Meraba Duet Anies-AHY Dan Kejutan Koalisi Djie Sam Soe
angkaberita.id - Sejak hasil survei Litbang Kompas memproyeksikan Demokrat kembali bertaji di Pileg 2024, dengan elektabilitas terbesar ketiga di Tanah Air setelah PDIP dan Gerindra, nama AHY langsung mencuat sebagai kandidat Pilpres, terutama berduet dengan Anies Baswedan.
Bahkan, Indikator Politik dalam rilis survei terbaru, mengonfirmasi skenario itu. Tak hanya itu, lembaga survei politik besutan Burhanuddin Muhtadi, itu juga menampilkan hasil simulasi Anies-AHY dalam sejumlah skenario kontestasi di Pilpres 2024.
Hasilnya, duet Anies-AHY kompetitif ketika bertarung dengan duet tertentu. Dibandingkan, simulasi paket duet lainnya, paket Anies-AHY tak terlalu mengecewakan. Wajar, untuk sebagian, jika belakangan di sejumlah daerah, mulai bertebaran spanduk dukungan ke kandidat tertentu.
Di Bekasi semisal, elite PPP setempat dengan terbuka memasang spanduk dukungn Anies ke Pilpres 2024. "Benar, itu saya yang membuat. Bagian dari aspirasi masyarakat ketika saya turun ke kiai, ke habib, ke ustaz-ustaz itu nanti bisa mengusung Anies," tegas Solihin, Ketua DPC PPP Bekasi, seperti dilansir detikcom, Senin (4/4/2022).
Meskipun sejumlah kalangan menduganya sebagai cara mendongkrak elektabilitas PPP nantinya, tetap saja manuver itu menjadi perhatian kalangan analis. Sebab, skenario berduetnya Anies-AHY dengan pengusung koalisi PKS dan Demokrat serta PPP, menjadi satu-satunya pilihan terbatas.
Jika, untuk sebagian, PDIP-Gerindra nantinya benar-benar merealisasikan janji "Batu Tulis" dengan mengusung Prabowo-Puan Maharani. Juga dengan asumsi, Golkar dan PKB serta PAN dan Nasdem merestui Ganjar-Erick. Pertimbangannya sederhana. PKB besutan Cak Imin, secara elektoral, basis konstituennya segaris dengan Ganjar-Erick. PAN, setelah Zulkifli Hasan pecah kongsi dengan Amien Rais, cenderung lebih pragmatis.
Sedangkan Golkar dan Nasdem, terlahir dari ideologi serahim, juga tak mengaminkan kursi oposan ke pemerintah nantinya. Jika kalkulasi politik mereka tak meleset, keduanya cenderung ke Ganjar-Erick, meskipun politik bersifat dinamis hingga detik terakhir. Bedanya, dua kali Pilpres, kalkulasi Nasdem akurat.
Bahkan, Pileg 2019, Nasdem naik daun merasakan efek elektoral dengan lonjakan kursi di DPR, dan sejumlah DPRD termasuk di Kepri. Bedanya, kini hasil survei Litbang Kompas, Nasdem justru terancam tak lolos parliamentary threshold sebesar 4 persen. Sedangkan Golkar, di bawah Airlangga Hartarto, agaknya cenderung melihat arah angin, dengan bersandar distribusi tren elektoral.
Nah, dengan skenario presidential threshold 20 persen, duet Anies-AHY hanya "terkabul" jika melibatkan PPP. Kecuali berganti arah angin, dengan skenario itu, posisi PPP nantinya di koalisi PKS dan Demokrat, sebut saja Koalisi Djie Sam Soe, lantaran jumlah kursi totalnya 123 di DPR, bisa disebut, di atas angin dibanding semisal bergabung ke koalisi lainnya.
Kabar baiknya, janji Ketum PBNU Gus Yahya membawa NU ke high politics, dengan menjadi rumah besar bagi parpol lainnya, menjadi angin segar bagi PPP. Hanya saja, meskipun memiliki basis konstituen ke jamiah Nahdliyin, PPP justru, secara elektoral, tak seperti PKB kuat di satu wilayah. Wajar, jika kini, taktik PPP menguatkan basis elektoral, seperti DKI Jakarta, Jabar dan Banten, termasuk dengan memasang spanduk dukungan ke calon tertentu.
(*)