Tahun Jatuh Tempo: Ketimbang Pungut Parkir, Kenapa Pemprov Tak Garap Kantin Sekolah?

angkaberita.id – Ketimbang bergaduh pungutan parkir, kenapa Pemprov tak menggarap kantin OPD atau sekolah kelolaan Dinas Pendidikan. Selain terbukti tak kecil nilainya, juga terbilang tidak besar modal investasinya. DPRD Jakarta bahkan sempat berangan menjadikan kantin sekolah sumber PAD di APBD mereka.

Kurang besar apa APBD Jakarta, meskipun belakangan wacana tadi menuai kritik, dibanding Kepri. Selain lebih kecil risiko bergaduh dengan publik, Pemprov juga tak perlu sharing duit kantin dengan pihak lain.  Terbukti, sebelum menjadi temuan BPK tahun 2023, pungutan dari penyewaan kantin tadi sukses menjadi andalan sekolah menambal kebutuhan operasional mereka.

Retribusi dari kantin juga bukan ikhwal tabu di Pemprov. Lewat Pergub No. 22 Tahun 2022, Dinas Perpustakaan dan Arsip Kepri malah menjadikan kantin ikhtiar mereka berkontribusi ke PAD. Meskipun tak sebanyak Dishub, retribusi jasa kantin tadi jika tereksekusi dengan maksimal dapat berlanjut ke kantin OPD lain di lingkungan Pemprov.

Ketimbang, setidaknya, bergaduh urusan dermaga penyeberangan ke Pulau Penyengat. Jika beroperasi dengan kapasitas penuh, Pelabuhan Sri Kuala Riau memang memberikan banyak retribusi ke APBD Kepri lewat BUMD. Bukan saja jasa parkir, tapi juga pas pelabuhan. Kemudian jasa tambat, jasa labuh dan jasa lain kelolaan Dishub Kepri.

Kejar Setoran Retribusi

Namun, lantaran terkesan kejar setoran, ikhtiar Pemprov agar PAD tak menyusu terus-terusan ke Pajak Kendaraan Bermotor dan turunannya justru jauh panggang dari api. Belum beres kontroversi Dermaga Kuning ke Pelabuhan Sri Kuala Riau, Pemprov kembali memantik urusan pungutan parkir. Kali ini di areal Gurindam 12 Tanjungpinang.

Dalih pembenarnya, lokasi tadi menjadi tempat parkir liar. Sejak menjadi lokasi PKL mencari rezeki, areal Gurindam 12 menyimpan potensi duit tak kecil. Kabar baiknya, Pemprov Kepri dan Pemko Tanjungpinang agaknya segendang sepenarian. Terakhir, Pemko berangan menjadikan sentra UMKM dan PKL.

Kini, mereka tengah membereskan urusan payung hukumnya. Nanti, boleh jadi, skenario kongsinya Pemprov menyediakan lapak atau penyewaan kios. Sebab, lewat Perda No. 1 Tahun 2024, Pemprov mengandalkan sekian pungutan retribusi, termasuk jasa penyewaan kios. Nah, areal Gurindam 12 dapat menjadi pilot project-nya.

Seperti Pelabuhan Sri Kuala Riau, meskipun Pemprov berinvestasi besar-besaran di Gurindam 12, lokasinya kedua di Tanjungpinang. Sehingga Pemprov perlu melibatkan Pemko mengurus aset krusial mendatangkan duit APBD. Retribusi parkir merupakan kewenangan kabupaten/kota. Kongsi serupa juga berlaku di Pelabuhan Sri Kuala. Ujungnya, kas Pemprov dan Pemko sama-sama terisi. Investasi Pemda menjadi pembeda pajak daerah dengan retribusi daerah.

Apalagi, keduanya juga sama-sama tengah lintang pukang menambal defisit keuangan mereka. Belanja pegawai, berdasarkan portal APBD, keduanya juga sama-sama menyedot porsi besar belanja daerah di APBD setiap tahunnya. Bedanya, Pemprov masih sanggup membayar tukin ASN, sedangkan Pemko terpaksa gali lubang tutup lubang melunasi kewajiban belasan miliar tadi.

Tahun Jatuh Tempo

Setelah DPRD ketok palu APBD 2025, mereka mendorong Pemprov mendiversifikasi gentong PAD lewat retribusi, termasuk pungutan jasa laboratorium. Selama ini, berdasarkan data Bapenda, setoran retribusi kalah jauh dari pajak daerah, terutama pajak kendaraan bermotor dan turunannya. Padahal potensi Kepri besar.

Tapi, bukannya mendengarkan saran DPRD, Pemprov menggarap retribusi paling cepat. Yakni, Pelabuhan Sri Kuala Riau dan areal Gurindam 12. Setidaknya terdapat sejumlah dalih pembenaran. Pertama, Pemprov telah berinvestasi banyak di sana. Payung hukum keduanya juga jelas, meskipun harus berkongsi nantinya dengan Pemko Tanjungpinang.

Kedua, sejak terbitnya UU No. 1 Tahun 2022 dan Perda No. 1 Tahun 2024, sepenuhnya mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, Pemprov agaknya kejar setoran seiring berubahnya skenario penerimaan APBD mulai tahun 2025. Kalau tak ingin defisit akibat dana transfer meleset seperti APBD 2024, Pemprov harus ngebut sejak terbit fajar tahun 2025.

Sebab, dengan Perda tadi, Pemprov tak lagi menerima retribusi tenaga kerja asing. Kini bermiliar-miliar menjadi hak APBD Bintan, dana atau kabupaten/kota lainnya. Kemudian, lewat opsen, setoran pajak kendaraan tak "menginap" dulu ke kas Pemprov. Tapi, langsung mengalir bersamaan ke Pemko/Pemkab.

Jatah opsen pajak kendaraan ke kabupaten/kota sebesar 66 persen. Dengan tarif maksimal 1,2 persen, Pemprov terpaksa main aman di angka 1,05 persen. Belum lagi, meskipun berstatus daerah kepulauan, tapi skenario PAD dari sektor perairan batal menjadi andalan di Perda Pajak dan Retribusi Daerah. Semisal retribusi moda transportasi air.

Praktis, andalan Pemprov lewat opsen MBLB alias Mineral Bukan Logam Dan Batuan serta pajak alat berat. Pasir kuarsa dan pasir silika menjadi andalan seiring kabar investasi panel surya di Batam dan jor-joran industri energi baru terbarukan (EBT) seperti PLTS di Kepri, khususnya Batam. Kabar buruknya, pajak baru di Perda juga  berpolemik.

Kalangan pengusaha pasir kuarsa keberatan dengan keputusan Pemprov Kepri dan Pemkab Natuna menaikkan pajak MBLB. Padahal jatah Pemprov Kepri dari opsen MBLB cukup membantu APBD menambal kewajiban pembiayaan jatuh tempo di tahun 2025, termasuk cicilan penyertaan modal ke BUMD Migas syarat participation interest ke Blok Natuna. Sebab, seperti tren, banyak pengusaha tambang resisten dengan pajak tadi, termasuk pajak alat berat seperti di Lampung.

(*)

Bagikan