angkaberita – Wisata Hang Tuah, meskipun belum tergarap, berpotensi menjadi atraksi baru kepariwisataan di Kepri. Bahkan, bukan mustahil akan menjadi pesaing wisata Pulau Penyengat. Nama terakhir menjadi destinasi andalan Gubernur Ansar meyakinkan Jakarta membiayai “Tugu Bahasa” kelak di sana.
Sebab, untuk sebagian, keduanya menawarkan atraksi pariwisata serupa. Yakni, sejarah dan kultural. Pun, ceruk arus kunjungan target mereka sama. Yakni, wisman jiran lewat skema bebas visa. Mereka hanya berbeda, semisal, wisata Penyengat terkonsentrasi di Tanjungpinang.
Sedangkan wisata Hang Tuah berjejak dari Bintan hingga ke Lingga. Kalau Hang Tuah berangkat dari legenda, wisata Penyengat wisman terhampar dengan kasat mata. Selebihnya, di mata pelaku pariwisata, keduanya merupakan destinasi berbasis komunitas, alias community tourism kini menjadi unggulan di Yogyakarta..
Hajatan “Penyengat Heritage Fest” barusan menjadi, untuk sebagian, tafsir wisata itu. Sebab, melibatkan warga menjadi bagian dari atraksi wisata. Khususnya keseharian mereka, seperti atraksi “Nyuluh Ikan” yakni mencari ikan dengan menombak di perairan sekitar pulau mahar Sultan Riau Lingga itu.
Dalam skala berbeda, Pengudang Fest di Bintan, juga merupakan bentuk atraksi pariwisata serupa. Kini, bahkan Pemkab Bintan menetapkan mereka menjadi destinasi wisata halal berbasis komunitas. Karena itu, khusus Penyengat, Pemprov Kepri jor-joran.
Wisata Napak Tilas
Termasuk, untuk sebagian, berkeras mengadirkan “Tugu Bahasa” di sana. Bukan sebatas ikon, tapi juga sight seing kelak dari laman Gurindam 12 di Tanjungpinang daratan. Wisata Hang Tuah? “Memang belum tergarap, tapi bukannya tak ada peminat,” ungkap Sapril Sembiring, Ketua Asita Pinang-Bintan.
Bahkan, dia barusan membawa tamu dari Malaysia menapak tilas perjalanan Hang Tuah sejak dari Lingga. “Dia lewat Batam, lalu ke Lingga, dan terakhir ke Bintan,” beber dia menjelaskan rute muhibah wisata Hang Tuah. Kata dia, menirukan wisman tadi, menapak tilas Hang Tuah karena di Malaysia lagi ngetren.
Khususnya di Malaka, Hang Tuah menjadi atraksi wisata. Epik Hang Tuah mewabah, termasuk dalam bentuk cindera mata. Selebihnya, mereka ingin mendapatkan pengalaman langsung hikayat turun temurun tadi, hingga ke Lingga.
Nama terakhir, konon menjadi tempat kelahiran Hang Tuah sebelum menjadi Laksamana di Malaka. Kepada Sapril, sejumlah wisman mengaku mendapatkan sensasi napak tilas itu. Hang Tuah memang kesohor, bahkan pencak silat menjadi studi tersendiri.
Tambelan, untuk sebagian, masih mengawal tradisi pencak silat serupa. Nah, kata Sapril, jejak Hang Tuah juga tergaris hingga Bintan. Di sana, dia belajar silat, hingga mendapat nama besar berdasarkan kisah-kisah dalam buku hikayat Hang Tuah. Publik dapat menemukan di Perpustakaan di Tanjungpinang.
“Padepokan dia disebut-sebut ada di Bintan, dekat Gunung Bintan,” kata Sapril. Dia mengaku telah menelusuri, dan berdasarkan penuturan warga desa di sana, memang terdapat lokasi diyakini sebagai petilasan Hang Tuah selama di Bintan. Penjurunya, tentu saja, Gunung Bintan.
Sensasi Pengalaman
Kabar baiknya, lanjut Sapril, warga di sana mulai menggarapnya menjadi atraksi pariwisata berbasis desa. Ujungnya, tentu saja, desa wisata. Nantinya, seperti di Pengudang, atraksi pariwisata menjual sensasi pengalaman. Seperti lokasi petilasan, atraksi pencak silat dia, dan tentu saja kuliner. Yakni, pulut kuning kesukaan Hang Tuah.
Kadispar Bintan, Arif Sumarsono mengaku terdapat sejumlah desa wisata. Sebagian besar telah berkembang, seperti Desa Wisata Sebong Lagoi. Kemudian Pengudang, Desa Berakit, Desa Toapaya Selatan. Desa Ekang, juga ada Desa Busung, dan Desa Mapur.
Desa terakhir, disebut-sebut, kaya dengan atraksi wisata bawah laut. Sedangkan Ekang dan Busung, bahkan telah menjadi destinasi wajib kunjung ke Bintan. Khusus Penyengat, Pemprov bahkan mengarahkan atraksi dengan pengalaman green tourism alias wisata ramah lingkungan.
Seperti mengganti Bentor Wisata menjadi Bentor listrik. Penataan kawasan ramah lingkungan. “Ada pembangunan pengolahan sampah terpadu,” sebut Luki Zaiman Prawira, Asisten II Setdaprov sekaligus Plt Kadispar dua periode di era Gubernur Ansar.
Kemudian penyediaan air baku dengan skema SWRO, dan bukan tak mungkin listrik berbasis tenaga surya. “(Selebihnya) revitalisasi destinasi dengan saksama, dengan memperhatikan situs-situs cagar budaya,” beber dia. Di Kepri, di luar destinasi bahari, atraksi wisata sejarah, kultural dan religi paling berserak.
Wisman dapat menemukan di tujuh kabupaten/kota. Tak heran, pengelola Lagoi, berhasrat mendirikan Museum Rumpun Melayu di sana. Sebab, pasar wisman di Kepri, terkonsentrasi di jiran Malaysia dan Singapura, lewat emotional tourism dengan penjuru Penyengat, identik dengan Engku Putri.
Hanya, untuk sebagian, terdapat dua mahzab pariwisata terkait di Kepri. Yakni, mahzab Kesultanan Riau Lingga dan Kerajaan Bentan. Bintan, khususnya Lagoi, banyak mengadopsi Kerajaan Bentan, sedangkan Tanjungpinang, melalui Penyengat, sepenuhnya Kesultanan Riau Lingga. Wisata Hang Tuah mahzab Bentan.
(*)











