PNS Tidak Netral, Kenapa Justru Pejabat Eselon II Cenderung Berpihak Di Pilkada Serentak?

tahun 2020 merupakan tahun pilkada serentak. total 270 daerah menggelar pemilhan kepala daerah, ratusan asn dilaporkan terlibat politik praktis selama masa tahapan pilkada itu/foto via joss.co.id

PNS Tidak Netral, Kenapa Justru Pejabat Eselon II Cenderung Berpihak Di Pilkada Serentak?

angkaberita.id – Kendati tahapan Pilkada serentak belum penetapan pasangan calon, tapi telah 499 ASN dilaporkan melanggar netralitas. Selain penundaan gaji, sanksi pidana telah menunggu mereka terbukti berpihak di Pilkada. Parahnya, sebagian besar terjaring justru pejabat eselon II, alias selevel kepala dinas (OPD).

Berdasarkan data KASN, hingga Agustus terdapat 499 laporan ASN tidak netral dari 270 daerah penyelenggara Pilkada. Sebanyak 389 ASN di antaranya terbukti melanggar ketentuan netralitas ASN. Kepada mereka, KASN telah memberikan rekomendasi penindakkannya.

“(Sebanyak) 389 ASN atau 78 persen melanggar dan telah mendapatkan rekomendasi KASN,” ungkap Wakil Ketua KASN Irham Dilmy, seperti dilansir detik.com. Terinci, sebanyak 199 ASN ditangani Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Yakni, berdasarkan UU ASN, kepala daerah setempat dengan penjatuhan sanksi.

Adapun sanksinya, berupa hukuman disiplin tingkat sedang dan tingkat berat. Tingkat sedang penundaan gaji berkala selama setahun, penundana pangkat setahun dan penurunan pangkat lebih rendah selama setahun.

Sanksi diberikan jika ASN memberikan dukungan dengan terlibat kampanye atau memberikan barang dalam lingkungan unit kerja, anggota keluarga dan masyarakat.

Sanksi disiplin berat ialah penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, mutasi akibat demosi penurunan pangkat, dan pembebasan jabatan dan pemberhentian tidak hormat atas permintaan sendiri.

Jenis pelanggaran, jika PNS memberikan dukungan menggunakan fasilitas negara, mendukung dnegan membuat keputusan atau tindakan menguntungkan atau merugikan kontestan selama masa kampanye.

Pelanggaran netralitas ASN lainnya, seperti diungkapkan Direktur Pengawasan dan Pengendalian Badan Kepegawaian Negara (BKN), Achmad Slamet Hidayat, ialah pemberian dukungan berupa fotokopi KTP, atau surat keterangan tanda penduduk. Mereka, sebutnyak, ditunggu sanksi sesuai PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Ketua Bawaslu, Abhan meminta masyarakat mengetahui ASN tidak netral melaporkan, paling lambat 7 hari setelah mengetahuinya, sehingga dapat diproses. Lewat itu, Bawaslu kesulitan memprosesnya.

Jika terdapat indikasi pelanggaran administrasi, akan diserahkan ke KASN dan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan jika ada dugaan pidana, dilanjutkan ke Gakumdu. Terberat, kontestan bisa dibatalkan pencalonannnya.

Berdasarkan data Bawaslu RI, hingga akhir Juni lalu, telah 369 laporan ASN tidak netral masuk. Sebanyak 39 laporan dihentikan kurang cukup bukti, dan 5 laporan diproses. “Kami teruskan ke KSN (Komisi Aparatur Sipil Negara) ada 324 cukup banyak,” kata Abhan. KASN mengonfirmasi temuan itu.

Ketua KASN, Agus Pramusinto menyatakan, telah 99 ASN diproses PPK. Ironisnya, menurut Agus, justru pejabat pimpinan tinggi setara pejabat eselon II paling banyak tidak netral. Yakni, 36 persen.

Kemudian jabatan fungsional 17 persen, jabatan administrator sebanyak 13 persen, jabatan pelaksana 12 persen dan jabatan kepala wilayah seperti camat dan lurah sebanyak 7 persen.

Sebagian besar mereka, Agus menjelaskan, terlibat kampanye atau sosialisasi di media soal, pendekatan ke parpol terkait pencalonan orang lain sebagai bakal calon kepala daerah.

Kemudian memasang spanduk atau baliho promosi diri atau orang lain sebagai bakal calon Pilkada, mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Pilkada dan menghadiri deklarasi pasangan calon. Sekadar informasi, ASN mencakup PNS dan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (P3K).

(*)

Bagikan