PM Inggris Kritis Akibat Virus Corona, Siapa Gantikan Boris Johnson?
angkaberita.id – Bukan karena banyaknya kasus infeksi atau tinggi angka kematian akibat COVID-19, diam-diam Inggris tengah menghadapi isu suksesi tak terduga akibat pandemi COVID-19 seiring kabar masuknya Boris Johnson, sang perdana menteri ke ruang ICU rumah sakit akibat kritis terinfeksi virus corona.
Praktis, puncak kekuasaan di Inggris tengah dalam pusaran spekulasi. Apalagi, beberapa pekan sebelumnya pewaris urutan pertama takhta Kerajaan Inggris, Pangeran Charles juga terjangkit infeksi corona.
Kendati berstatus negara demokrasi parlemen tertua di dunia, namun konstitusi Inggris tidak secara khusus mengatur soal suksesi perdana menteri. Puncak kekuasaan tetap di tangan raja atau ratu Inggris, dalam kondisi sekarang Ratu Elizabeth II.
Meski demikian, sakitnya mantan walikota London itu menghangatkan kembali debat soal suksesi, setidaknya di internal partai konservatif, partainya Boris. Sistem parlemen di Inggris menggariskan partai pemenang pemilu berhak membentuk pemerintahan, ketua partainya menjadi perdana menteri.
Nah, dalam kondisi seperti Boris sekarang, jika dia berhalangan tetap bakal memancing tarikan di internal rival partai buruh Inggris itu. Selain lewat pemilu, di Inggris politisi dapat menjadi perdana menteri sepanjang partainya menang pemilu, dan dirinya memenagi suksesi kursi ketua di internal partainya.
Boris Johnson merupakan contoh faktual saat menyingkirkan Theresia May dalam ‘referendum’ internal soal Brexit. Saat itu, kubu Boris mendapatkan mandat sebagian besar pemilik suara di internal partai, sehingga Boris secara de facto menggantikan Theresa May sebagai ketua partai sekaligus menjadi skenario pertama.
Dan, akhirnya, berhak secara de jure menjabat perdana menteri Inggris setelah mengalahkan Jeremy Corbyn, pentolan partai buruh lewat pemilu di Inggris sekaligus menjadi skenario kedua. Nah, saat ini tampuk kekuasaan perdana menteri di tangan Dominic Raab, menteri luar negeri sekaligus sekutu dekat Boris.
Keputusan itu bukan tanpa alasan, meskipun dalam kondisi tertentu sebenarnya tiga menteri senior dapat bersama-sama menjalankan pemerintahan sementara, yakni menteri luar negeri, keuangan dan dalam negeri. Karena sejatinya, posisi perdana menteri hanyalah primus interpares alias pertama dari yang setara (first among equals).
Hanya saja, posisi Raab kuat setidaknya, pertama dirinya menteri luar negeri, kemudian dirinya juga menjabat deputi perdana menteri. Sehingga secara politik, dirinya kans lebih kuat dibanding dua sejawatnya. Faktor lainnya, tentu saja, kekuasaan di Inggris di raja dan ratu dibantu pejabat sekretaris korps pegawai negeri negeri sebagai pelaksana harian pemerintahan.
Pendeknya, perdana menteri hanya menggariskan kebijakan strategis secara politis, korps PNS mengeksekusinya secara administrasi dalam tataran pelaksanaan sehari-hari. Dua kecabangan administrasi negara itu bertanggung jawab ke Ratu Inggris selaku kepala negara.
Sampai di sini, siapa pengganti Boris jika nantinya berhalangan dipastikan tak bakal memicu krisis politik laiknya di negara lain. Apalagi sejarah Inggris telah mengajarkan preseden dengan sejumlah perdana menteri meninggal saat menjabat. Namun demikian, kasus di Inggris menjadi menarik karena berbeda dengan negara lainnya.
Amerika Serikat semisal, bekas jajahan Inggris itu dengan jelas mengatur soal urutan suksesi kekuasaan, dan karenanya mengenal istilah designated survivor dalam sistem ketatanegaraan mereka. “Presiden Cadangan” ini diambil dari pejabat dalam urutan suksesi kekuasaan, dan itulah mengapa di acara besar kenegaraan di Negeri Paman Sam tidak seluruh pejabat utamanya hadir.
Urutan suksesi presiden di sana, semisal Trump setelahnya ialah Wapres, Ketua DPR, Ketua Senat, Menteri Luar Negeri, dan seterusnya berdasarkan tahun berdirinya kementerian bersangkutan. Di tanah, skenario suksesi paling maksimal triumvirate, yakni menteri luar negeri, dalam negeri dan pertahanan.
Boris, secara global, bukanlah pejabat politik pertama terjangkit COVID-19. Laman South China Morning Post di Hongkong dengan apik memvisualkan serangan COVID-19 ke sejumlah pejabat publik di sekujur dunia, termasuk mereka yang pada akhirnya terbukti tidak terjangkit setelah menjalani swab test seperti Kanselir Jerman, Angela Merkel dan Donald Trump, Presiden Amerika Serikat.
Seperti spanish flu seratus tahun lalu, hampir tak ada pejabat politik steril dari serangan infeksi virus influenza itu. Sejarah mencatat nama-nama beken terjangkit spanish flu seperti Perdana Menteri Inggris David Lloyd Georges, Presiden Amerika Serikat Wodrow Wilson.
Dan, sastrawan terkenal Eropa, Franz Kafka di luar ratusan juta nama anonim lainnya di sekujur bumi pada 1918-1920, termasuk 50 juta orang yang akhirnya meninggal saat pandemi menghajar di masa-masa akhir perang dunia pertama.
(*)