Dana Desa di Kepri (3-Habis): Terkendala Kondisi Geografis, Tapi Juara Nasional

kendati terkendala lokasi geografis, namun serapan dana desa di kepri terbilang tinggi di tanah air/foto rino abonita via liputan6.com

Dana Desa di Kepri (3-Habis): Terkendala Kondisi Geografis, Tapi Juara Nasional

angkaberita.id – Dua dari lima kabupaten di Kepri, yakni Kabupaten Anambas dan Kabupaten Natuna, serapan Dana Desa tahun 2019 telah 100 persen.

Pekerjaan terbesar tinggal Kabupaten Lingga, dengan jatah alokasi Dana Desa terbesar, serapan Dana Desa di sini baru sebesar 58,44 persen jelang tutup tahun 2019.

Jatah Dana Desa di Lingga terbesar di Kepri, Rp 67,86 miliar dengan jumlah desa penerima sebanyak 75 desa, sebagian hasil pemekaran tahun 2012.

Sebagian besar dikucurkan ke pembangunan infrastruktur desa. Porsinya hingga 75 persen sendiri. Mulai bangun jalan desa, jembatan, irigasi, polindes, gedung PAUD, talud dan sebagainya.

Selebihnya non fisik seperti peningkatan kapasitas aparatur desa hingga pengembangan ekonomi, termasuk mengembangkan BUM Desa.

Berbeda dengan provinsi di Sumatera daratan, lokasi geografis Kepri menjadi tantangan sendiri dalam penyaluran Dana Desa, meskipun telah ada teknologi informasi.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kepri, Sardison tak menampik adanya sejumlah kendala penyaluran di Kepri. Selain letak geografis, menurutnya juga kesiapan SDM di setiap desa penerima.

“Ditambah dengan banyaknya regulasi tentang Desa,” ungkapnya merujuk hirarki perundangan seperti UU, Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Menteri terkait Dana Desa.

Sardison menambahkan, secara geografis kendala terbesar terjadi Kabupaten Anambas, Natuna dan Lingga. Kabupaten Karimun dan Bintan relatif tak banyak. Tiga kabupaten pertama, menurutnya, banyak lokasi desanya di kawasan terpencil jauh dari ibukotanya.

Soal SDM desa penerima menurutnya, terkait proses penyusunan, pelaksanaan dan pelaporan Dana Desa akibat banyaknya aturan harus dipahami dan dikuasai. “Sering berubahnya regulasi harus disesuaikan dalam pengelolaan keuangan desa,” jelas Sardison.

Imbas perubahan regulasi di level nasional, semisal kementerian, menurutnya, lanjut ke tingkat kabupaten, yakni berupa penyesuaian Peraturan Bupati sebagai payung hukum penyaluran ke desa penerima. Terutama soal pengelolaan keuangan desa.

Karena di dalamnya merinci soal alokasi per desa penyaluran Dana Desa, juga Alokasi Dana Desa dan Dana Bagi Hasil Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kebupaten ke setiap desa.

Nah, kondisi selama ini, keterlambatan penyaluran Dana Desa biasanya akibat keterlambatan penerbitan Perbup terkait alokasi dana keseluruhan per desa.

“Idealnya Perbup harus terbit sebelum pengesahan APB Desa,” ujarnya. Alasannya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) penetapan alokasinya mengacu ke Perbup. Kondisi di Kepri sebutnya, Perbup pengesahan sering pada bulan November dan Desember setiap tahunnya.

Sehingga APB Desa lambat, dan akibatnya pencairan Dana Desa tahap I menjadi terlambat. Bak air terjun bertingkat, keterlambatan pengesahan Perbup, Sardison mengaku, jua akibat penetapan alokasi dana perimbangan ke kabupayen dari pusat.

Biasanya ini disiasati desa dengan penyusunan anggaran berbasis pagu indikatif. Jika soal legal beres, bukannya lantas selesai persoalan. Menurutnya, muncul persoalan di saat pencairan dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Kabupaten ke Rekening Kas Desa (RKD).

Biasanya akibat dokumen pencairan tak lengkap. Sebagai ilustrasi, pencairan Dana Desa tahap I sebesar 20 persen seharusnya Januari, namun baru bica cair di Maret tahun berjalan, bahkan kadang di Juni tahun berjalan.

Akibatnya pencairan tahap II dan III juga menjadi mundur, meskipun sebenarnya pencairan tahap I sebenarnya cukup dengan Perdes tentang APB Desa dan dokumen Rencana Penggunaan Anggaran.

Sardison menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.07/2018, pencairan Dana Desa tahap I sebesar 20 persen paling cepat Januari dan paling lambat Juni tahun berjalan.

Tahap II sebesar 40 persen paling cepat Maret dan paling lambat minggu ke-4 Juni tahun berjalan. Tahap III sebesar 40 persen pencairan mulai bulan Juli tahun berjalan.

Berbeda dengan pencairan tahap I, Sardison mengatakan pencairan tahap II pengurus desa harus melampirkan laporan realisasi serapan dan capaian Dana Desa tahun anggaran tahun sebelumnya, dan laporan realisasi pencairan tahap I tahun berjalan sebesar 75 persen.

Syarat lainnya kondisi fisik, semisal pembangunan infrastruktur, minimal 50 persen ditambah dokumen rencana penggunaan anggaran tahap II. Di pencairan tahap III, syaratnya laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa tahun sebelumnya dan laporan realisasi anggaran tahap II minimal 75 persen.

“Kemudian laporan kondisi fisik minimal 50 persen dan dokumen rencana penggunaan anggaran tahap III,” papar Sardison. Secara umum, menurutnya, kondisi itu masih terjadi di Kepri, terutama di Lingga, meskipun setiap tahunnya mengalami perbaikan.

Kabar baiknya, Sardison mengutip lapoan Kemendes, PDT dan Transmigrasi, hingga akhir Oktober 2019 serapan Dana Desa di Kepri hanya kalah dari DIY dan Bangka Belitung, dua terakhir serapannya tertinggi di tanah air.

Tahun 2018, malah Kabupaten Anambas dan Natuna mendapatkan pengakuan nasional penyaluran Dana Desa, sebagai Kepri menjadi terbaik kedua penyaluran Dana Desa di bawah DIY secara nasional.

Kriteria terbaik berdasarkan PMK 193/PMK.07/2018 ialah:

1) Proses pencairan Dana Desa dengan persyaratan lengkap

2) Pencairan tepat waktu

3) Dana Desa mengendap di RKUD tak lebih dari tujuh hari

Keberhasilan itu sebagian diyakini akibat penerapan aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES). Hampir seluruh desa penerima di Kepri dilengkapi dengan aplikasi itu, sehingga pengelolan keuangannya tak sebatas Dana Desa, namun juga dana lainnya seperti Alokasi Dana Desa, PDRD dan sebagainya.

Lewat aplikasi ini tersaki dokumen RPJM Desa, RKP Desa, APB Desa hingga laporan realisasinya. Pihaknya mendaku demi pengelolaan ini menempatkan admin pengelola sehingga setiap desa tak bisa semaunya mengubah item di APB Desa. “Peningkatan kapasitas aparatur desa menjadi tugas berat, termasuk BPD-nya,” Sardison curhat. (*)

UPDATE: Sebelumnya tertulis Dinas Pemerintahan Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil Kepri. Telah diperbaiki menjadi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kepri

Bagikan