COVID-19 Di Kepri, Cara Membaca Risiko Pandemi Setelah Batam Zona Kuning
angkaberita.id – Berdasarkan peta risiko per 19 Juli, Batam bergabung dengan Bintan, Karimun dan Tanjungpinang masuk daerah berisiko rendah alias zona kuning pandemi COVID-19. Sehingga secara teori, Kepri termasuk provinsi berisiko rendah penularan virus corona. Benarkah?
Tak mudah menjawabnya, apalagi pemerintah telah mengubah strategi penanggulangan pandemi COVID-19. Jika sebelumnya jumlah kasus menjadi parameter perkembangan kasus, kini Satgas COVID-19, pengganti Gugus Tugas COVID-19, menyandarkan penanganannya melalui definisi laju insidensi.
Sehingga pijakannya lebih kualitatif, dan melibatkan lebih dari satu indikator. Jika dulu, ukuran penularan pada jumlah penambahan kasus baru, kini risiko penularan dilihat berdasarkan rasio penambahan kasus baru. Setidaknya itulah perspektif baru dari Satgas COVID-19, pengganti Gugus Tugas COVID-19.
“Kita jangan melihat angka kasus COVID-19 di Indonesia secara mentah saja, melainkan kita bisa melihat dan menganalisis lewat defisini laju insidensi,” ujar Dewi Nur Aisyah, Tim Pakar Satgas COVID-19 Pusat, di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Konsekuensinya, pemerintah tak lagi mengumumkan jumlah kasus sejak 21 Juli 2020.
Sebagai gantinya, publik akan mendapatkan penjelasan terkait laju insidensi, yakni jumlah kasus positif dibagi jumlah penduduk di daerah bersangkutan. Dengan penambahan variabel, hasil akhir akan berbeda meskipun kasus dua daerah sama jumlahnya. Sehingga risiko penularan satu dengan daerah lainnya berbeda. Kuncinya ialah jumlah penduduk.
“Misalnya di daerah A dan B jumlah kasusnya sama-sama 50 orang. Tapi ternyata di daerah A penduduknya 200 orang sedangkan B hanya 120 orang. Bisa dilihat bahwa angka laju insidensi lebih tinggi pada daerah yang jumlah penduduknya lebih sedikit,” papar Dewi. Dia menambahkan, laju insidensi menjadi satu dari sekian indikator penentuan zonasi terdampak COVID-19, berupa peta risiko.
Dewi menjelaskan, laju insidensi juga digunakan melihat daerah mana saja penambahan kasusnya cepat, sehingga kebijakan mitigasinya dapat disesuaikan sesuai dengan potensi penularan di daerah bersangkutan. Kondisi ini, menurutnya, juga menjadi bekal dan dasar Satgas COVID-19 mengeluarkan analisis laju insidensi dengan membandingkan tren setiap pekannya.
Dengan kata lain, kecepatan laju insidensi satu daerah dapat diukur dari kondisi terkini dikurangi dengan kondisi pekan sebelumnya. “Ini dapat menjadi gambaran, walaupun kasus positifnya meningkat tapi kecepatan penularan COVID-19 sudah terkendali atau belum,” jelas Dewi.
Nah, dengan parameter baru itu, kini publik tak boleh terpaku pada angka saja, namun dapat menganalisisnya dengan memakai variabel lainnya, bagaimana suatu daerah dapat mengendalikan penularan COVID-19 atau belum. Berdasarkan ukuran baru, Jayapura, Semarang, Jakarta Pusat, Bangli dan Banjarbaru menjadi kota dengan laju insidensi tertinggi di tanah air, per 19 Juli kemarin.
Beranjak dari penjelasan itu, kendati terjadi penambahan kasus baru, tak serta merta daerah bersangkutan langsung berubah risiko pandeminya. Khusus di Batam, meskipun terjadi penambahan kasus baru, sepanjang tidak melahirkan klaster baru dan kondisi klinis pasien stabil, bisa disebut risiko penularan dapat dikendalikan.
Dengan pendekatan baru itu, Kepri boleh jadi kini menjadi provinsi berisiko rendah pandemi COVID-19, meskipun tak boleh membuat para pemangku kepentingan lengah, terutama dengan kebijakan adaptasi kebiasaan baru seperti protokol kesehatan di segala aktivitas publik.
Khusus Batam, dengan status klaster COVID-19 terbanyak di Kepri, 13 dari 21 klaster, pekerjaan rumah terberat ialah memastikan tidak bertambah klaster. Kemudian memastikan kondisi klinis pasien juga stabil. “Kecuali satu pasien, seluruh pasien dalam perawatan COVID-19 kondisinya stabil,” ungkap Didi Kusmarjadi, Kepala Dinkes Batam, belum lama ini.
Secara nasional, tren pandemi COVID-19 juga berangsur menuju ke zona berisiko sedang. Pemicunya, masih tingginya kasus insindensi di sejumlah kota padat penduduk di Pulau Jawa. Per 19 Juli, Satgas COVID-19 merilis terdapat 100 daerah zona hijau, dan 35 daerah zona merah.
“Ada 35 kabupaten kota risiko tinggi (zona merah), 169 kabupaten/kota dengan risiko sedang (zona oranye), 210 kabupaten/kota risiko rendah (zona kuning), 52 kabupaten/kota tidak ada kasus baru dan 48 kabupaten/kota tidak terdampak (zona hijau),” kata Wiku, Ketua Tim Pakar sekaligus Jubir Satgas COVID-19, Selasa (21/7/2020).
Dia menjelaskan, delapan pekan terakhir terdapat penurunan jumlah zona risiko tinggi, baik menjadi zona sedang maupun daerah berisiko rendah. Perpindahan status itu, menurutnya, menjadi indikator daerah mampu menekan kasus COVID-19. Nah, Batam termasuk daerah mampu menekan kasus COVID-19, sehingga naik kelas dari daerah risiko sedang menjadi risiko rendah.
(*)