengantisipasi gejolak internal. Kedua, semisal tiada perampingan, dapat merujuk jurus Pemprov Sulsel. Yakni, lewat skema trade off, meskipun merujuk kasus TPP dan penambahan pegawai honorer. Saat itu, kepada ASN dilontarkan pilihan, TPP tak terusik atau menambah tenaga honorer baru.

Nah, trade off, dengan menyapu habis alokasi anggaran (DPA) OPD bukan prioritas. Sebab, Prabowo lewat Inpres juga telah merestui skenario itu. Istilah dia, KDH kelola APBD bukan berdasarkan pertimbangan sama rata semua OPD, atau copy paste jatah anggaran APBD tahun lalu. Ketiga, skema Kemenkeu, yakni Tukin mereka lebih tinggi dari K/L lain.

Bukan karena mereka kementerian penghasil, tapi karena mereka perform lewat target pajak dan sejenisnya. Tafsirnya, jika target OPD penghasil tak sesuai target, tahun berikutnya alokasi anggaran TPP mereka juga sebesar nilai realisasi APBD tahun sebelumnya. Semisal tahun 2024, hanya 60 persen, maka jatah anggaran TPP mereka juga 60 persen. Cara ini telah Pemkab Bangka lakukan menekan defisit. Kalau terealisasi berubah lagi TPP tahun berikutnya.

Pekerjaan rumah KDH ialah meyakinkan ASN semangat meritokrasi dalam skema itu. Yakni, mereka menjadi berlomba menjadi terbaik, bukan sedare mare. Ujungnya, jika urusan defisit terurai, KDH dapat berpikir menggenjot perekonomian, meskipun Tanjungpinang tak seluas Bintan dan sekuat APBD Pemprov.

Skenarionya, dengan bersinergi bukan membangun Tanjungpinang, Bintan atau Pemprov, tapi ekonomi Pulau Bintan. Dan, ASN di tiga lingkungan tadi menjadi instrumennya. Sebab, Kepri konsentrasi perputaran ekonomi dan sumber ekonomi hanya di Pulau Batam dan Pulau Bintan. Istilahnya, duit Kepri terkonsentrasi di Batam-Bintan.

Kalau Pemda di Pulau Bintan bersinergi, semisal membangun lewat APBD, kekuatan anggaran mereka beda-beda tipis dengan Batam. Pekerjaan rumah KDH ialah mencari titik temu sehingga satu frekuensi taktik membangun daerah. Kabar baiknya, bekal ke situ terhampar lewat hasil Pilwako, Pilgub dan Pilbup kemarin.

(*)

UPDATE: Perubahan Infografis

Bagikan
Exit mobile version