Bukan Soal Politik, Kenapa Gubernur Ansar Dan Walikota Rudi Beda Jalan?
angkaberita.id - Ternyata bukan soal politik di balik alasan Gubernur Ansar dan Walikota Rudi berbeda jalan selama ini. Alasan itu terungkap saat keduanya terlibat polemik jalan rusak di Batam. Sebab, kewenangan pemeliharaan jalan di Batam memang terbagi berdasarkan status jalan bersangkutan.
Nah, Walikota Rudi mengaku harus berbagi dengan Pemprov Kepri mengurus jalan di Batam. Khusus jalan rusak di Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk, Rudi mengaku kewenangan memperbaiki di Pemprov karena berstatus jalan provinsi. Gubernur Ansar tak menampik alasan Rudi.
Sebagai bukti, Ansar menganggarkan duit APBD di tahun 2023 sebesar Rp 7 miliar guna perbaikan jalan rusak di Batam. Hanya saja, lanjut Ansar, Pemprov Kepri tak bisa mengalokasikan lebih ke Batam karena kabupaten/kota lainnya di Bumi Segantang Lada juga perlu duit perbaikan jalan.
Rudi menyadari skala prioritas Gubernur Ansar. Karenanya, dia juga telah menetapkan skala prioritas perbaikan jalan kewenangan Pemko Batam dan BP Batam. Meski demikian, Gubernur Ansar juga sempat rerasan akan menyerahkan perbaikan jalan di Batam ke Pemko Batam.
Alasannya terkendala anggaran di APBD 2023. "Uang kita terbatas," ucap Ansar, seperti dikutip Batamnews, awal tahun 2023. Belakangan Pemprov berubah pikiran berdalih akan berkoordinasi dengan BPK soal penyerahan aset. Pemprov berkilah menunggu penyerahan aset jalan dari BP Batam lebih dulu.
Jauh sebelum itu, BP Batam berinisiatif mengambil alih perbaikan jalan kewenangan provinsi. Sebab, sejumlah ruas jalan strategis memang mengalami kerusakan sehingga berpotensi menghambat pergerakan ekonomi. Apalagi, sebagian ruas jalan rusak tadi berlokasi di dekat kawasan industri.
Walikota Batam sendiri ex officio Kepala BP Batam. Dengan status tadi, Walikota Rudi mengelola duit lebih besar dari kelolaan Gubernur Ansar. Gambaran kasar saja, APBD Batam di kisaran Rp 3 triliunan dan BP Batam di angka Rp 2 triliunan. Sedangkan APBD Kepri berkisar Rp 3 triliunan.
Nyusu Kendaraan
Berbeda dengan Batam, Pemprov Kepri menyandarkan sepenuhnya APBD dari tahun ke tahun ke pajak kendaraan bermotor (PKB). Sejak 2018, seperti dijelaskan Reni Yusneli saat menjabat Kepala BP2RD, realisasi selalu melebihi target. Boleh dikata, dengan investasi terkonsentrasi ke Batam, APBD Kepri nyusu ke kendaraan bermotor.
Selain pajak kendaraan bermotor, seperti tertuang di Perda Pajak Daerah, Kepri juga mengandalkan gentong PAD dari pungutan PKB dan turunannya. Seperti Bea Balik Nama dan Pajak BBM. Ketiganya menopang PAD ke APBD Kepri, jauh lebih tinggi dibanding pajak air permukaan dan pajak rokok. Setidaknya berdasarkan data 2022 dari BP2RD Kepri baru-baru ini.
Khusus PKB, setoran terbesar memang ke Pemprov Kepri. Meskipun kabupaten/kota juga mendapatkan bagi hasil sesuai dengan rasio ditentukan. Dengan konsentrasi jumlah kendaraan terbanyak di Kepri, wajar kontribusi PKB Batam ke APBD Kepri paling besar. Sehingga sah-sah saja, untuk sebagian, jika soal itu disinggung dalam gaduh jalan rusak di Batam.
Namun, Batam juga tak kecil-kecil amat jatah duit dari pungutan pajak daerah tadi. Malah kabupaten/kota kecipratan bagi hasil Pajak BBM lebih besar dibanding Pemprov. Hanya saja, khusus BBM non subsidi. Di Kepri, malah ada kabupaten/kota survive PAD-nya berkat bagi hasil duit bagi hasil Pajak BBM.
Konon, lantaran duit besar dari PKB dan turunannya tadi, Kepri melihat Jembatan Batam-Bintan dapat melipatkangandakannya kelak jika terealisasi. Ketimbang berharap ke kontribusi BUMD atau rencana-rencana lainnya, seperti labuh jangkar, investasi migas, perikanan dan sebagainya.
Pemprov Kepri agaknya ingin melawan pepatah, "Mengharapkan burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan". Karenanya, jalan-jalan diperbaiki di sekujur Kepri agar ekonomi bergerak dan kendaraan bermotor beranak pinak. Sebab, ujungnya gentong susu PAD dari kendaraan bermotor akan terisi kian penuh.
Tak heran, untuk sebagian, jika Gubernur Ansar dan Walikota Rudi bergaduh soal jalan rusak. Selain keduanya dikenal menjadikan infrastruktur sebagai "jalan politik" menjabat KDH, juga terdapat duit gede di balik panjang pendek atau mulus berlubang jalanan di Batam dan Kepri.
Terakhir, sebagai informasi, dengan pertambangan tiarap, manufaktur belum sepenuhnya bangkit, konstruksi menjadi pilihan masuk akal menopang PDRB masing-masing dengan menumpang APBN/APBD. Wajar, jika urusan jalan, bukan soal politik Pilgub Kepri, pada akhirnya bikin kedua KDH tadi terlibat gaduh "politik jalan"!
(*)