Soal Penghapusan Honorer PNS, Pembesar Di Kepri Ternyata Tak Senapas

gubernur ansar/foto via inilahkepri.id

Soal Penghapusan Honorer PNS, Pembesar Di Kepri Ternyata Tak Senapas

angkaberita.id - Sikap sejumlah honorer, terutama Pemprov, tak menggubris pembesar Kepri soal pengangkatan PPPK agaknya tak berlebihan. Selain tak terbuka soal kebutuhan pegawai PPPK, pembesar di Kepri juga tak senapas dalam merespon urusan penggajian mereka.

Terbukti, Gubernur Ansar Ahmad dan Sekdaprov Adi Prihantara tak sinkron soal penghapusan 7 ribuan honorer PNS, meskipun diperlukan tenaganya, tapi juga membebani APBD Kepri. Bahkan, Gubernur Ansar menegaskan Pemprov tak lagi merekrut honorer PNS, kecuali mengganti mereka berhenti atau mengundurkan diri.

"Seluruh OPD di Pemprov Kepri juga sudah kita surati agar tidak boleh menambah-nambah THL baru karena kita tidak memiliki anggaran untuk penggajian," kata Ansar, seperti dikutip presmedia, Senin (13/6/2022). Anehnya, Sekdaprov Adi mengklaim penggajian mereka tak membebani APBD.

Dalihnya, sebut Adi, setiap tahun memang sudah dianggarkan sesuai aturan dan mekanisme berlaku. Alasan lainnya, Pemprov tak ingin terjadi penambahan pengangguran. "Kita tentu tidak ingin kebijakan penghapusan honorer, justru memicu meningkatnya angka pengangguran terbuka," seperti ditulis VOI mengutip laporan Antara, Jumat (10/6/2022).

Padahal, tahun lalu, soal honorer PNS juga sempat bikin gaduh. Pemicunya, tudingan bikin APBD defisit, meskipun dibantah Sekdaprov waktu itu. Klaim dan bantahan seperti itu, untuk sebagian, sah-sah saja. Sebab, kebijakan penghapusan honorer tahun 2023 memang tak ada urusan dengan APBD.

Substansi penghapusan honorer PNS tahun depan, seperti diakui pejabat BKN, penataan sistem kepegawaian. Sebab, sesuai UU ASN, hanya dikenal PNS dan PPPK dalam status kepegawaian aparatur sipil negara. Di luar itu, jika Pemda, termasuk di Kepri, tetap mempekerjakan setelah tahun 2023 harus tunduk pada ketentuan UU Ketenagakerjaan, termasuk menggaji mereka sesuai UMK.

"Kami luruskan, bahwa penghapusan tenaga honorer di lingkungan pemerintahan ini karena pemerintah pusat ingin (menata) sistem kepegawaian," tegas Tauchid Jatmiko, Kepala BKN Kantor Regional III Jawa Barat, seperti dilansir Republika, Sabtu (18/6/2022). "Sekarang ingin dibenahi pemerintah keberadaan pegawai (Pemda) digaji tidak sesuai UMR," imbuh dia.

PHK Massal?

Jika Pemprov mengklaim APBD Kepri tak kelimpungan menggaji honorer PNS, Pemkab Karimun justru blak-blakan. Bupati Karimun mengaku tak sanggup kalau harus menggaji mereka sebesar UMK. Karena itu, Bupati Aunur Rafiq bersurat ke Menteri Tjahjo Kumolo. Intinya, meskipun bertahap, Pemkab berharap seluruh honorer PNS sekarang dapat diangkat menjadi PPPK.

Rafiq agaknya tak ingin kejadian di tahun 2021 terulang. Saat itu, Pemkab nyaris mem-PHK sebagian besar dari sekitar 8 ribuan honorer mereka. Pemkab Karimun tak sendirian. Suara pemangkasan mereka juga terdengar di Natuna. DPRD setempat bahkan, jika kondisinya mengharuskan, tak menolaknya.

Terbaru, Pemko Tanjungpinang juga mengakui, belanja pegawai mereka habis sepertiganya membayar pengeluaran honorer PNS. Kepala BKPSDM, Thamrin Dahlan mengakui, dengan jumlah honorer menembus 3 ribuan menguras alokasi belanja pegawai di APBD Tanjungpinang, hingga 42 persen.

"Cukup tinggi memang, sedangkan pemerintah pusat membatasi gaji pegawai, termasuk PNS cuma 30 persen," kata Thamrin, seperti dikutip Batampos, pekan lalu. Bahkan, menurutnya, kalau penghapusan mereka tahun 2023 tak terelakan, APBD Tanjungpinang kian berdarah-darah. Sebab, pengeluaran nantinya bakal menjadi dua kali lipat, dengan asumsi mengalihkan mereka menjadi tenaga outsourcing alias alih daya.

"Jika PTT dan THL dijadikan outsourcing yang harus berlindung di perusahaan yang menaunginya maka perusahaan ini harus membayarnya sesuai UMK, yaitu Rp 3 juta," sebut Thamrin. Selama ini, Pemko menggaji honorer, masing-masing, PTT sebesar Rp 2,3 juta dan THL sebesar Rp 1,6 juta per bulan.

(*)

Bagikan