Modus Mafia Tanah, Ajukan Gugatan Abal-abal Dan Main Suap Di Pengadilan!

berbekal surat-surat dan dokumen palsu, komplotan mafia tanah berusaha menguasai lahan secara ilegal. modusnya saling gugat perdata di pengadilan/foto ilustrasi via luwuktimes.id

Modus Mafia Tanah, Ajukan Gugatan Abal-abal Dan Main Suap Di Pengadilan!

angkaberita.id - Selain gugatan perdata lahan sengketa akal-akalan, modus mafia tanah memuluskan aksi lancungnya ialah menyuap di lembaga pengadilan. Tak heran, terjadi saling balas gugatan di pengadilan sehingga pemilik asli lahan tak dapat mengeksekusi kepemilikan lahannya.

Modus suap di pengadilan terungkap dari penjelasan Kementerian ATR/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Praktik supa di pengadilan disebut masih menjadi modus paling sering dipakai mafia tanah.

Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, Kementerian Agraria, dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Brigjen Pol. Daniel Aditya mengungkapkan, para mafia tanah biasanya membeli tanah-tanah berperkara di pengadilan. Mereka lalu memberi suap kepada aparat penegak hukum sehingga putusan berpihak kepada kelompok mafia tanah itu.

"Kalau sudah seperti itu, arahnya juga tipikor (tindak pidana korupsi)," sebut Aditya seperti dilansir Katadata mengutip laporan Antara, Kamis (9/12/2021). Kata Aditya, tak jarang mereka juga melakukan rekayasan gugatan di pengadilan demi mendapatkan hak atas tanah lewat jalur resmi. “Padahal baik penggugat maupun tergugat merupakan bagian dari kelompok mafia tersebut," jelas dia.

Nah, terkait kejadian itu, dia mengimbau pengadilan lebih berhati-hati dan teliti mencermati setiap gugatan terkait dengan kasus pertanahan mereka terima. Dengan demikian, mafia tanah secara yuridis tidak bisa menguasai tanah yang bukan menjadi haknya. Modus lainnya, menurut Aditya, para mafia tanah juga biasa menggunakan hak tanah palsu.

Dengan demikian, data hak palsu pun dapat menjadi legal karena adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Ada pula mafia tanah yang melakukan gugatan tiada akhir. Tindakan seperti itu, kata dia, menimbulkan banyaknya putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap namun isinya bertentangan satu sama lain.

Akibatnya, putusan pengadilan tidak dapat dijalankan atau dieksekusi dan tanah pun tidak dapat dimanfaatkan oleh para pemilik asli. Menekan modus-modus tadi, dia mengimbau para hakim, terutama dari Mahkamah Agung, untuk memberitahukan kepada Kementerian ATR/BPN apabila menemukan gugatan ataupun putusan yang bertentangan antara satu sama lain.

"Perwakilan dari Mahkamah Agung bisa memberitahukan kepada kami apabila ditemukan gugatan ataupun putusan yang bertentangan satu sama lain. Ini bisa menjadi referensi kami untuk melakukan penanganan selanjutnya dalam bidang administrasi pertanahan," imbau Aditya.

(*)

Bagikan