Harga BBM Naik, Pemprov Kepri Kecipratan Pendapatan?
angkaberita.id - Pemprov Kepri dikabarkan baru akan membahas dampak kenaikan harga BBM, termasuk Pertalite dan solar subsidi, bagi APBD-P kini tengah pembahasan dengan DPRD Kepri, Senin (5/9/2022). Terdapat dua skenario dampak kenaikan terhadap PAD. Skenario optimis, Pemprov Kepri bakal kecipratan pendapatan?
"Senin kita (Pemprov) rapat bahas itu," ungkap Reni Yusneli, Kepala BP2RD Kepri, Sabtu (3/9/2022), terkait potensi PAD dari kenaikan harga BBM tadi. Pintu masuknya, ketentuan bagi hasil pajak BBM dan kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor dua bulan terakhir. Keduanya andalan Pemprov Kepri mengisi gentong PAD lewat kebijakan Pajak Daerah.
Sejak tahun 2018, kebijakan pemutihan pajak sukses mendongkrak PAD Kepri, termasuk di masa pandemi COVID-19. Begitu juga dengan pajak BBM, untuk sebagian, turut berkontribusi ke PAD. Bahkan, dua tahun terakhir, 2019-2020, sumbangsihnya ke APBD terhitung signifikan. Tahun 2019, Pertamina mendapatkan penghargaan berkat kontribusi pajak BBM ke Kepri.
Begitu juga tahun 2020, berkat kebijakan kartu kendali BBM, pendapatan APBD juga masuk signifikan. Lantaran diklaim efektif membuat pemilik kendaraan ber-BBM non subsidi mundur teratur, Gubernur Ansar berencana menerapkan kebijakan kartu kendali dengan melibatkan kabupaten/kota.
Sebab, dengan kartu kendali BBM, kendaraan bahan bakar non subsidi akhirnya terpaksa mengonsumsi BBM komersial seperti Pertamax. Imbasnya, Pemprov dan Pemko/Pemkab di Kepri kecipratan pendapatan bagi hasil pajak BBM dari PT Pertamina, meskipun skenario pengenaan pungutan pajaknya berbeda.
Wahyu Wahyudin, Ketua Komisi II DPRD Kepri mengakui itu. "Kalau BBM subsidi tidak ada (kecipratan pendapatan), kalau BBM non subsidi ada," ucapnya, Minggu (4/9/2022). Di APBD, dari lima pajak daerah di Kepri, kontribusi setoran pajak kendaraan dan turunannya membantu menambal kas daerah, termasuk di saat defisit sekarang.
Seperti BBM, kendaraan bermotor terhitung currency alias "barang laku" di publik. Sehingga, untuk sebagian, tak berlebihan demi menambal kas daerah resep paling mudah diterapkan ialah, khusus Pemprov Kepri, pemutihan pajak, dan pusat menaikkan harga BBM, khusus Pertamax di Kepri sebesar Rp 15.200 per liter.
Terbukti, sejak Presiden Soekarno BBM bukanlah komoditas sakral kenaikannya. Sebaliknya, mereka komoditas paling sering dijadikan andalan menambal keuangan negara, dengan berbagai argumentasi dan pertimbangan. Pembedanya hanya pada strategi eksekusi kenaikan harga BBM-nya.
Alasannya lainnya, harga BBM juga selalu menjadi asumsi penyusunan APBN, dengan sendirinya juga menjadi "asumsi" penyusunan pendapatan di APBD Kepri secara tidak langsung. Karena APBD di Kepri masih tergantung ke APBN, terlihat dari rasio PAD terhadap total pendapatan di APBD.
Belum lagi, berdasarkan data BP2RD, sejak lima tahun terakhir, jumlah kendaraan di Kepri juga bertambah, termasuk kendaraan baru. Kecuali Batam, pendorong permintaan sektor otomotif di Kepri ialah pemerintahan dan kalangan PNS, dengan demikian secara tak langsung bersumber dari APBN/APBD.
Bukti lainnya, soal kondisi BBM di Kepri, beberapa waktu lalu, juga terdengar rencana revisi Perda Pajak Daerah, sebagai jalan tengah menyiasati kondisi APBD, terutama saat defisit sehabis pandemi COVID-19, meski menurut Rudi Chua hingga sejauh ini belum ada perkembangan terbaru. "Masih belum ada update," jawab pentolan Komisi II DPRD Kepri, singkat, Minggu.
Skenario Pesimis
Berbeda dengan Pemprov, masih merapatkan dampak dan skenario mitigasi kenaikan harga BBM, termasuk di Kepri. Sejumlah kalangan di DPRD Kepri memprediksi kenaikan Pertalite Cs bakal mendorong defisit di APBD Kepri kembali melebar. Legislator PKS di DPRD Kepri semisal, Wahyudin menilai kenaikan tadi akan berimbas ke defisit.
"Sekarang defisit, dengan kenaikan BBM kemungkinan akan lebih besar lagi defisit (APBD)," sebut dia memprediksi. Asumsinya, skenario pendapatan dari kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor di Kepri melalui BP2RD bakal tersendat. "Karena masyarakat yang mau bayar pajak (pemutihan) akan tertunda, karena prioritas ke BBM dan sembako," beber dia.
Anggota Banggar DPRD Kepri itu, juga menduga pemilik mobil tak berhak BBM subsidi juga akan memarkir kendaraannya di rumah dibanding menguras isi dompet. "Karena penghematan atau ganti mobil dengan cc rendah," kata dia merujuk ketentuan pembatasan jenis kendaraan bermotor berhak Pertalite Cs berdasarkan kapasitas mesin.
Nah, kata dia, ketika kendaraan BBM non subsidi jarang dipakai, konsumsi BBM non subsidi di Kepri juga akan berkurang. Imbasnya, bagi hasil pajak BBM ke Pemprov juga berkurang. Di tengah argumentasi skenario optimis dan pesimis kenaikan harga BBM di Kepri terhadap postur APBD ke depan, Rudi Chua mengingatkan, kini di ujung Triwulan III 2022 defisit APBD Kepri mencapai Rp 390 miliar.
(*)