angkaberita – PLN Batam sukses menekan angka pencurian listrik meskipun modus pelaku kian canggih. Terbaru, kini angka kehilangan daya akibat pencurian di level 2,7 persen, turun dari sebelumnya di kisaran 3-4 persen per tahun. Namun kasus itu masih menjadi pekerjaan rumah tahunan PLN Batam.
“Ini pencapaian baik, tapi masih perlu terus diawasi, modusnya makin canggih,” kata Raditya Suryadanu, Direktur Bisnis Dan Pengembangan Usaha PLN Batam, seperti ulasan tulis, kemarin. Pencurian paling sering berupa penyambungan listrik ilegal.
Kemudian memperlambat putaran meteran, hingga memodifikasi kapasitas daya agar tampak lebih rendah dari kenyataannya. Semisal pelanggan seharusnya pakai daya 6A, diam-diam pasang mesin kapasitas 20A atau mengganti MCB buat mengelabui sistem pencatatan.
Selain pencurian listrik sengaja, ada juga kasus tak sengaja lantaran pelanggan “mewarisi” pelanggaran pelanggan sebelumnya. Semisal pelanggan menempati rumah bekas, ternyata penghuni atau pemilik sebelumya telah memodifikasi listriknya.
Motif Pencurian Listrik
Nah, kata Raditya, PLN mengenakan denda dengan pelanggan mencicil pembayarannya. Pemutusan listrik menjadi opsi terakhir jika tidak terlunasi denda. Langkah selanjutnya melibatkan kepolisian dan laboratorium memastikan temuan pelanggaran di lapangan.
Deteksi dilakukan lewat sistem pencatatan elektronik KwH meter. PLN Batam dapat melihat fluktuasi penggunaan listrik secar detail. Meteran analoh, PLN mengecek secara manual melihat pola konsumsi daya pelanggan.
Motif pelaku terdesak kebutuhan daya terpasang, terutama keperluan usaha rumahan. Hanya mereka memilih jalan pintas ketimbang mengajukan tambah daya secara resmi. Langkah penertiban melalui program Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), PLN Batam berhasil menekan kerugia per bulan hingga Rp 800 juta, atau Rp 9,6 miliar per tahun.
Kata Raditya, pencurian listrik tak hanya merugikan negara tapi juga memicu ketidakadilan pemakaian listrik. Sanksinya jelas di UU NO. 30/2009, Pasal 51 (3) yakni pidana penjara hingga 7 tahun, dan denda maksimal Rp 2,5 miliar. (*)