angkaberita.id – Kendati seluruh kabupaten/kota di Kepri menetapkan APBD di atas Rp 1 triliun, tapi dengan ketergantungan tinggi ke dana transfer APBN. Eksekusi APBD setahun ke depan agaknya tak jauh dari kondisi sekarang. Yakni, sambut tahun 2025, belanja pegawai kuras APBD di Pemda se-Kepri, termasuk Pemprov.
Jika berlanjut, akan sulit Pemda di Kepri melepaskan dari lilitan status daerah kapasitas fiskal rendah. Berdasarkan portal APBD, realisasi APBD 2024 hampir seluruh Pemda di Kepri tersedot ke belanja pegawai. Pemko Tanjungpinang paling memprihatinkan. Setidaknya jika membandingkan realisasi belanja pegawai terhadap PAD, belanja daerah dan penerimaan APBD.
(1) Tanjungpinang, per 26 Desember, realisasi belanja pegawai Rp 476,87 miliar, dengan PAD sebesar Rp 136,83 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 801,12 miliar dan Rp 725,61 miliar. Praktis, PAD terkuras habis membayar penghasilan bulanan ASN.
(2) Bintan, realisasi belanja pegawai Rp 487,92 miliar, dengan PAD sebesar 239,34 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 1.052,72 miliar dan Rp 1.025,45 miliar. Sedikit lebih baik dibanding Tanjungpinang.
(3) Karimun, realisasi belanja pegawai Rp 523,59 miliar, dengan PAD sebesar 289,25 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 1.166,93 miliar dan Rp 1.138,02 miliar. Besar pasak dari tiang.
(4) Natuna, realisasi belanja pegawai Rp 404,26 miliar, dengan PAD sebesar 40,08 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 864,51 miliar dan Rp 632,87 miliar. Tak jauh beda dengan Karimun.
(5) Anambas, realisasi belanja pegawai Rp 327,82 miliar, dengan PAD sebesar 23,19 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 728,59 miliar dan Rp 725,58 miliar. Senasib sepenanggungan dengan kabupaten/kota lainnya.
(6) Lingga, realisasi belanja pegawai Rp 323,78 miliar, dengan PAD sebesar 90,59 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 785,57 miliar dan Rp 867,56 miliar. Segaris sebangun dengan kabupaten tapal batas.
(7) Batam, realisasi belanja pegawai Rp 1.321,69 miliar, dengan PAD sebesar 1.591,23 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 3.146,25 miliar dan Rp 3.399,08 miliar. Segaris sebangun dengan kabupaten tapal batas. Satu-satunya Pemda sehat secara finansial.
(8) Pemprov Kepri, realisasi belanja pegawai Rp 1.185,56 miliar, dengan PAD sebesar 1.723,00 miliar. Belanja daerah dan penerimaan APBD, masing-masing, Rp 3.475,40 miliar dan Rp 3.532,61 miliar. Terjamin pembayaran Tukin bulanan.
Dengan belanja pegawai menyedot porsi terbesar APBD, sudah sewajarnya menjadikan mereka lokomotif penggali PAD, terutama pungutan retribusi. Sebab, itu menggambarkan kinerja mereka dalam pelayanan publik. Tak aneh, saat Pilkada kemarin, tiada satupun kontestan menawarkan reformasi birokrasi sebagai penggerak ekonomi daerah. Termasuk, menunda tukin demi investasi di pelayanan berujung retribusi.
Sebagian, dengan percaya diri, bakal membangun lewat lobi APBN. Ironisnya, tak satupun jubir Kepri di DPR duduk di komisi pemicu pembangunan. Dua nama malah terkonsentrasi di satu komisi, yakni Komisi VI bermitra dengan BP Batam. Dua lainnya, masing-masing, di Komisi I dan Balegnas.
(*)