Soroti Efisiensi APBD, Mendagri Patahkan Kritik Anggota DPR. Tito: Kami Tak Campuri PAD!

angkaberita – Mendagri memastikan APBD sepenuhnya urusan Pemda. Pemerintah melalui Inpres No. 1/2025 hanya memangkas anggaran dana transfer. Pemerintah tak mencampuri APBD bersumber PAD. Mendagri menegaskan skenario tadi menjawab kritikan legislator PAN di DPR.

“Untuk efisiensi di daerah, tadi kami sudah menyampaikan prinsipnya kita tidak (ada) potongan kepada setiap daerah, yang tadinya anggaran katakanlah DKI Rp 90 triliun turun jadi Rp 70 triliun, tidak. Tidak," tegas Mendagri Tito, seperti detikcom tulis, kemarin.

Dia menambahkan, Presiden Prabowo menugaskan Menkeu memangkas anggaran di Kementerian/Lembaga (K/L), termasuk dana transfer. “Tapi kalau daerah itu haknya mereka, PAD pendapatannya sendiri,” tegas Tito. Kemendagri lanjutnya, hanya akan mereview anggaran dana transfer ke Pemda sudah diefisienkan atau belum.

Tito mengatakan tidak terdapat pengurangan dana transfer dari pusat, tapi pemerintah mendorong Pemda efisiensi APBD dengan memindahkan anggaran satu program ke program lainnya. Nah, dana transfer APBN ke Pemda dicairkan sesuai efisiensi daerah setelah Kemendagri meninjaunya sebagai pengawas pengelolaan APBD.

Intinya, dana transfer prioritaskan ke belanja pembangunan sepenuhnya menyentuh warga, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur jalan, perbaikan sekolah serta ketahanan pangan. Sebelumnya Sahidin, anggota Komisi II DPR Fraksi PAN meminta daerah tak mengikuti Inpres penghematan.

Alasan dia, pemangkasan anggaran daerah berdampak kinerja Pemda, termasuk kinerja DPRD. "Ini sangat mengkhawatirkan, Pak. Bisa saja nanti anggota Dewan kabupaten/provinsi nanti tidak datang lagi ke kantornya karena gaji sudah nggak ada lagi," kritik dia.

Kondisi Di Kepri

Kecuali di Karimun, Pemda dan DPRD kabupaten/kota lainnya belum merasakan imbas defisit APBD akibat terkuras belanja pegawai. Ancaman terbesar mereka hanya penundaan pembayaran TPP atau gaji bulanan bagi anggota DPRD.

Beda dengan Karimun, sebelum terbit Inpres Prabowo, mereka terpaksa memangkas TPP ASN dan Dana Pokir demi menambal defisit APBD setelah sebelumnya pembayaran TPP mereka tertunda hingga berbulan-bulan. Berbeda dengan dana pokir, pendapatan bulanan anggota DPRD merujuk ke pendapatan bulanan kepala daerah (KDH).

Kalau DPRD Kepri merujuk pendapatan Gubernur Ansar. Istilah legalnya ialah hak keuangan daerah. DPRD menetapkan lewat Perda berdasarkan kemampuan keuangan daerah. Sedangkan TPP ASN, di Pemprov Kepri lewat Pergub. Di kabupaten/kota lewat Peraturan Kepala Daerah mereka. Sehingga besaran bervariasi, tertinggi DPRD kabupaten/kota tembus Rp 40-an juta per bulan.

(*)

Bagikan