Pariwisata Di Kepri: Ketimbang Jor-joran Bikin Hajatan, Coba Resep Ala Badung Di Bali

angkaberita – Ketimbang jor-joran bikin hajatan pariwisata, termasuk lewat Dana Pokir DPRD, Pemprov melalui Dispar Kepri lebih baik mencoba resep Pemkab Badung mengelola pariwisata mereka di Bali. Kenapa?

Sebab, untuk sebagian, tantangan kepariwisataan Kepri dan Bali hampir sama. Pembedanya, Kepri tersebar ke banyak pulau, sedangkan Bali sedaratan. Selebihnya, rukun iman pengelolaan pariwisata keduanya tetap sama. Yakni, amenitas dan atraksi serta aksesibilitas.

Dua rukun pertama, boleh jadi, Kepri tak kalah dari Bali. “Persoalan Kepri akses, artinya transportasi,” ungkap pekerja pariwisata di Kepri, pada satu kesempatan. Bukan hanya mahal, tapi juga ketersediaan moda transportasi terbatas.

Kalaupun ada, untuk sebagian, justru pengelolaan tidak menyesuaikan dengan kebutuhan. Semisal Bus Damri di Tanjungpinang. Banyak kalangan menilai rute laluan tidak sepenuhnya pas. Terbukti, bus lebih banyak melompong ketimbang membawa tamu plesiran ke Pinang-Lagoi.

Resep Menteri Yahya

Sebelum pandemik COVID-19, pariwisata Kepri menjadi pesaing serius Bali. Jumlah kunjungan wisman ke BUmi Segantang Lada melonjak. Meskipun tetap terkonsentrasi di Batam, tapi kabupaten/kota lain di Kepri merasakan limpahan pelancong.

Memang, konsentrasi terbesar, lewat skema border tourism alias wisman bebas visa. Tapi, untuk sebagian, juga berkai resep jitu hot deals di tangan Menpar Arif Yahya. Yakni, pemerintah memberikan subsidi transportasi.

Dengan kompensasi penyedia destinasi memberikan itenary pelengkap berkonsep diskon ke wisman. Dampaknya, arus kunjungan meledak. Tapi, itu dulu, sebelum duit APBN tergerus penanganan pandemic COVID-19.

Benang merahnya, resep mengalirkan wisman ke Kepri ternyata akses, alias transportasi. Jika tarif transportasi terjangkau, wisman akan berdatangan ke Kepri. Terbukti, setahun lalu kebijakan diskon tarif feri dari Pemprov Kepri manjur mengerek kunjungan di tengah keengganan warga Singapura plesiran ke Batam karena gaduh ongkos kapal.

Jurus ala Pemkab Badung

Dalam skala terbatas, Pemprov Kepri menerapkan resep tadi saat jor-joran menggarap Pulau Penyengat. Atraksi nanti lewat Tugu Bahasa. Amenitas telah ada penginapan di sana. Akses, Pemprov membangun dermaga di Pelabuhan Kuala Riau khusus ke Penyengat.

Duit APBD Kepri, untuk sebagian, menjadi penambal kebijakan jor-joran tadi. Skala Kepri? Ada, yakni Batam. Kuncinya Gubernur dan Kadispar dapat meyakinkan koleganya di Batam melakukan apa dilakukan Pemkab Badung di Bali.

Di sana, setiap tahun, Pemkab Badung memberikan hibah ke Pemkab/Pemko tetangga. Selain bentuk kolaborasi fiskal, juga menjaga ekosistem pariwisata di Badung. Di Bali, hampir sebagian besar destinasi atraksi wisata utama di Kabupaten Badung.

Tak heran, PAD mereka hampir 90 persen dari APBD setiap tahunnya. Nah, dari PAD tadi, Pemkab mengalirkan duit hibah pemberdayaan dan penguatan ekosistem pariwisata ke kabupaten/kota tetangga.

Di Kepri, seperti Badung, Batam satu-satunya Pemko dengan kapasitas fiskal tertinggi. PAD mereka, termasuk dari sektor pariwisata, melebihi 50 persen. Sehingga, istilah Gubernur Ansar, pariwisata Batam tak perlu intervensi lagi, sudah autopilot.

Nah, Kepri dapat membujuk Batam melakukan kebijakan serupa Badung. Toh, dibanding kabupaten/kota lain, penopang PAD di Batam tak terbatas pariwisata, tapi juga manufaktur dan industri. Selebihnya investasi dan KEK di sana.

Caranya, Pemko Batam dapat menyubsidi transportasi ke Tanjungpinang dan Karimun terkemas melalui paket wisata berikut itenary-nya. Kebijakan afirmasi dan fiskal asimetris ini demi mengalirkan konsentrasi pariwisata selama ini melulu ke Batam.

Apalagi, selain wisman skema border tourism, wisman ke Kepri terutama ke Batam ialah pelancong akhir pekan (weekender) berbekal selisih nilai tukar mata uang. Jika Batam dapat “menghibahkan” sebagian PAD mereka ke tetangga lewat subsidi transportasi, Kadispar Hasan pantas berangan menggaet Rp 17 triliun PDRB Kepri dari pariwisata.

Bagaimana dengan Bintan? Batam tidak perlu subsidi. Karena PBJT mereka sudah melebihi PAD Pemko Tanjungpinang. Bahkan, mereka harus menyubsidi Tanjungpinang. Tujuan akhirnya, untuk sebagian, memastikan ekosistem pariwisata di Kepri sustainable, tidak hanya mengandalkan kekuatan investor ala Nongsa dan Lagoi.

Syaratnya, kondisi efisiensi sekarang tepat, yakni kolaborasi, gotong royong lewat APBD masing-masing demi pariwisata Kepri. Toh, pariwisata menyaratkan kunci sukses lewat kongsi lintas sektor, koridor dan actor. Di sinilah, Pemprov lewat Kadispar Kepri dapat mencoba resep baru, ketimbang jor-joran bikin hajatan, lebih baik mengalirkan duit Pokir menyubsidi transportasi. (*)

Bagikan