COVID-19: Angka Kematian Tinggi, Kenapa Warga Tetap Antusias Pilkada?
angkaberita.id – Kendati hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengungkapkan warga antusias dan bakal mencoblos di Pilkada serentak pada 9 Desember, namun tidak demikian, untuk sebagian, dengan petugas Pilkada.
Di Kediri, sebanyak 18 anggota tim pengawas TPS Bawaslu setempat mengundurkan diri. Mereka mundur saat akan menjalani Swab Test. Bawaslu Kediri dikabarkan risau dengan kabar itu, apalagi terjadi dua hari jelang coblosan.
Sebelumnya sebanyak 3.311 anggota Pengawas TPS menjalani rapid test, hasilnya 162 orang di antaranya dinyatakan reaktif. Dari jumlah itu, kemudian diwajibkan Swab Test. Tapi, 18 orang akhirnya lebih memilih mengundirkan diri ketimbang di Swab Test dengan alasan takut.
“Takut diswab. Kami menghargai keputusan mereka dan kemarin yang mengundurkan diri diganti dengan pendaftar yang memenuhi syarat nomor urut di bawahnya,” ujar Sa’idatul Umah, Ketua Bawaslu Kedia, seperti dilansir detikcom, Senin (7/12/2020). Dia menambahkan, mereka telah diganti.
Dia menyayangkan keputusan itu, kini pihaknya menunggu hasil Swab Test sisanya. “Jika ditemukan pengawas positif COVID-19, mereka akan isolasi dan digantikan orang lain,” jelas Sa’idatul. Kekhawatiran itu terjadi seiring tingginya angka kematian akibat COVID-19 di tanah air.
Data terakhir, selama 9 bulan terakhir setidaknya telah 17.000 orang meninggal di sekujur negeri sekaligus tertinggi di Asia Tenggara akibat infeksi virus corona itu. Sebagian besar mereka memiliki penyakit penyerta.
Jumlah tenaga medis meninggal juga tak sedikit. Laporan kompas.com mengutip data Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hingga Desember, telah 342 tenaga medis, termasuk perawat, meninggal.
Terdiri 192 dokter, 14 dokter gigi dan 136 perawat. Khusus dokter terinci 101 dokter umum, termasuk sejumlah guru besar fakultas kedokteran, 89 dokter spesialis termasuk 7 guru besar, serta 2 residen. Mereka tersebar di 24 IDI provinsi dan 85 IDI kabupaten dan kota.
Di Jawa Timur, banyaknya dokter senior juga sempat memicu kekhawatiran beberapa waktu lalu. IDI mengaku cemas dengan kondisi itu, namun tidak bisa begitu saja melepaskan tanggung jawab dan sumpah profesinya.
Selain meminta pemerintah lebih serius merespon kematian demi kematian dokter, mereka juga memprioritaskan jaminan penuh penyediaan dan kecukupan Alat Pelindung Diri (APD). Kemudian juga pengurangan jam kerja, hingga pemberian insentif khusus, baik tenaga medis tengah bertugas maupun keluarga tenaga medis meninggal saat menangani pandemi COVID-19.
Pemerintah sendiri telah mengerahkan segala sumber dayanya, termasuk pencairan insentif tenaga medis di tanah air sebesar Rp 76,9 triliun. Kampanye protokol kesehatan seperti memakai masker, dengan ancaman denda bagi setiap pengabaian, serta sanksi pidana bagi pemicu kerumunan (superspreader) juga diterapkan.
Bahkan, Presiden menerbitkan instruksi khusus kepada kepala daerah agar serius soal itu, atau konsekuensinya jabatan mereka. Selain pemakaian masker, juga kebiasaan mencuci tangan dan menjaga jarak di tempat publik.
Terakhir, pemerintah melibatkan kaum ibu sebagai andalan melalui kampanye #IngatPesanIbu. Namun memang, tak kunjung meredanya wabah mengakibatkan sebagian warga mulai bosan dan abai dengan protokol kesehatan.
Alhasil, kasus di tanah air terus meningkat, termasuk angka kematian. Namun, soal tingginya angka kematian itu juga mencuatkan perdebatan. Itu murni perilaku atau genetik? Setidaknya ada empat perspektif guna membedah fenomena itu.
Hasil survei BPS belum lama ini, juga mengonfirmasi tidak seluruh warga peduli dengan protokol kesehatan, terutama laki-laki. Di sejumlah provinsi, malah muncul keyakinan mereka tak akan tertular COVID-19. Kondisi itu menyebabkan kritikan datang bertubi-tubi terhadap pelaksanaan Pilkada serentak.
Kendati demikian, hanya 8 persen warga pemilih hak suara mengaku tak akan datang mencoblos. Sedangkan 92 persen atau 83 persen dari populasi di 270 wilayah kab/kota dan provinsi, dari 79 persen warga yang mengaku tahun ada Pilkada pada 9 Desember, akan menggunakan hak pilihnya.
SMRC dalam survei bertajuk ‘Kesiapan Warga Mengikuti Pilkada di Masa Covid-19’, mencatat 91 persen warga di daerah Pilkada tahun ada pemilu lokal. Namun demikian, survei nasional SMRC melihat tingkat partisipasi warga ke TPS akan lebih rendah dibandingkan lima tahun lalu, terutama jika protokol kesehatan tidak diterapkan secara ketat.
“Persentase warga yang khawatir dengan penularan Covid di daerah pilkada berjumlah 75 persen, hampir sama dengan warga yang daerahnya tidak ada pilkada yang mencapai 79 persen,” kata Direktur Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Deni Irvani, seperti dilansir CNN Indonesia.
Bagaimana di Kepri? Berdasarkan data Satgas COVID-19, setiap harinya terjadi penambahan kasus baru, dengan Batam dan Tanjungpinang paling banyak kasus aktifnya. Kini, COVID-19 di Kepri telah mewabah di sekujur provinsi. Seluruh tujuh kabupaten dan kota di Bumi Segantang Lada terjangkit COVID-19.
(*)