Hasil Survei Kenaikan Harga BBM, Kenapa Penolakan Berangsur Melemah?
angkaberita.id - Sebagian besar kaum perempuan menolak kenaikan harga BBM. Begitu juga mereka berusia di bawah 21 tahun, justru paling resisten kebijakan "turun temurun" hampir setiap presiden di Tanah Air itu.
Setidaknya itulah hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) besutan Burhanuddin Muhtadi. Perempuan lebih banyak menolak dibanding laki-laki. Responden belia juga paling resisten dengan kenaikan harga BBM. Survei dilakukan 25-31 Agustus 2022, sebanyak 71,8 persen responden tahu rencana kenaikan harga BBM.
Sepekan kemudian, survei 5-10 September 2022, jumlah responden mengaku tahu rencana kenaikan menjadi 90,7 persen, dua hari setelah kenaikan harga BBM secara resmi. Uniknya, persentase warga setuju kenaikan BBM justru meningkat menjadi 24 persen dari 18 persen pada survei sebelumnya.
"Kita bisa punya tafsir apakah karena sudah menjadi kebijakan, akhirnya masyarakat nggap punya pilihan lain, kecuali setuju," kata Muhtadi, seperti dilansir detikcom, Minggu (18/9/2022). Atau, lanjut dia, alasan pemerintah menaikkan harga BBM mulai diterima publik.
Cepat Berubah
Yakni, pengalihan subsidi BBM ke warga kurang mampu akibat selama ini subsidi tidak tepat sasaran, karena hanya dinikmati kalangan berduit. Sebagai gambaran, kecuali negara di Timur Tengah, Indonesia merupakan negara importir BBM pemberi subsidi ke warga negara.
Temuan survei, penolakan sebelum dan setelah kenaikan harga BBM juga berubah. Kecenderungan justru menurun penolakan, meski mayoritas tetap menolak kebijakan pemicu kenaikan harga berefek domino itu.
Data IPI, mayoritas responden menolak kenaikan sebelum harga BBM naik: kurang setuju 33,6 persen, tidak setuju sama sekali 45,1 persen. Jika diakumulasi sebanyak 78,7 persen. Tapi, setelah harga resmi naik, sebanyak 36,4 persen kurang setuju, tapi hanya 37,9 persen responden saja tidak setuju sama sekali. Total, sebanyak 74,3 persen responden menolak, alias turun.
"Overall yang tidak setuju masih sangat besar, di saat rencana kenaikan 78 persen menolak, kurang setuju atau tidak setuju sama sekali," beber Muhtadi. Berdasarkan gender, responden laki-laki setuju 30,9 persen, menolak 67,2 persen. Perempuan setuju 17,2 persen, menolak 81,4 persen. "Uang belanja tidak bertambah tapi inflasi," simpul Muhtadi.
Segi usia, mereka berusia di bawah 21 menolak kenaikan harga BBM sebanyak 86,6 persen, usia 22-25 tahun sebanyak 78,9 persen, usia 26-40 tahun sebanyak 75,5 persen, usia 41-55 tahun sebanyak 72,7 persen, dan di atas 55 tahun sebanyak 64,8 persen. Per 3 September, pemerintah menaikkan harga BBM, termasuk Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter. Pertalite BBM bersubsidi.
Di Kepri, respon Pemda menghadapi dampak kenaikan harga BBM cenderung konservatif dengan membagikan BLT dan menaikkan tarif transportasi laut. Cara kreatif terlihat di Pemko Makassar, Walikota menerbitkan kebijakan "Ojol Day", sehari tanpa kendaraan dinas dan pribadi ke kantor dan aktivitas kedinasan!
(*)