COVID-19 Di Kepri (1): Habis Jokowi Datang, Banyak Perintah Ansar. Efektifkah?

presiden jokowi memberikan pengarahan ke gubernur ansar ahmad saat kunjungan ke kepri, rabu (19/5/2021). presiden meminta ansar mengurus pandemi dan penyerapan anggaran. sebab, kasus pandemi tinggi, serapan apbd juga rendah/foto ist via kumparan.com

COVID-19 Di Kepri (1): Habis Jokowi Datang, Banyak Perintah Ansar. Efektifkah?

angkaberita.id - Satgas COVID-19 di Bumi Segantang Lada tak perlu berlindung di balik kabar terdeteksinya varian baru COVID-19 menjawab kritik atas melonjaknya angka kasus baru selama hampir dua bulan terakhir di Kepri, khususnya Batam dan Tanjungpinang.

Perlu keberanian mengakui ada yang kurang berjalan dengan penanganan pandemi selama ini, termasuk kendala klasik koordinasi lintas Satgas COVID-19, atau masih sporadisnya langkah menekan penyebaran pagebluk akibat tiadanya strategi tunggal menghadapi pandemi di level Kepri.

Terbitnya sejumlah kebijakan, secara beruntun, melalui "perintah" gubernur beberapa waktu terakhir, seperti kewajiban tes antigen perjalanan antarpulau, pembatasan kegiatan sosial termasuk keharusan take away di rumah makan, isolasi terpusat dan penyediaan karantina di tingkat RT/RW, merupakan bukti masih belum terpadunya penanganan pandemi di Kepri.

Apalagi, perintah itu, sebagian besar muncul, setelah perintah khusus Presiden Jokowi sewaktu berkunjung ke Kepri dua pekan lalu menyusul lonjakan kasus COVID-19. Tekanan khusus pusat ke Kepri penting lantaran Kepri, khususnya Batam, merupakan satu dari sekian pusat pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.

Jika ekonomi di Kepri tak pulih-pulih, isyarat pemulihan ekonomi secara nasional juga tak secepat harapan Presiden Jokowi, yakni perekonomian tumbuh 7 persen di tiwulan II tahun 2021. Karena, turunnya kasus prasyarat terealisasinya harapan itu. Premisnya sederhana, dengan kasus rendah, termasuk di Kepri, kepercayaan publik bakal meningkat.

Pada gilirannya, kepercayaan itu mendorong peningkatan konsumsi publik. Presiden, dalam situasi sekarang, hanya bisa mengandalkan konsumsi publik dan belanja pemerintah, terutama belanja modal, sebagai penopang perekonomian, di saat sektor lainnya terkapar.

Perhebat Prokes

Tingginya vaksinasi di Kepri, dan janji Presiden Jokowi memprioritaskan vaksin bagi Kepri, khususnya Batam, terutama vaksinasi Lansia dan pekerja, sejatinya merupakan modal besar Gubernur Kepri.

Gubernur Ansar dapat memaksimalkan seluruh inisiatif penanganan pandemi selama ini, dengan memperhebat Prokes, dan atau mencoba sejumlah inisiatif belum dicoba sejauh ini, seperti tracing Komorbid di Kepri.

Kenapa perhebat Prokes dan fokus lacak Komorbid? Pengalaman Singapura menjadi guru terbaik. Prokes menjadi andalan mereka menekan laju serangan COVID-19, kendati mereka tak sanggup menghalau serbuan varian terbaru. Terpaksa, mereka lockdown selama sebulan lebih hingga Juni mendatang.

Tanpa Prokes maksimal, Singapura dipastikan bakal jebol kapasitas sistem kesehatan publiknya. Kepri perlu memperhebat Prokes, bukan lagi memperketat Prokes, karena satu-satunya cara menekan penyebaran varian baru COVID-19 ialah disiplin Prokes. Selain berpayung hukum Perda, efektivitas Prokes juga bergantung aktualisasi langkah penegakkan aturan.

Di Singapura berupa pencabutan KTP, meskipun efektivitas aturan tak berbanding lurus dengan bentuk sanksi, atau besar kecil denda pelanggaran. Namun lebih dari itu, tergantung kepercayaan publik. Pendeknya kepemimpinan. Nah, kepemimpinan, terutama kepala daerah, menjadi unsur pertama dan utama penegakkan aturan.

Bentuknya, kepala daerah tentu lebih paham di luar kepala. Apalagi, khusus Kepri, Gubernur Ansar memiliki belasan staf khusus untuk keperluan merumuskan itu. Dengan segala plus minusnya, Gubernur Ansar berusaha melakoninya.

Cukupkah? Tidak mudah menjawabnya. Sebab kasus di Kepri terus bertambah. Per 27 Mei 2021, kasus aktif di Kepri sebanyak 2.386 orang, akumulasi kasus positif sebanyak 15.696 orang, meninggal 339 orang.

Imbauan Gubernur Ansar soal ASN menjadi role model penanggulangan pandemi, terutama Prokes juga jauh panggang dari api. Karena sebagian besar mereka masih banyak mengisi kedai kopi. Padahal di Kepri, kecuali Batam ASN bukan hanya menggerakkan sebagian ekonomi kabupaten/kota, namun secara sosial juga diakui pengaruh informalnya.

Praktis, banyaknya ASN terjangkit COVID-19, secara psikologis, menjadi beban mental bagi mereka, dan publik secara umum. Belum lagi, banyak pejabat Pemda terinfeksi COVID-19, bahkan keluarga sebagian di antara mereka akhirnya meninggal. Tentu menjadi pertanyaan, jangan-jangan mereka terjangkit karena tidak Prokes!

Spekulasi liar seperti itu tentu tak terelakkan. Apalagi, seperti diakui Kadinkes Kepri, Mohammad Bisri, lonjakan kasus terbanyak akibat klaster keluarga dan PMI. Hipotesis itulah, untuk sebagian, menjadi dasar Gubernur Ansar meniadakan isolasi mandiri.

Setiap kasus baru, harus karantina terpadu. Pemprov menanggung sewa tempat karantina, Pemko/Pemkab menyediakan konsumsi pasien isolasi. Belakangan Pemprov agaknya menyadari, tak seluruh Pemko/Pemkab siap dengan skema itu.

Terbitlah perintah karantina terpadu level RT/RW. Publik pantas mengapresiasi inisiatif itu, meskipun belum diketahui hasilnya. Namun setidaknya itu menjadi bukti, Pemda di Kepri, bukanlah pihak dimaksud Menkes dalam tudingannya belum lama: Ada Pemda main-main dengan Pandemi!

Lacak Komorbid

Namun perintah Gubernur Ansar agar Pemda lebih serius menangani pandemi di daerahnya seperti mengonfirmasi kacau balaunya strategi mitigasi COVID-19 di Kepri. Pada titik ini, langkah terbaik menghentikan polemik dan saling lempar kesalahan. Selebihnya fokus perhebat Prokes, dengan sinergi dan sharing penganggaran kebijakan penanganan pandemi.

Dengan sinergi, sumber daya Pemda di Kepri menjadi berlipat, termasuk anggaran. Desain kebijakan disamakan, sehingga tidak terjadi duplikasi, dengan pendelegasian kewenangan jelas. Kebijakan Pemprov seperti itu,
dan kabupaten/kota harus memastikan kebijakan itu tereksekusi.

Sinergi penting, karena varian baru COVID-19 dengan daya tular dan tingkat fatalitas tinggi terdeteksi di Kepri. Dua kasus terakhir di Tanjungpinang, menjadi bukti. Dua pria Lansia secara beruntun, meninggal tanpa diketahui.

Belakangan keduanya dinyatakan terinfeksi COVID-19. Kendati riset membuktikan pria dan Lansia lebih rentan COVID-19, namun fatality rate dipengaruhi ada tidaknya penyakit bawaan (Komorbid). Penyakit gula (diabetes) perlu menjadi perhatian, khususnya di Tanjungpinang. Sebab, prevalensi serangan diabetes di Bumi Gurindam terbilang tinggi.

Dia selalu masuk 10 besar penyakit paling sering dikeluhkan warga saat berobat ke fasilitas kesehatan. Infeksi COVID-19 berisiko tinggi terhadap penderita diabetes. Saat kenaikan kadar gula darah, penderita diabetes juga mengalami sesak nafas. Namun skenario seperti ini baru sebatas hipotesis. Dinkes Tanjungpinang perlu mengungkapnya.

Meskipun beban tracing akibat lonjakan kasus dua bulan terakhir menguras tenaga organik mereka benar-benar sulit berbagi penugasan lainnya, termasuk melacak komorbid. Diyakini data sebaran komorbid berguna bagi upaya Satgas menekan fatality rate.

Karena, jika tracing memetakan sebaran COVID-19, data komorbid memastikan fatality rate akibat COVID-19 tak bertambah. Ujungnya, efektif tidaknya perintah-perintah Gubernur Ansar sehabis Presiden Jokowi ke Kepri, untuk sebagian, dapat diketahui dari berjalan tidaknya strategi Prokes dan lacak Komorbid.

(*)

Bagikan