Serangan DBD Lebih Menakutkan Dibanding Virus Wuhan, Benarkah?

serangan virus wuhan telah menyebar ke 16 negara di tiga benua. sedikitnya 107 orang meninggal akibat serangan yang mulanya berjangkit di wuhan, china/foto via kabar24.bisnis.com

Serangan DBD Lebih Menakutkan Dari Virus Wuhan, Benarkah?

angkaberita.id – Di tengah merebaknya serangan virus wuhan ke sekujur dunia, termasuk status kesiagaan tinggi di 3 daerah di Kepri, terlontar pernyataan pejabat kesehatan di Kepri terkesan mengecilkan bahaya infeksi itu dibandingkan serangan demam berdarah dengue.

Padahal serangan virus wuhan terus menyebar ke berbagai belahan dunia. Data terbaru hasil tracking Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat, per 28 Januari 2020 pukul 18.00 waktu Amerika Serikat, atau per 29 Januari 2020 pukul 10.54 WIB, telah 131 korban meninggal.

Di tanah air, sejauh ini memang belum dilaporkan kasus positif virus wuhan. Kendati demikian, Kemenkes telah menyiagakan sejumlah rumah sakit menjadi rumah sakit rujukan. Kepri dalam data Kemenkes, terdapat 3 daerah dengan status kewaspadaan tinggi, yakni Batam, Tanjungpinang dan Karimun.

Lalu seberapa cepatkah penularan virus wuhan begitu berjangkit ke seseorang? Statista dalam laporannya menulis, sangat sulit mengetahui pasti seberapa cepat penularan dan berjangkitnya virus itu ke seseorang.

Namun kajian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam rilis terbarunya yang dikutip majalah Jerman, Der Spiegel menulis, setiap kasus seorang terjangkit virus wuhan bisa menular ke 1,4-2,5 orang lain. Namun analisis itu bersifat asumsi lantaran banyak faktor pengaruh lainnya, seperti aktivitas pasien terserang virus wuhan.

Namun dibanding dengan serangan virus atau infeksi lainnya, serangan virus wuhan terbilang lebih rendah daya tularnya ke orang lain. Paling tinggi risiko menular ialah infeksi campak. Kemudian cacar. Selanjutnya polio dan di urutan berikutnya ialah infeksi kelenjar ludah (mumps).

Baru kemudian HIV/AIDS, serangan infeksi SARS, influenza dan terakhir, Ebola. Infeksi virus wuhan berada di antara Ebola dan Influenza. Lalu bagaimana dengan kasus demam berdarah?

Berdasarkan penjelasan WHO, setidaknya ditemukan 50 juta-100 juta kasus DBD setiap tahunnya, dan 3 miliar orang berdiam di negara endemik DBD. Tahun 2016, seperti ditulis CNN Indonesia, mengacu data WHO disebut kasus DBD di tanah air terbesar ke-2 di antara 30 negara endemis DBD di Asia Pasifik.

Riset Katadata, berdasar data 2016 terdapat 4 provinsi dengan kasus tertinggi DBD. Kabar baiknya, Kepri tidak masuk di dalamnya. Kendati pada periode itu kasus kematian akibat DBD menurun, namun kasus terjadinya serangan DBD justru terus bertambah. Bahkan, beberapa dekade sebelumnya sejumlah provinsi mengalami kondisi kejadian luar biasa (KLB).

Tren itu terus berlanjut, terbukti di awal tahun 2019, seperti dikutip Kumparan, kasus serangan DBD meningkat dibanding tahun 2018. Kemenkes mencatat tahun 2018 terdapat 584 kasus DBD dari 6 provinsi, namun di awal 2019 hingga pekan ketiga Januari, telah 9.868 kasus DBD di 34 provinsi di tanah air, dengan jumlah meninggal total sebanyak 94 jiwa.

Namun berbeda dengan serangan virus wuhan, serangan DBD meskipun sama-sama infeksi virus, menularnya melalui gigitan langsung nyamuk aedes aegypti.

Tak heran di publik sempat mengundang komentar sewaktu petinggi di Kemenkes RI dan Kepri berkomentar sedikit mengecilkan bahaya virus wuhan, meskipun secara teori sejatinya tak ada komentar yang berbeda dengan analisis data WHO di atas, jika merujuk karakter endemiknya. (*)

UPDATE: Sebelum diberikan pengayaan soal penyakit DBD, artikel ini berjudul Daya Tular Virus Wuhan Kalah Dari Serangan Flu, Benarkah?

Bagikan