Kompromi Politik Model Swiss, Pembagian Menteri Kabinet ala Lebanon

suasana sidang kabinet di Lebanon. Kompromi politik di Lebanon terlihat saat pembagian pos kementerian/foto aawsat.com

angkaberita.id – Di dunia politik agaknya baru dua negara, Lebanon dan Swiss yang memiliki konsesus penyelenggaraan pemerintahan, termasuk kabinet. Swiss berdasarkan kepartaian, Lebanon berdasarkan anasir keagamaan penduduknya.

Di Swiss, setiap tahun kepala negara bergilir di antara 7 anggota dewan federal. Sedangkan Lebanon, jabatan kunci seperti presiden, kemudian perdana menteri dan ketua DPR sudah ditentukan sesuai kesepakatan.

Di Lebanon, kesepakatan itu merujuk Persetujuan Taif 1989. Isinya presiden ditempati kelompok Kristen Maronit, perdana menteri berasal dari kubu Islam Sunni dan ketua DPR dari pihak Islam Syiah. Sedangkan penentuan jumlah menteri kabinetnya berdasar hasil pemilu.

Di Swiss, masing-masing anggota dewan federal secara bergantian setiap tahunnya menjabat kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Posisinya sebagai juru bicara alias primus interpares yakni pertama dari yang setara. Jejak sejarah konsensus politik di Swiss berakar dari konflik regional, bahasa dan untuk sebagian agama di masa abad pertengahan.

Di sini pengaruh Jerman, Prancis dan Italia terasa. Lebanon juga setali tiga uang, kompromi bernama konsensus muncul akibat konflik sektarian yang kronis.

Klasifikasi kementerian

Kalau di tanah air di masa Soeharto menjadi presiden, pernah ada istilah menteri koordinator, kemudian menteri muda dan menteri. Atau di masa presiden Soekarno menteri muda, menteri dan menteri utama maka di Lebanon juga mengenal klasifikasi kementerian.

Dikutip dari laman situs Asharq Al-Awsat, kabinet di Lebanon mengenal istilah kementerian “kedaulatan”, kemudian kementerian “utama”, kementerian “pelayanan”dan kementerian “negara”.

Kendati tidak resmi, klasifikasi ini juga menggambarkan gengsi politik dan besaran anggaran di baliknya. Bahkan klasifikasi itu, di kalangan politisi setempat, dianggap sesuatu yang lumrah.

Jejak kemunculannya diyakini sebagai bentuk “demokrasi konsesi” alias bagi-bagi kekuasaan (power sharing) di antara partai dan kelompok politik yang berbeda. Tujuannya disebut agar tidak ada kubu yang merasa dipinggirkan dalam percaturan politik Lebanon.

Saat ini, Saad Hariri putra sulung mantan perdana menteri populer Lebanon, Rafik Hariri menjadi perdana menteri mengetuai kebinet lintas faksi dan partai politik.

Sekadar gambaran, di masa jabatan sebelumnya, dari 30 kementerian di kabinet Hariri terdapat 4 kementerian klasifikasi “kedaulatan”, kemudian 6 kementerian “utama”, 11 kementerian “pelayanan”dan 8 kementerian “negara”.

Kementerian “Pelayanan”

Kementerian pelayanan menurut pakar Lebanon, menjadi ajang rebutan lantaran menyediakan pelayanan dan menyentuh langsung ke warga, dan dalam perspektif luas adalah kepentingan pemilih masing-masing kubu politik. Juga anggaran yang dialokasikan.

Tidak heran, kementerian ini biasanya tidak jauh dari portofolio seperti urusan sosial, informasi, pariwisata, lingkungan, ekonomi dan perdagangan, perburuhan, kebudayaan, pertanian, industri, pemuda dan olahraga dan sebagainya.

Kendati ada persaingan, menurut pakar hukum konstitusi Lebanon, Rabih Qais, “Hukum Lebanon tidak mengenal kementerian satu lebih utama dibanding kementerian lainnya.” Bahkan, sebelum persetujuan Taif 1989 diterapkan, malah tidak ada klasifikasi kementerian. Juga tak ada monopoli kubu tertentu terhadap kementerian terkait.

Kementerian “Kedaulatan”dan “Utama”

Kementerian “kedaulatan” biasanya bidangnya tak jauh dari pertahanan, dalam negeri, keuangan dan luar negeri. Hampir serupa di tanah air dimana tiga kementerian, yakni dalam negeri, luar negeri dan pertahanan menjadi triumvirat pelaksana pemerintahan setelah presiden dan wakil presiden.

Kalau di Amerika Serikat, urutan penggantinya (order of presidential line succession) setelah wakil presiden ialah ketua DPR, ketua senat pro tempore, baru kemudian menteri luar negeri dan sebagainya. Disesuaikan dengan urutan berdirinya kementerian bersangkutan.

Karenanya, di setiap ajang resmi, tidak semua menteri hadir menemani presiden di acara itu. Ada seorang yang disiapkan sebagai “cadangan”alias sole survivor jika kondisi darurat terjadi.

Di Lebanon, karena bergengsinya kementerian ini, biasanya pos itu dibagi merata di antara kubu utama di Lebanon, yakni Syiah, Sunni, Maronit dan Yunani Ortodoks.

Kementerian “Utama” biasanya mengurus soal pekerjaan umum dan transportasi. Kemudian energi dan pengairan. Bidang telekomunikasi, kesehatan, kehakiman dan pendidikan.

Lazimnya dibagi secara merata di antara kubu Islam dan Kristen, masing-masing pembagian biasanya satu kementerian buat Islam Sunni, Islam Syiah, sekte Druze, Kristen Maronit, Kristen Yunani Ortodok dan satu lainnya buat kelompok Katolik dan Kristen Ortodok Armenia.

Sedangkan Kementerian “Negara” biasanya mendapatkan urusan di luar portofolio tiga kementerian tadi, dan biasanya kementeriannya memiliki peran terbatas di dalam kabinet. (*)

Bagikan