Anti Klimaks Hak Angket DPRD Pinang, Kenapa?

ketua pansus hak angket dprd tanjungpinang, momon faulanda adinata menyerahkan laporan akhir penyelidikan tpp asn kepada ketua dprd, yuniarni pustokoweni, usai paripurna, senin (17/1/2022)/foto via lintaskepri.com

Anti Klimaks Hak Angket DPRD Pinang, Kenapa?

angkaberita.id - Kecuali Karo dan Garut, hak angket sejumlah DPRD di Tanah Air tak sepenuhnya sukses mencopot jabatan kepala daerah. Bahkan, ancaman pemakzulan biasa terdengar saat hak angket juga tidak menggentarkan nyali kepala daerah. Termasuk hak angket di DPRD Jember dan DPRD Sulsel, meskipun keduanya sanggup menyedot perhatian publik dan sempat bergulir menjadi isu nasional.

Hak angket di DPRD Jember semisal, didukung hampir seluruh legislator. Bupati Faida, saat itu, juga tak harmonis dengan jajaran Pemkab, terutama Sekda. Di Sulsel, hak angket ke Gubernur Nurdin Abdullah hampir melumpuhkan birokrasi Pemprov. Bahkan, publik Sulsel juga nyaris terbelah gegara hak angket itu.

Namun, di akhir, justru tak ada rekomendasi pemakzulan. DPRD Sulsel hanya meminta aparat penegak hukum mendalami indikasi penyelewengan wewenang kepala daerah. Ujungnya, seperti publik saksikan lewat pemberitaan, Abdullah copot jabatan lantaran tersandung OTT KPK, bukan akibat pemakzulan. Sedangkan Faida terhenti dari kursi bupati setelah kalah di Pilbup Jember tahun 2020.

Bagaimana dengan hak angket DPRD Tanjungpinang? Tanpa mendahului proses berjalan di DPRD, hasil Pansus angket terhadap Walikota Tanjungpinang boleh disebut anti klimaks. Setidaknya terdapat dua alasan. Pertama, meskipun bergulir berbulan-bulan, proses hak angket DPRD tetap gagal meyakinkan mayoritas suara legislator.

Terbukti, saat pengusulan hak angket, hingga terbitnya laporan akhir Pansus paripurna tidak pernah mencapai kuorum seperti dipersyaratkan lantaran banyak anggota DPRD memilih absen. Tak main-main, seperti ditulis hariankepri, Selasa (18/1/2022), jumlahnya sebanyak 17 orang atau lebih dari setengah kursi DPRD Tanjungpinang, sebanyak 30 kursi.

Padahal, putusan paripurna hak angket bisa lanjut jika disetujui 2/3 dari 3/4 anggota DPRD hadir. Kalaupun akhirnya, dengan skenario paripurna kuorum, hasil laporan akhir akan dibawa ke rapat pimpinan, termasuk jika akhirnya memang muncul rekomendasi hak menyatakan pendapat. Beda dengan hak angket, MK memutuskan putusan paripurna hak menyatakan pendapat cukup 50 plus 1 anggota DPRD.

Meski demikian, lanjut tidaknya hasil kerja Pansus hak angket ke hak menyatakan pendapat kembali ke masing-masing fraksi di DPRD Tanjungpinang. Ketua Pansus hak angket, Momon Faulanda Adinata tak menampik skenario itu. "Selanjutnya tergantung pada teman-teman di Fraksi DPRD apakah melanjutkan ke tahapan berikutnya atau tidak. Tergantung dengan teman-teman di fraksi," kata Momon, seperti dikutip lintaskespri, Senin (17/1/2022).

Jika lanjut ke hak menyatakan pendapat, prosesnya seperti hak angket, dan di akhir terbit rekomendasi, termasuk pemakzulan. Kedua, rekomendasi Pansus hak angket juga terkesan menebar "jaring", dengan hanya meneruskan laporan akhir ke sejumlah pihak. Mulai MA hingga aparat penegak hukum, meskipun ada embel-embel merekomendasikan kepada paripurna DPRD Tanjungpinang melanjutkan ke hak menyatakan pendapat.

Padahal jika Pansus memang menemukan bukti kuat adanya, satu dari tiga alasan pemakzulan, mereka cukup merekomendasikan hak menyatakan pendapat ke paripurna DPRD. Sehingga Bamus DPRD Tanjungpinang dapat langsung memproses hak menyatakan pendapat, dengan proses dan persyaratan seperti hak angket.

Selanjutnya berbekal hasil hak menyatakan pendapat, jika 16 legislator menyetujui pemakzulan, DPRD Tanjungpinang dapat mengajukan uji materi ke MA. Mendagri melalui Gubernur Kepri dapat mencopot kepala daerah, jika MA mengabulkan dan menerima argumentasi pemakzulan DPRD Tanjungpinang.

Sebab, secara administratif, DPRD tidak bisa memecat Walikota Tanjungpinang, meskipun secara politik dengan hak legislatif mereka dapat melengserkan kepala daerah. Namun, melihat rekomendasi ke berbagai pihak, termasuk ke aparat penegak hukum, DPRD seperti meyakini peluang lengser lewat pemakzulan tidak cukup besar.

Sehingga mereka berharap ke proses hukum, dengan meminta aparat hukum turun menyelidiki dugaan tindak pidana, jika ada, seperti menjadi dasar terbitnya rekomendasi Pansus hak angket DPRD Tanjungpinang. Selanjutnya, diharapkan, bola dengan sendirinya berada di tangan aparat penegak hukum. Apalagi, Kejati juga dikabarkan telah memeriksa Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang menyusul laporan ke mereka.

Seperti diketahui, DPRD Tanjungpinang membeberkan hasil kerja Pansus selama dua bulan terakhir. Setelah penyelidikan dan pemeriksaan sejumlah pihak, seperti ditulis Presmedia, Selasa (18/1/2022), Pansus hak angket merekomendasikan ke DPRD menindaklanjuti dengan:

(1) Meneruskan ke Mendagri agar diproses sesuai ketentuan berlaku (2) Melanjutkan hasil hak angket ke hak menyatakan pendapat, dan (3) meminta DPRD meneruskan hasil penyelidikan mereka ke aparat penegak hakum, termasuk KPK, kepolisian, dan kejaksaan.

Sebagai penguat argumentasi, seperti ditulis Ulasan, Selasa (18/1/2022), Pansus juga membeberkan temuan selama penyelidikan, termasuk klaim temuan pelanggaran dan kepala daerah tidak kooperatif. Lanjutkah? Kepastian akan terlihat saat DPRD Tanjungpinang melanjutkan atau tidak hasil Pansus angket dengan hak menyatakan pendapat.

Namun, mengutip pendapat Tjahjo Kumolo, Mendagri saat DPRD Jakarta menggulirkan wacana hak angket ke Gubernur Basuki Tjahaja, tak mudah memakzulkan kepala daerah. Pada titik ini, publik bakal menguji DPRD akankah mereka menjawab "tantangan" Tjahjo Kumolo itu. Jika tidak, hak angket DPRD Tanjungpinang, seperti sudah diduga, sebatas menggugurkan kewajiban institusional, tak lebih!

(*)

(*)

Bagikan