Travel Bubble Oktober: Asita Bali Ngeluh, Kadispar Kepri Pesimis. Kenapa?

kasus covid-19 di singapura meledak, bahkan selasa (19/10/2021) mencatat kasus harian tertinggi, empat kali lipat kasus serupa di tanah air, pada hari sama. di tanah air, covid-19 bertambah 903 kasus baru/foto via detik.com

Travel Bubble Oktober: Asita Bali Ngeluh, Kadispar Kepri Pesimis. Kenapa?

angkaberita.id - Kendati pemerintah telah berkompromi mewajibkan karantina hanya lima hari dari sebelumnya delapan hari, namun kebijakan travel bubble di Bali dan Kepri masih dikeluhkan, terutama kewajiban karantina dan keharusan siap asuransi senilai Rp 1 miliar selama liburan.

Asita Bali menilai kedua kewajiban itu masih memberatkan. "Pertama, adalah berbagai kebijakan-kebijakan yang harus diikuti oleh industri (pariwisata) itu, mungkin perlu dievaluasi kalau menurut saya," ujar Ketua Asita Bali, Ketut Ardana, seperti dilansir CNN Indonesia, Rabu (20/10/2021).

Kata dia, kewajiban karantina hanya cocok dengan wisman Eropa, tidak bagi wisman Asia seperti Jepang, Korsel dan Tiongkok. Mereka cenderung masa liburan pendek, kurang dari lima hari. Meski demikian, Ketut memahami pertimbangan pemerintah soal kebijakan itu, terutama alasan kesehatan.

Hanya, lanjutnya jika travel bubble tanpa karantina mustahil, Asita Bali berharap pemerintah melonggarkan lagi menjadi karantina tiga hari. "Usulannya, kalau turun jadi tiga hari masih oke. Iya tentu, harapan kami nol (tanpa karantina)," sebut Ketut. Begitu juga dengan asuransi Rp 1 miliar, menurutnya tak semua wisman ke Bali berkantong tebal.

"Banyak kelasnya middle. Kalau middle class, ada aturan begitu saya pikir mereka berat untuk datang," curhat Ketut. Pemerintah menerapkan kewajiban asuransi lantaran selama karantina mandiri, termasuk dalam situasi terjangkit COVID-19, wisman menanggung sendiri, persis seperti cara Singapura.

Selain berharap pemerintah melonggarkan dua kebijakan krusial travel bubble tadi, Asita Bali juga berharap pemerintah memberlakukan kembali visa on arrival. "Oleh karena itu, aturan-aturan sudah diterapkan sebelum pandemi tentu kami berharap bisa secepatnya kembali (diterapkan) lagi," harap Ketut.

Pesimisme serupa juga terdengar dari Kadispar Kepri, Buralimar. Dia mengaku karantina lima hari masih menjadi kekhawatiran wisman ke Kepri. Apalagi, kecenderungan wisman ke Kepri hanya 2-3 hari saja. Kendati demikian, kekhawatiran itu bukan tanpa solusi, semisal dengan skenario karantina wilayah, alias hanya boleh keluyuran ke Lagoi atau Nongsa saja.

"Bisa kita masukkan ke karantina area. Misalnya apabila di Lagoi, mereka harus tetap di Lagoi saja selama 5 hari," kata Buralimar. Hanya, untuk sebagian, skenario itu belum meyakinkan di mata Walikota Batam, Muhammad Rudi, terutama mengantisipasi merembesnya wisman keluyuran ke mana-mana.

Dia tetap menyuarakan penundaan Batam hingga warganya tervaksinasi 100 persen. Wagub Kepri juga meresonansi kekhawatiran itu, meskipun Dispar Kepri berpendapat beda. "Itu bisa kita atur supaya tak terkontaminasi dengan masyarakat," tegas Buralimar seperti menjawab keraguan orang nomor satu di Batam itu.

Di Lagoi, demi memastikan wisman tidak merembes ke luar Bintan, Buralimar menerapkan sistem blue pass. Bahkan, dia mengklaim tak hanya andal, sistem itu juga pertama di Tanah Air. "Satu-satunya destinasi di Indonesia menerapkan Blue Pass di karyawannya itu Lagoi," koar Buralimar, sembari mengklaim telah 5.000 karyawan Lagoi pakai, dan disiapkan stok 10 ribu buat wisman masuk.

Persoalannya, Buralimar belum bisa memastikan skenario serupa di Nongsa, Batam. Kadispar Batam, Ardiwinata mengaku pihaknya tengah menjajaki sistem pabrikan Apple Institute, meskipun belum dimatangkan skenarionya. Seperti Bali, Buralimar juga tak menampik perbedaan karakteristik wisman di Kepri.

Namun, dia sepakat wisman ke Kepri cenderung shorterm tourism. Saat ditanya estimasi Dispar Kepri jumlah kunjungan wisman dengan skenario travel bubble tanpa karantina di Lagoi, Buralimar lebih memilih tak merespon WA, Selasa (19/10/2021). Meskipun, jika Singapura mengizinkan warganya masuk ke Kepri, dipastikan kunjungan mereka ke Bumi Segantang Lada meningkat.

Hanya, mereka dipastikan tidak ke Lagoi atau Nongsa, sebab sebagian besar mereka jenis wisman commuting tourism, alias pergi pagi pulang sore, dengan puncaknya belanja kebutuhan sembako di Batam atau Tanjungpinang memanfaatkan selisih kurs mata uang, seperti diakui Direktur Eksekutif Batam Tourism Board, Edi Sutrisno. Soal itu, Buralimar juga tak merespon ketika dikonfirmasi.

Buralimar hanya berkilah, soal travel bubble bukan kebijakan Pemprov Kepri, tapi pusat. Kepri hanya memfasilitasi, dengan mempersiapkan tetek bengek persiapan, termasuk alat TCM di Bandara Hang Nadim dan Bandara RHF, masing-masing, di Batam dan Tanjungpinang. Sebab, hanya wisman penerbangan langsung atau chartered flight dibolehkan skema travel bubble. Pusat melalui Menko Luhut Pandjaitan pesannya jelas: Resiprokal kuncinya!

Singapura tidak dihitung Luhut karena, kasus COVID-19 menggila. Bahkan, terbaru Amerika Serikat melarang warganya ke Negeri Singa, kecuali keperluan penting. Pada akhirnya, seperti Walikota Batam, Buralimar berharap November 2021 travel bubble Kepri benar-benar kedatangan wisman. Syukur-syukur dari Singapura.

"Misalnya satu minggu itu, 50 orang dulu atau misalnya tidak wisman dulu, tapi travel agent dulu dari Singapura misalnya," harap Buralimar. Jika di Kepri, travel bubble dianggap skenario terbaik pemulihan ekonomi, di Bali justru sang Gubernur memiliki pemikiran berbeda. Sebab, di mata Gubernur Wayan Koster, pariwisata hanya menguntungkan pemodal!

(*)

Bagikan