angkaberita.id

APBD Pinang (1): Urus Saja Pasar, Jangan Terlena Duit Opsen Pajak Kendaraan

gedung gonggong menjadi ikon kota tanjungpinang. tahukah anda, kelurahan bukit cermin di kecamatan tanjungpinang barat merupakan kelurahan terpadat penduduknya se-tanjungpinang?/foto kompas.com/ambar nadia

angkaberita.id – Ketimbang berharap burung terbang tapi punai di tangan lepas, Pemko Tanjungpinang sebaiknya fokus mengurus pasar saja. Terbukti, saat meresmikan revitalisasi Pasar Baru beberapa waktu lalu, Wapres menegaskan pasar sumber duit daerah. Karena itu, dia meminta Pemda mengurusnya dengan betul.

"Pasar Baru Tanjungpinang akan memperkuat ekonomi masyarakat dan menjadi sumber utama pendapatan daerah," kata Wapres KH Makruf Amin, saat itu. Apalagi, lanjut dia, Tanjungpinang memiliki potensi sektor industri hasil laut dan pariwisata bahari. Pendeknya, Wapres berharap pasar benar-benar menjadi instrumen Pemda menggerakkan ekonomi daerah, nama lain daya saing.

Penegasan Wapres tadi tak berlebihan. Sebab, sejak berpuluh tahun Pasar Baru menjadi jantung ekonomi Tanjungpinang, lewat aktivitas perdagangan termasuk antarpulau. Kemudian lewat pungutan retribusi kebersihan ke Disdagin, dan kontribusi sewa lapak ke BUMD setiap tahunnya. Selebihnya, seperti pesan Wapres, Pasar Baru amunisi Pemko Tanjungpinang menggerakan ekonomi daerah.

Pekerjaan rumah sekarang Pemko mengembalikan ekosistem pasar seperti sebelum kondisi gedung baru. Meskipun bukan pekerjaan semudah membalik telapak tangan, Pemko harus serius memikirkan sejak sekarang strategi mengembalikan kejayaan Pasar Baru. Sebagai pasar kelolaan Pemko, dia tentu menjadi tumpuan pedagang dibanding pasar lain di Bumi Gurindam.

Toh, Pemko lewat BUMD dan Disdagin telah mengetahui keluhan alasan pedagang enggan menempati gedung baru bernilai ratusan miliar tadi. Isu besarnya, jadikan pedagang mitra menghidupkan pasar bukan objek pengisian pasar. Sebab, dengan ekonomi sepenuhnya mengandalkan APBD, dampak terusan dari ekonomi Pasar Baru terhitung membantu Pemko memutar uang.

Apalagi dengan APBD defisit sekarang. Jika Pemko jeli, ekonomi pasar berpotensi membantu menekan inflasi. Ujungnya, daya beli warga, terutama mereka berpenghasilan dari APBD, tetap terjaga. Sehingga ekonomi berputar lewat konsumsi publik, meskipun tak secepat Batam. Ketimbang berkoar jatah opsen pajak kendaraan menjadi darah baru APBD tahun 2025.

Peta Gentong PAD  

Sebab, kebijakan opsen pajak kendaraan bukan sebatas duit mengalir ke PAD Tanjungpinang. Tapi, juga ada kewajiban Pemko berinvestasi ke perbaikan jalan rusak, pembenahan sektor transportasi dan sebagainya. Apalagi kalau duit opsen pajak nantinya justru sebagai “opsi” menambal defisit APBD. Sebab, kalau melihat portal APBD, defisit Pemko akibat realisasi belanja daerah lebih besar dari penerimaan.

Belanja daerah, terutama belanja pegawai, menguras habis realisasi PAD. Saat sama, penerimaan PAD terutama dari retribusi daerah tak mencapai target. Belanja pegawai terutama membayar TPP. Pekerjaan besar rumah terbesar Pemko ialah menjawab haruskah ia membayar penuh TPP pegawai jika kinerja retribusi mereka tak mencapai target 100 persen.

Opsen pajak menjadi pelipur lara di Pemko Tanjungpinang lantaran sumber PAD lainnya juga sebelas dua belas. Tak heran, Sekada Zulhidayat mengaku kewajiban tunda bayar Pemko menembus angka puluhan miliar. Retribusi parkir semisal, meskipun pernah ada pilot project bayar parkir tanpa karcis. Ternyata belum terungkap hasil evaluasinya.

Kemudian Pajak Bumi Bangunan, meskipun telah 100 persen menjadi hak daerah. Tapi, Pemko agaknya belum dapat menjadikannya andalan. Terbukti, kebijakan keringanan PBB akhir tahun 2024 tak gayung bersambut. Kabar baiknya, tahun 2025 Pemko bakal menggarapnya dengan proyeksi penerimaan lebih besar setelah kebijakan NJOP terbaru.

Kabar buruknya, sektor PAD dari PBB dan turunannya setahun ke depan penuh tantangan. Pertama, kebijakan Kementerian Perumahan membebaskan retribusi PBG dan BBHTB selama beberapa bulan ke depan. Hanya di masa lalu, Tanjungpinang pernah punya catatan kelam soal pemungutan BBHTB dan berujung kasus pidana. Selanjutnya PBJT, persoalannya Tanjungpinang sebatas “transit” ke Bintan.

Kongsi Dengan Bintan

Dengan luas areal 16 kilometer persegi, skala ekonomi Tanjungpinang agaknya memang tak leluasa. Terbukti, meskipun berstatus FTZ tapi tak pernah ada investasi masuk. Usulan upah murah Sekda Zulhidayat juga sebatas usulan. Tak heran, saat Pilwako kemarin, ikhtiar membangun kota dengan menjolok duit APBN menjadi kecap jualan kontestan.

Jika terealisasi, jurus tadi bakal cespleng. Karena, sejak beberapa tahun terakhir lewat legislator DPR, Tanjungpinang terbantu sejumlah proyek APBN. Hanya, kini konfigurasi legislator DPR Kepri di Senayan justru tidak terkonsentrasi ke komisi ekonomi dan infrastruktur. Pendeknya, kecap jualan tadi akan menjadi uji kepiawaian sang KDH terkait. Kuncinya koneksi dan jejaring lobi ke pusat.

Tapi, kalau tafsir menjolok APBN, ialah sinergi membangun lewat legislatif. Tanjungpinang punya potensi lewat dana pokir secara berjenjang, DPRD kota DPRD provinsi dan DPR RI. Skenario terakhir, Pemko berkongsi dengan Pemprov Kepri dan Pemkab Bintan. Modal sekaligus tantangan terbesar Pemko ialah KDH harus sefrekuensi dengan mitra kongsinya.

Tanjungpinang memerlukan Bintan demi perluasan skala ekonominya. Skema Jabodetabek di sektor ekonomi dapat menjadi best practice-nya. Dengan Pemprov, sinergi Pulau Penyengat dan Gurindam 12 menjadi ikhtiar terbaik. Selebihnya mereka kembali harus duduk bersama membangun ekonomi Pulau Bintan, bukan sebatas ekonomi Tanjungpinang atau Bintan. Sebab, untuk sebagian, skala kemampuan PAD Pinang sekelas PBJT Bintan.

Bersama pengelolaan pasar, skenario tadi dapat menjadi resep jangka panjang menghidupkan APBD dan menggerakkan ekonomi Tanjungpinang. Sebab reformasi birokrasi (baca: ASN) belum menjadi pilihan strategis mengelola Pemko Tanjungpinang. Padahal, seperti hukum akuntansi, jika penerimaan rendah pengeluaran juga harus diperkecil. Nah, ASN Pemko menjadi kunci mengurai kutukan defisit APBD.

(*)

Bagikan
Exit mobile version