RUU Daerah Kepulauan Mandeg, DPD Usulkan Revisi UU Kelautan. Pasir Laut?
angkaberita.id - Setelah ikhtiar mengegolkan RUU Daerah Kepulauan nyangkut di DPR, anggota DPD RI termasuk empat asal Kepri sepakat mengajukan revisi UU Kelautan ke Prolegnas 2023. DPD juga telah berkeliling menjaring aspirasi berbagai pemangku kepentingan sebelum mengajukan revisi perundangan kelautan itu.
Nantinya, dengan revisi tadi, kewenangan Bakamla RI bakal dipertegas sebagai otoritas utama pengamanan laut dan perairan di Tanah Air. Terutama pengamanan pengamanan aset dan potensi ekonomi di laut dan perairan di sekujur negeri, termasuk tapal batas utara Kepri di Natuna-Anambas.
Meskipun DPR melalui Baleg telah menyetujuinya masuk ke Prolegnas 2023, bersama RUU Daerah Kepulauan dan RUU Bahasa Daerah, tapi pembahasannya masih akan bersaing dengan puluhan RUU Prolegnas lainnya, termasuk usulan pemerintah dan DPR RI.
Kabar baiknya, pengajuan revisi UU Kelautan tadi agaknya tak akan bernasib seperti RUU Daerah Kepulauan. Sebab, untuk sebagian, Presiden Jokowi mengizinkan kembali ekspor pasir laut, istilahnya ekspor sedimentasi laut. Perizinan ekspor di KKP, dan perizinan penambangan di ESDM.
PP No. 26/2023 dasar ekspor pasir laut juga merujuk UU Kelautan. Kepri termasuk provinsi paling kencang disebut soal ekspor pasir laut lantaran Singapura disebut sebagai calon importir terbesar nantinya, meskipun KKP berdalih pasir laut diperlukan guna reklamasi di dalam negeri.
Termasuk di Rempang setelah BP Batam menjadikan lokasi konsentrasi investasi energi baru terbarukan di Kepri. Berdasarkan data, Karimun memiliki luasan areal lokasi penambangan pasir laut paling luas. Kemudian Batam, Bintan dan Lingga.
Padahal, sebelum terbitnya izin pasir laut, pemerintah melalui Kementerian Investasi banyak mencabut izin usaha tambang, termasuk di Kepri. Kepri di DPD memiliki empat wakil, istilahnya senator. Yakni, Ria Saptarika, Richard Pasaribu, Haripinto Tanuwidjaja dan Dharma Setiawan.
Tiga nama pertama berbasis di Batam, Dharma satu-satunya dari Tanjungpinang. Sejak terpilih hasil Pileg 2019, mereka belum sukses mengegolkan RUU Daerah Kepulauan. Alasan Kepri sebagai provinsi dengan wilayah perairan terluas di Tanah Air, bersama tujuh provinsi lainnya agaknya tak bergayung sambut di DPR.
Apalagi, untuk sebagian, desakan pengesahan RUU Daerah Kepulauan kuat menonjolkan prioritas alokasi dana khusus kepulauan. Dalihnya, selama ini dana perimbangan berbasis daratan. Sehingga pemerintah perlu dana perimbangan berbasis luasan perairan. Hanya, secara politik di DPR, suara politik delapan provinsi tadi minoritas.
Belum lagi, dana khsuus kepulauan justru berpotensi mendestruksi skema dana perimbangan. Gubernur Ansar sendiri, dalam banyak kesempatan, berapi-api mendorong pengesahan RUU Daerah Kepulauan, termasuk merestui Anambas-Natuna menjadi provinsi terpisah dibanding menunggu hadirnya UU Daerah Kepulauan demi pemerataan pembangunan di tapal batas.
(*)