INSIDE BPS: Pemda Di Kepri Paling ‘Takut’ Dengan Cabai, Kenapa?

belakangan harga cabai di sejumlah daerah melonjak tinggi harga cabai di kepri termasuk paling tinggi/foto Vebma.com via suara.com

INSIDE BPS: Pemda Di Kepri Paling ‘Takut’ Dengan Cabai, Kenapa?

angkaberita.id – Kendati tak menampik menu kuliner berasa pedas, namun cabai masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian Pemda di Kepri. Tak heran, berbagai cara ditempuh demi menjinakkan si cabai. Kenapa?

Bukan soal rasa pedasnya, namun keberadaan cabai kerap memicu terjadinya lonjakan Indeks Harga Konsumen (IHK), biasa dikenal dengan istilah inflasi. Selain mengurangi kemiskinan dan pengangguran, tugas bulanan terberat pemerintah di Kepri ialah mengendalikan kenaikan harga cabai.

Sebab, inflasi tak terkendali menggerus pendapatan sekaligus menjadikan penghasilan bulanan menjadi tak seberapa akibat naiknya harga komoditas utama di pasaran. Ujungnya, secara teori, jika tak semua tak terbeli, berarti terjadi kontraksi daya beli atau mengular jumlah warga miskin akibat tak sebandingnya pendapatan dengan pengeluaran.

Karena itu, khusus cabai dan terutama komoditas non endemik di Kepri, berusaha mendatangkan langsung dari daerah penghasilnya, meskipun harus diterbangkan dengan pesawat.

Tujuannya, ialah memutus panjangnya mata rantai distribusi hingga ke konsumen di Kepri. Berhasilkah? Berdasarkan data BPS Kepri, cara seperti itu, untuk sebagian, cukup manjur. Sehingga, meskipun terjadi kenaikan harga, kondisinya terbilang terkendali. Imbasnya, tetap terjadi inflasi, bahkan secara tahunan masih di atas rata-rata nasional.

Berdasarkan data, selama lima tahun terakhir, inflasi di Kepri selalu di atas rata-rata inflasi nasional. Secara teori, Pemda belum sepenuhnya berhasil mengendalikan fluktuasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sekaligus patokan terjadinya inflasi atau deflasi di Bumi Segantang Lada.

Artinya, inflasi masih menjadi pekerjaan rumah tersulit sejumlah Pemda di Kepri, meskipun Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) di Kepri, terutama komoditas beras sepanjang 2019, terbilang tak terlalu menguras dalam biaya dapur konsumen akhir setibanya di Kepri.

courtesy bps kepri

Komoditas beras semisal, secara nasional, MPP di Kepri tertinggi ke-4 setelah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Maluku. Kondisi Kepri bukan daerah penghasil memicu tingginya margin hingga ke konsumen akhir. Namun harga beras di pasar terbilang stabil dan terkendali. Peta distribusi beras di Kepri distribusinya terbilang pendek dari produsen hingga konsumen akhir.

MPP beras di Kepri sebesar 29.03 persen cabai merah 71,41 persen, bawang merah 28,81 persen dan daging ayam ras 45,59 persen. Bahkan, khusus bawang merah MPP Kepri di tahun sama, terendah ke-5 secara nasional di setelah Jambi, NTB, Jateng dan Bali. Jambi, seperti Kepri, bukanlah daerah penghasil.

Lalu kenapa tetap saja terjadi inflasi? Berdasarkan data, sepanjang tahun 2020 kelompok makanan, minuman dan tembaku selalu berandil terhadap kenaikan IHK di Kepri. Kecuali emas perhiasan dan pengeluaran sekolah, komoditas pemicu inflasi selalu dari kelompok itu.

Bahkan, pada bulan tertentu pengeluaran rokok menjadi andil terbesar kenaikan IHK. Wajar, jika Mensos Tri Risma Harini, berseloroh jangan habiskan bansos, setelah di tangan, buat beli rokok meskipun pemerintah pusat ikut membantu mengendalikan dengan menaikkan cukai sehingga harga rokok menjadi lebih mahal dari sebelumnya. (*)

Bagikan