Jika Disetujui, Penentuan UMP Bakal Berpatokan Data Upah BPS?

jika rancangan peraturan pemerintah tentang pengupahan disetujui, ke depan penentuan upah berpatokan data median upah dari bps/foto via tribunnews.com

Jika Disetujui, Penentuan UMP Bakal Berpatokan Data Upah BPS?

angkaberita.id – Berbeda dengan ketentuan sekarang, jika Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan disahkan, data median upah dari BPS bakal menjadi rujukan menentukan UMP sekaligus menjadi satu dari sekian variabel penentuan UMP.

Kalangan pengusaha mengklaim ketentuan penetapan upah minimun dalam RPP Pengupahan dalam pembahasan, lebih mencerminkan kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan di daerah. Ujungnya, kondisi itu lebih mendorong penciptaan lapangan kerja.

“Ketentuan kali ini lebih mencerminkan kondisi riil kemampuan ekonomi dan ketenagakerjaan daerah,” kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani, seperti dilansir bisnis.com, Minggu (7/2/2021). Dengan rumusan baru, kata Shinta, tidak akan menyebabkan upah minimun menjadi tertekan.

Karena, dia memastikan penetapan mengacu data rilisan BPS. “Dengan adanya tiga variabel berupa paritas daya beli, penyerapan tenaga kerja, dan median upah, ini bisa mengurangi kesenjangan upah minimum antar wilayah,” klaim Shinta.

Selain mengurangi kesenjangan, rumusan baru juga akan memacu pertumbuhan upah minimun di daerah relatif masih rendah dibandingkan dengan standar hidup daerah itu. Pun, formula baru juga menekan laju pertumbuhan upah minimum di daerah sudah terlalu tinggi dibandingkan dengan stanadar hidup.

Nah, berbeda dari regulasi pengupahan sebelumnya, RPP Pengupahan menyebutkan upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan, sedangkan upah minimum kota/kabupaten ditentukan berdasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi kota/kabupaten yang bersangkutan.

Adapun kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dimaksud mengacu paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan median upah bersumber data BPS. Ketentuan sekarang, PP No. 78/2015 tentang Pengupahan, upah minimum mengacu standar kehidupan layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan penyesuaian upah minimum setiap tahun dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Direktur Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan Dinar Titus Jogaswitani mengemukakan formulasi baru akan diterapkan pada kabupaten/kota belum memiliki upah minimum kota/kabupaten.

“Jadi jika daya beli di daerah tersebut makin bagus, upahnya akan mengikuti. Kalau tingkat pengangguran sedikit artinya penyerapan tenaga kerja bagus, dengan demikian upah juga lebih baik,” kata Dinar, terpisah. Dia menambahkan, variabel baru penghitungan UMP didasari survei BPS, akan merefleksikan tingkat kemampuan pengusaha memberi upah pada pekerja pemula.

Katanya, formulasi terbaru akan lebih adil, baik bagi pekerja maupun pemberi kerja. “Sebelumnya ketika daya beli suatu daerah rendah tetapi UMK harus lebih tinggi dari UMP, perusahaan tidak mampu bayar. Padahal tidak ada penangguhan,” kata Dinar.

(*)

Bagikan