angkaberita.id – Suriname merupakan negara di Karibia yang lekat dengan Jawa, termasuk tradisi dan nilai budayanya. Ada jejak kolonial Belanda di persebaran tradisi budaya itu.
Mengutip laman situs suara.com, Selasa (12/3/2019) berdasarkan sensus penduduk Suriname tahun 2004 misalnya, warga berdarah Jawa berjumlah 14,6 persen dari total 534 ribu jiwa.
Identitas ‘Kejawaan” Suriname juga lekat pada nama-namanya. Seperti Sri-Dewi Martomamat, Miss Supranational Suriname 2019 yang pecan lalu berkunjung ke Indonesia dalam perhelatan kontes kecantikan Puteri Indonesia.
Jeng Sri adalah gadis berusia 22 tahun yang lahir di Paramaribo, Ibu Kota Republik Suriname. Nama ibu dan ayah Sri-Dewi juga kental bernuansa Jawa: Alice Ronodiryo dan Sanimin Martomamat.
“Jenengku Sri Dewi,” tuturnya kepada Suara.com dalam sesi wawancara eksklusif di hotel, Jakarta, Minggu (10/3/2019) akhir pekan lalu. Ia meraih gelar sebagai Miss Tropical Beauties Suriname 2018, dan akan memperebutkan gelar Miss Supranational 2019 di Polandia nanti.
Semasa kecil, Sri masih mengingat dirinya mempelajari seni dan kebudayaan Jawa seperti Tari Srimpi—tari klasik khas Keraton Kesultanan Mataram.
Sri mampu memikat penonton Suriname dengan Tari Srimpi yang dipamerkannya di atas panggung saat malam final penganugerahaan Miss Tropical Beauties Suriname 2018, Jumat 8 Maret 2019.
“Saat kecil dulu, saya ingin belajar tarian Srimpi. Jadi saya bilang kepada ibu saya: ‘Ibu, saya ingin belajar tarian Srimpi. Itu pula yang membuat saat malam final, saya juga melakukan tarian Srimpi,” ungkap Sri, bangga.
Tak hanya melestarikan tari Jawa, Sri menuturkan masyarakat keturunan Jawa di Suriname juga masih sering memasak makanan tradisional seperti soto, gulai sampai pecel.
“Nenek saya juga masih membuat makanan-makanan manis khas Jawa seperti ireng-ireng dan lapis. Saya suka makan makanan itu, bahkan saya makan langsung memakai tangan,” ceritanya diselingi tawa.
Lantas, bagaimana orang-orang keturunan Jawa di Suriname kekinian? Bagaimana pula sikap kaum milenial Suriname mengenai pertauran sejarah mereka dengan Indonesia?
Simak wawancara khusus Risna Halidi, Jurnalis Suara.com, dengan Miss Supranational Suriname 2019, Sri-Dewi Martomamat
Apa Anda tahu arti nama Anda sendiri, Sri-Dewi?
Ibu saya bercerita bagaimana ia mendapatkan nama Sri-Dewi. Dia selalu menyukai nama-nama Indonesia.
Dia menemukan nama Sri dan juga Dewi. Jadi dia menyatukan keduanya dan jadilah Sri-Dewi. Nama itu aku tahu artinya: Dewi Padi.
Menjadi seorang Miss Tropical Beauties Suriname, apakah ini hal yang Anda inginkan?
Ya. Ini sesuatu di luar kemampuan saya. Saya ingin mencobanya. Ini adalah keputusan yang sangat besar, tapi saya ingin keluar dari zona nyaman. Jadi saya bilang pada diri sendiri,
“Oke Sri, ini adalah waktunya. Majulah” dan ini yang saya dapatkan. Menyandang predikat itu, apa dampaknya bagi diri Anda dan orang di sekitar?
Di Suriname, saya adalah orang keturunan Jawa pertama yang memenangkan gelar kontes kecantikan ini, Miss Tropical Beauties Suriname.
Sewaktu kontes, finalis tiga besar pesaing saya juga juga semuanya memiliki darah Jawa. Pemenang kedua setengah Jawa, dan pemenang ketiga keturunan Jawa tulen. Ini kali pertama terjadi.
Ini adalah sesuatu yang baik bagi para keturunan Jawa di Suriname. Orang –orang keturunan Jawa di Suriname menjadi tahu bahwa mereka bisa keluar dari zona nyaman, dan mencobanya juga.
Di Indonesia Anda dikenal sebagai Mbak Jowo. Tapi bisa jadi Anda lebih dari itu, apa yang ingin Anda sampaikan kepada masyarakat Indonesia tentang diri Anda?
Orangtua saya lahir di Suriname, tapi kakek buyut saya berasal dari Jawa. Itu juga kenapa banyak memanggil saya Mbak Jawa, karena wajah saya juga sama seperti orang Jawa pada umumnya.
Ini adalah bagian dari diri saya. Saya tidak berpikir bahwa sebutan itu adalah hal yang buruk. Karena saat saya datang ke sini, mereka semua sangat hangat, sangat sopan, sangat senang rasanya.
Bisa Anda ceritakan sejarah tentang orangtua Anda?
Nama ibu saya adalah Alice Ronodiryo. Dia datang dari keluarga sangat besar. Dia memiliki banyak saudara laki-laki maupun perempuan. Ayah saya juga datang dari keluarga besar, dia memiliki banyak saudara kandung.
Ibu saya memiliki kulit yang lebih cerah, tapi kulit ayah saya lebih gelap dari saya. Saat saya menunjukkan foto keluarga kepada orang lain, mereka seperti, “Oh mungkin kamu berdarah Jawa Tengah atau Jawa Barat, campuran”.
Saya tidak tahu asal-usul keluarga, jadi saya tidak yakin. Jadi mungkin, suatu saat, saya akan mencoba mencari tahu, lalu kembali ke Indonesia dan mengeksplorasi Jawa.
Pernah bertanya kepada orangtua mengenai asal-usul?
Saya tidak pernah bertanya. Saat di rumah, Anda tidak memikirkan tentang ini semua. Anda tidak menganggapnya apa-apa, sampai akhirnya sekarang orang-orang di Indonesia bertanya, dan saya tidak tahu apa-apa. Tapi itu pertanyaan penting.
Apakah remaja keturunan Jawa di Suriname masih menjalankan tradisi dan budaya Jawa?
Tidak banyak, sejujurnya. Saya tahu beberapa anak-anak remaja keturunan Jawa yang menari Serimpi, Pencak Silat, Jaran Kepang (kuda lumping) tapi tidak banyak.
Bagaimana dengan orang-orang tua keturunan Jawa di sana?
Kami di sana masih membuat makanan Jawa yang manis-manis seperti lapis, gulai, soto, rujak, lotis. Dan ada juga ludruk, gamelan. Kami masih memiliki hal-hal tersebut.
Tapi hanya di kalangan anak muda, hal tersebut sedikit luntur. Tapi orang-orang tua masih tahu. Nenek saya juga masih membuat makanan-makanan manis khas Jawa seperti ireng-ireng dan lapis.
Saat akhir pekan, kadang-kadang, dia membuat gulai, soto, pecel.
Apakah Anda menyukainya?
Ya, saya menikmati makanan itu. Bahkan saya makan langsung memakai tangan.
Pernah ke Indonesia sebelumnya?
Tidak. Ini adalah kali pertama saya ke sini. Tapi tentu saya ingin kembali. Ada banyak tempat cantik yang bisa saya lihat di sini. Kalau bisa kembali, pertama saya ingin pergi ke Jawa Tengah atau Jawa Barat. Dan saya juga ingin ke Bali.
Ke Jawa lebih untuk mengulik sejarah, dan Bali untuk lebih menjelajah budaya, bangunan dan candi-candinya. Saya mendengar adanya Hinduisme di sana, jadi saya ingin melihat Indonesia yang bercampur dengan Hinduisme.
Jadi Anda tidak tahu kalau Anda masih memiliki kerabat di sini?
Sejauh yang saya tahu, tidak.
Apakah sejarah kedatangan masyarakat Jawa diajarkan di sekolah-sekolah di Suriname?
Orang-orang Jawa datang ke Suriname Agustus 1891. Tapi di sana juga banyak orang Afrika, India dan kemudian orang-orang Jawa. Jadi ya kami belajar sedikit tentang kedatangan orang-orang Jawa, dan sekarang menjadi satu bagian komunitas di sana.
Jadi budaya Jawa semakin memudar di sana?
Sedikit. Tapi di keluarga kami, belajar Jawa Ngoko. Jadi semua belajar hal itu di rumah. Kadang, kami diminta memilih apakah Anda mau atau tidak belajar hal itu.
Misalnya saya, saya ingin belajar tarian Serimpi. Jadi saya bilang kepada ibu saya, “Ibu, saya ingin belajar tarian Srimpi”. Untuk malam final kontes, saya melakukan tarian Srimpi.
Apa yang Anda harapkan untuk generasi keturunan Jawa di Suriname dan Indonesia?
Saya harap dapat meningkatkan kepedulian satu sama lain. Berkat gelar saya sebagai Miss Tropical Beauties Suriname, saya bisa memulainya.
Seperti sekarang, saya berada di Indonesia, dan saya berinteraksi dengan masyarakat Indonesia. Warga Indonesia melihat saya. Saat mereka berinteraksi dengan saya, mereka memilih kata-kata dari Bahasa Indonesia dan dicampur Boso Jowo.
Saya akan sampaikan di Suriname, bahwa untuk tahu, belajar, atau memakai bahasa Jawa itu tidak memalukan. Kita semua seharusnya bangga. (*)