Kesal RUU Daerah Kepulauan Mandek, Gubernur Ansar Serius Lepas Natuna-Anambas?

gubernur ansar di acara forum gubernur se-indonesia di bali/foto diskominfo kepri via batam.tribunnews.com

Kesal RUU Daerah Kepulauan Mandek, Gubernur Ansar Serius Lepas Natuna-Anambas?

angkaberita.id - Berdalih rentang kendali dan minimnya distribusi anggaran demi pembangunan dua kabupaten tapal batas, Gubernur Ansar blak-blakan tak menolak pembentukkan Provinsi Natuna-Anambas, meskipun terdengar suara sumbang pembesar Kemendagri.

Bahkan, dia menegaskan keseriusan tadi di forum gubernur se-Indonesia di Bali, belum lama ini. Benarkah? Boleh jadi, Gubernur Ansar hanya merespon mimpi kolektif di Kepri, terutama di Natuna-Anambas sejak dua tahun terakhir.

Sebab, untuk sebagian, diyakini alasan sebenarnya Kepri tengah tersandera defisit APBD akibat kesulitan mendulang PAD. Selain menjadi duit pembayar Tukin ASN, raupan PAD menjadi indikasi sehat tidaknya Pemprov Kepri secara finansial. Parahnya, laju belanja pegawai tak seseret pemasukan PAD.

PAD, untuk sebagian, juga elemen krusial indikator kapasitas fiskal daerah, termasuk Kepri. Ujungnya, kapasitas fiskal juga menentukan nantinya besar kecilnya dana transfer lewat APBN ke daerah. Nah, Kepri terhitung rendah kapasitas fiskal berdasarkan potensi. Terbukti, keluhan pembayaran Tukin ASN tertunda beberapa bulan terus terdengar. Kas Kepri tak sehat?

Hanya Gubernur Ansar dan jajarannya paling tahu. Tapi, dengan persetujuan DPRD Kepri belum lama ini, Kepri sepakat defisit APBD tahun 2022 dan keduanya sepakat menambalnya dengan ngutang ke Kemenkeu melalui PT SMI. Dalihnya demi membiayai pembangunan infrastruktur di Kepri.

Sebab, konon, di masa pandemi sektor konstruksi menjadi cara "masuk akal" menyerap anggaran dan menekan pengangguran dampak wabah COVID-19 sejak dua tahun terakhir. Kemudian, kondisi APBD defisit juga secara "politik" rentan menjadi celah serangan oposisi ke Pemprov Kepri, jika realisasi PAD akhirnya tak mampu menambalnya.

Sejak 16 bulan terakhir menakhodai Kepri, Gubernur Ansar memprioritaskan diversifikasi PAD. Sehingga tak mengandalkan dari duit PKB dan turunannya. Namun, untuk sebagian, sejumlah ikhtiar tadi kandas. Labuh jangkar semisal, harus bergesekkan dengan Kemenhub lantaran sektor laut menjadi anak emas PNBP mereka.

Mengandalkan sektor pertambangan, meskipun pusat telah mengembalikan sebagian kewenangan, proses eksekusinya tak secepat membalikkan tangan. Praktis, harapan terakhir ke sektor manufaktur. Itu, untuk sebagian, artinya Batam. Dengan realitas itu, tak mudah bagi Gubernur Ansar mengklaim pertumbuhan ekonomi di Kepri sepenuhnya berkat "kebijakan" Pemprov, meskipun BI Kepri optimistis tumbuh di angka 4,5 persen akhir tahun ini.

Padahal, tahun 2018, nyawa perekonomian Kepri mengandalkan tiga sektor tadi. Yakni, konstruksi, pertambangan dan manufaktur. Pariwisata sempat menjadi harapan, dengan klaim arus kunjungan tertinggi kedua setelah Bali. Pandemi merusak harapan tadi, dan ikhtiar VTL Kepri juga belum sesuai harapan.

Ikhtiar lain, menarik investasi di sektor kelautan, namun hingga sejauh ini belum terdengar kabar menggembirakan. Apalagi, seperti diakui Rudi Chua, anggota Komisi II DPRD Kepri, balik modal (ROI) investasi sektor kelautan tak secepat sektor pertambangan. Nah, wajar baliknya kewenangan tambang ke Pemprov menjadi angin segar, meskipun masih panjang kerja Pemprov mengeksekusinya.

Apalagi, lagi-lagi, urusan PNBP di sektor tambang, terutama pasir laut, juga bikin dua kementerian bergesekkan di Jakarta. Padahal, seperti saran pembesar DPRD Kepri, ada duit triliunan dari PAD di sektor tambang pasir laut, dan belakangan pasir kuarsa. Terakhir, Kepri sebenarnya berharap juga lewat skema Dana Khusus Kepulauan.

Namun, harapan 5 persen dana transfer APBN ke daerah kepulauan sebatas mimpi siang bolong lantaran DPR tak kunjung membahas RUU Daerah Kepulauan. Wajar, pada titik ini, Gubernur Ansar ingin memaksimalkan potensi PAD di lima kabupaten/kota saja.

Apalagi, menurutya, Natuna-Anambas memiliki kepentingan nasional menangkal ancaman kedauluatan ke NKRI dari rembesan potensi konflik Laut China Selatan. Kunjungan bolak-balik Presiden Jokowi dan pejabat sektor pertahanan keamanan ke sana menguatkan keniscayaan kepentingan strategis tadi.

Selebihnya, untuk sebagian, keseriusan Gubernur Ansar melepaskan Natuna-Anambas menjadi provinsi baru juga dengan harapan duit APBN nantinya mengalir ke sana begitu nantinya DPR mengesahkan menjadi DOB baru melalui pembangunan kantor pemerintah dan sebagainya, meskipun prosesnya juga tak mudah. Paling tidak, Gubernur Ansar dapat sedikit melupakan (untuk sementara) kewajiban mengurus Natuna-Anambas!

(*)

Bagikan