Jangan Kaget, Bentar Lagi PLN (Siap-siap) Jualan Kuota Internet!

demi mendongkrak laba korporasi, pln mendorong migrasi pelanggan dengan tambah daya. kepada mereka, pln memberikan insetif diskon dan tawaran paket internet rumahan murah/foto via tirto.id

Jangan Kaget, Bentar Lagi PLN (Siap-siap) Jualan Kuota Internet!

angkaberita.id - Status pemain tunggal agaknya tak membuat PLN dapat berleha-leha dalam berbisnis. Terbukti, Menteri BUMN bahkan berancang-ancang menjadikan PLN merambah bisnis internet, dengan jualan kuota ke depan. Merealisasikan, PLN beerencana membentuk holding dan subholding, baik bisnis pembangkitan maupun internet.

Skemanya, menurut Menteri Erick Thohir seperti dijalankan Pertamina sekarng, dengan membentuk banyak subholding. Sehingga dengan holding dan sub holding, struktur biaya masing-masing jenis usaha lebih terlihat dan angkat tak overlapping. "Di Pertamina mirip, logistik jadi satu ekosistem, sehingga akan jauh efisien. Kilang dan Petrokomia juga satu kesatuan," kata Erick seperti dilansir CNBC Indonesia, Jumat (18/2/2022).

Selain skema Pertamina, Erick juga menyekenariokan PLN lazimnya usaha serupad di Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Perancis. Katanya, dengan holding dan subholding, PLN sebagai induk akan fokus distribusi dan pemasaran listrik. Subholding nantinya di luar urusan jual beli Kwh.

"Digitalisasi seperti fiber optik, internet. Kebetulan PLN punya jaringan kabel itu, kenapa tidak create value sendiri untuk PLN," sebut Erick. Nah, subholding power plant, dalan skenario Erick, akan mengurus transisi energi dengan mengkonsentrasikan pembangkit listrik dimiliki. Kesempatan itu, tegas tangan kanan Presiden Jokowi saat Pilpres 2019, perlu menjadi pemikiran.

"Konsep dari bisnis model baru power plant ini. Selain mereka bisa rights issue (alias cari dana segar), karena ini perlu ada investasi baru. bayangkan 15 GW, itu perlu hampir USD 20 sampai USD 25 miliar. Itu kan berarti nggak mungkin kita ngutang lagi. Masak yang tadi PLN sudah utang Rp 500 triliun turun Rp 456 triliun tiba-tiba naik lagi jadi Rp 700 triliun, tidak akan kuat," tegas Erick.

(*)

Bagikan