Digitalisasi UMKM Di Kepri, Bukan Melawan Nubuat Jayabaya!
angkaberita.id – Bagi sebagian kalangan, digitalisi UMKM seperti menjadi jawaban nubuat Jayabaya dalam ramalannya: Pasar Hilang Keramaiannya! Bahasa bisnisnya, kondisi itu suatu keniscayaan seiring kemajuan teknologi, dan justru kabar baik bagi UMKM di pelosok negeri. Kenapa?
Kendati dua kali usahanya tersuruk, Yudi mengaku tak kapok mencobanya lagi. Dia juga masih akan memercayakan cara pemasarannya melalui “mulut digital”, yakni medsos seperti grup WA. Bahkan, dia sudah ada berancang-acang di usaha barunya ke depan, memaksimalkan medsos, meskipun belum bakal jor-joran semisal dengan membuat website khusus usahanya.
“Sementara ini istirahat dulu, tapi nanti kita akan rintis lagi usaha serupa,” kata Yudi, Pemilik Abdurahman Hanif Farm di Tanjungpinang, usaha ayam petelur probiotik, Senin (25/10/2021). Berbeda dengan sebelumnya, dia akan merencanakan strategi penjualannya per perumahan, dengan tetap mengandalkan medsos, sebagai tenaga pemasaran utama.
“Tetap pakai (medsos), kalau nggak bisa kalah bersaing,” tegas bapak empat anak itu. Dia meyakini, pada usaha sebelumnya cara penjualan melalui medsos membantu omzetnya. “Selalu ada terjual,” katanya. Namun karena keterbatasan modal usaha, dan risiko tinggi usahanya, dia terpaksa menutup sementara usaha.
Sebelum menekuni usaha penjualan telur probiotik, dia menjual daging ayam probiotik. Bahkan, dia sendiri turun meracik ramuan probiotik sehingga daging ayam terasa lebih enak, dan kenyal dagingnya. Kelebihan probiotik katanya, kotoran ayam tidak berbau. Sehingga tidak menjadi limbah pencemaran udara.
Saat itu, pelanggannya sudah terbentuk, meskipun belum sebanyak pemain besar. Seperti warung ayam penyet, dan terutama ibu-ibu rumah tangga. Dia memang sengaja melayani pelanggan rumahan, alias konsumen pertama dan terakhir. Dia mengenalkan usahanya melalui mulut ke mulut, khususnya lewat WA.
Pembeli cukup WA, nanti diantar tanpa penambahan biaya. Strategi itu, menurutnya, demi membangun kepercayaan kepada pelanggan, terutama pelanggan baru. Namun, upayanya ternyata belum sesuai harapan. Mahalnya harga pakan, dan risiko klasik peternakan rumahan membuat arus keuangan usahanya tertatih seiring pandemi COVID-19 selama hampir dua tahun terakhir.
Dia berhenti, sebelum mencoba berganti usaha telur ayam probiotik. Usaha telur ayamnya, seperti daging probiotik, juga bergayung sambut. Pelanggan mulai berdatangan, bahkan dia bisa menambah kandang ayam petelurnya menjadi lebih luas. Namun tantangannya tak berubah, harga pakan dan tetek bengek risiko melekat di peternakan ayam.
Namun, dia mengakali dengan bermitra ke pihak ketiga, menyewakan sebagian kandang kepada mereka demi menekan biaya pengeluaran. Namun, belakangan perkembangan usahanya menyusul usaha pertamanya. Kini, dia beristirahat dulu sembari menimbang-nimbang jenis usaha lainnya, termasuk melanjutkan usaha selama ini, dengan pendekatan berbeda.
“Insya allah, kita akan buka lagi, mungkin sedikit berbeda,” kata dia tanpa merinci. Namun, dia memastikan, medsos masih akan menjadi sales andalannya. Lain Yudi, lain pula Tatik. Perempuan paruh baya ini, lazimnya ibu rumahan dengan usaha sampingan, dia hanya fokus pada kualitas produk. Tatik menjual jamu tradisional seperti kunir asam, beras kencur dan sebagainya.
Soal penjualan, atau pemasaran sang anak menjadi andalan termasuk pengantaran ke pelanggan. Lewat sang anak, jamu racikannya dikenal di Tanjungpinang. Melalui Instagram, sang anak aktif mengedukasi pelanggan, terutama netizen, soal jamu. Seperti Yudi, hasilnya bukannya tak ada. Tak sedikit pelanggan membeli setelah melihat tawaran produknya instagram.
Keniscayaan Digital
Dengan tantangan masing-masing, Yudi dan Tatik mewakili gambaran masa kini lanskap usaha di Tanah Air, terutama di masa pandemi COVID-19. Digitalisasi UMKM merupakan keniscayaan, paling tidak agar dikenal calon pembeli. Hanya saja, mereka belum tersentuh skema Kemenperin akibat keterbatasan selama pandemi COVID-19.
Meskipun Kemenperin mendorong digitalisasi UMKM, tapi lengan kebijakan mereka juga memiliki keterbatasan. Jauh sebelum pandemi, Kemenperin sejak tahun 2017 mendorong UMKM mengaplikasi teknologi digital, terutama dalam aspek pemasaran.
Transformasi digital seiring perubahan perilaku konsumen, terutama cara belanja konvensional ke digital. Digitalisasi UMKM diharapkan menjawab kebutuhan konsumen mager alias malas gerak. Plt. Dirjen Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita sudah melihat itu jauh hari, dan merintis kebijakan e-Smart IKM.
Bentuknya, seperti dilansir Katadata, seperti pelatihan dan pendampingan kepada UMKM sehingga mampu memasarkan produk lewat platform digital. Hingga tahun lalu, telah belasan ribu Industri Kecil Menengah (IKM) berpartisipasi. “Program ini diharapkan agar produk-produk IKM nasional memiliki kualitas dan berdaya saing global, dengan memanfaatkan platform digital seperti e-commerce, website dan media sosial,” sebutnya, Minggu (24/10/2021).
Persoalannya, kebijakan-kebijakan serupa belum terkonvergensi, bahkan di antara kementerian sendiri. Terbukti, Kemenperin memiliki kebijakan sendiri, begitu juga Kemenkop dan UMKM juga memiliki kebijakan sendiri, meski sasarannya sama, yakni IKM. Di daerah, jurang kebijakan mereka kian menganga, dengan kemungkinan duplikasi sehingga sasaran tidak meluas, tapi itu-itu saja.
Di Kepri, Pemprov berusaha menengahi karut marut itu dengan menyubsidi bung kredit UMKM dari Bank Riau Kepri. Pelaku UMKM dapat mengajukan kredit senilai tertentu, dengan Pemprov membayar bunga pinjaman tadi. Gubernur Ansar berharap upaya itu dapat membuat UMKM di Kepri bertahan hidup, syukur-syukur berkembang.
Data Kemenkop UMKM Kepri, per Agustus 2020, terdapat 16 ribu UMKM di Bumi Segantang Lada. Mereka diusulkan mendapatkan bantuan. Namun dengan sebaran 275 desa di tujuh kabupaten/kota, persaingan mendapatkan bantuan menjadi sangat tinggi. Tak heran, banyak memilih bertahan dengan cara masing-masing tanpa menunggu uluran tangan pemerintah.
Yudi termasuk di antaranya. Dia memilih menjalankan usahanya dengan kemampuan sendiri. Meskipun belum melirik platform e-commercer seperti Tokopedia, dia meyakini digitalisasi usaha keniscayaan. Di Kepri, plaftform lokal seperti Tokopedia bukannya tak ada. Meski belum berkonsep pasar digital, mereka lebih spesifik komoditas jualannya, semisal ikan atau syaur mayur. Keduanya di Batam dan Tanjungpinang.
Begitu juga di Natuna, kabupaten tapal batas utara di Kepri, juga terdapat platform “Tokopedia” bercitara rasa lokal. Di Tanah Air, Tokopedia merupakan satu di antara sekian perintis e-Commerce. Cara kerja dan strategi mereka telah menginspirasi banyak UMKM mereplikasi kesuksesannya di level lokal.
Tantangan Tokopedia, saat ini, turun ke daerah ke perdesaan membuat inkubasi digitalis UMKM, termasuk di Kepri. Karena, UMKM tak terbatas di perkotaan, tapi banyak juga tersebar di perdesaan. Geografi Kepri daerah kepulauan menjadikan “DNA” Tokopedia menjadi jangkar dan terobosan pemberdayaan UMKM.
Dengan digitalisasi ala Tokopedia, meskipun di ujung pulau asal ada koneksi internet, dia dapat mengedukasi calon pembeli di mana saja. Pada titik itu, Tokopedia ditantangan keberaniannya turun, dengan inovasinya sejauh ini, terutama di masa pandemi COVID-19. (*)