Kenapa Pemprov Ngebet Kejar Setoran Lewat Gurindam 12 Pinang?

angkaberita.id – Tahun depan, Pemprov agaknya kejar setoran. Kawasan Gurindam 12 menjadi pilot project-nya di tengah tenggat kewajiban pembayaran jatuh tempo tahun 2025. Kecuali pajak daerah, Pemprov Kepri terhitung belum maksimal menggarap sumber PAD sepanjang tahun 2024. Khusus lain-lain PAD sah, bahkan kerja Pemprov terbilang memble.

Hingga 29 Desember, realisasi hanya 31,43 persen dari target sebesar Rp 92,41 miliar. Kenapa tak garap kantin? Ketimbang menjadi temuan BPK, lantaran indikasi non-budgeter, Pemprov seharusnya menggarap potensi kantin sekolah dan OPD kelolaan mereka menyumbang ke PAD. Selain merupakan gentong PAD lewat lain-lain PAD sah, jumlah sekolah dan OPD kelolaan Pemprov juga tak sedikit. Kantor OPD dan sekolah, seperti SMA/SMK dan SLB, merupakan aset daerah.

Terpenting, besaran retribusi pungutan keduanya juga beda-beda tipis. Yakni, sama-sama, di kisaran Rp 500 ribu. Bedanya kantin per bulan, kios per meter persegi. Beda lainnya, Perda No. 1 Tahun 2024 dan Pergub No. 22 Tahun 202, belum eksplisit mengatur kantin sekolah. Pembeda lainnya, kantin eksekusi retribusi perlu skema pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD).

Konsekuensinya, tarif retribusi berdasarkan appraisal pihak terkait, dengan besaran ditetapkan juga lewat Pergub. Karena berdasarkan appraisal, besaran tarif lebih cepat penyesuaiannya ketimbang Perda. Meskipun ada tenggat minimal peninjauan ulangnya. Pendeknya, lebih ribet. Dengan kondisi itu, tak heran Pemprov lebih memilih berkongsi dengan Pemko Tanjungpinang menggarap retribusi kios di areal Gurindam 12.

Lima Dalih

Pertama, Pemprov telah berinvestasi banyak ke areal Gurindam 12 lewat skema APBD tahun jamak. Kedua, ada potensi duit depan mata belum tergarap. Ketiga, kejar setoran agar APBD 2025 tak tersandera defisit akibat dana transfer APBN meleset. Keempat, restu Pemko Tanjungpinang lewat kongsi. Terakhir, retribusi Pemprov Kepri belum maksimal tergarap.

Saran DPRD agar Pemprov menggeber duit dari retribusi labor menjadi sentilan agar Kepri tak menyusu terus-terusan ke pajak kendaraan bermotor. Sebab, lewat skema opsen, duit pajak kendaraan bermotor tak “menginap” lagi ke Pemprov, tapi langsung mengalir juga ke kas kabupaten/kota. Tahun 2025, juga tahun “jatuh tempo” lantaran banyak kewajiban pembiayan Pemprov perlu lunasi.

Termasuk cicilan penyertaan modal ke BUMD Migas syarat dapat participation interest ke Blok Migas di Natuna. Jika melihat realisasi pungutan retribusi ke PAD Kepri, berdasarkan data portal APBD hingga 29 Desember, realisasi retribusi ke PAD sebesar Rp 119,38 miliar, atau 76,56 persen dari target. Praktis, pajak daerah terutama pajak kendaraan bermotor dan turunannya masih menjadi andalan gentong PAD di APBD 2024.

Tak Mau Ribet?

Selain Perda tak mengatur, Pemprov enggan menggarap kantin sekolah lantaran retribusi kios di areal Gurindam 12 lebih cepat tereksekusi. Dalih pembenarnya, penataan parkiran dan rencana Pemko menjadikan lokasi sentra PKL dan UKM. Kongsi Pemprov dan Pemko menyediakan kontainer PKL/UMKM jualan menjadi investasi keduanya sebelum memungut retribusi sesuai kewenangan.

Yakni, sewa kios ke kantong Pemprov, dan pungutan parkir ke Pemko. Beda dengan pajak, retribusi perlu investasi dari Pemda. Karena retribusi bersifat imbal jasa, alias resiprokal. Padahal, dengan jumlah sekolah dan OPD, tak sedikit potensi duit retribusi kantin di depan mata. Pasar kantin juga jelas. Risiko bergaduh dengan publik juga terbilang kecil.

DPRD Jakarta bahkan sempat berangan menjadikan kantin sekolah sumber PAD di APBD mereka. Kurang besar apa APBD Jakarta, meskipun belakangan wacana tadi menuai kritik, dibanding Kepri. Selain lebih kecil risiko bergaduh dengan publik, juga tak perlu sharing dengan pihak lain. Nilai minus kantin hanya pernah menjadi temuan BPK, meskipun penyewaan kantin terbilang sukses menjadi andalan sekolah menambal kebutuhan operasional mereka.

(*)

 

 

Bagikan