Hotel Di Batam Berguguran, Travel Bubble Untuk Siapa?
angkaberita.id - Gubernur Ansar Ahmad agaknya mulai menyadari kebijakan travel bubble tak semudah membalikkan telapak tangan, meskipun telah bertungkus lumus hampir setahun lebih. Bahkan, Ansar mulai realistis setelah Singapura, untuk sebagian, ternyata bertepuk sebelah tangan dengan koar-koar Kepri soal travel bubble Nongsa-Lagoi selama ini.
Kini, Ansar mulai menghitung jemari kebijakan, setelah perlahan namun pasti travel bubble seperti eforia salah alamat. Selain tamu belum nongol ke Nongsa-Lagoi, juga industri penopang pariwisata di Kepri, terutama di Batam mulai angkat bendera putih. Terbaru, Hotel Harmoni, setelah 30 tahun menjadi menjadi saksi jatuh bangun pariwisata di Batam, akhirnya pamit undur diri, menutup usahanya.
Terbukti, Ansar mulai melabuhkan asa pariwisata Kepri ke Korea, setelah sebelumnya sempat berharap ekspatriat di Negeri Singa dapat menggantikan WN Singapura, datang ke Kepri dengan skema travel corridor arrangement (TCA) seiring terbitnya kebijakan imigrasi menerbitkan visa kunjungan wisman selama pandemi COVID-19 ke Kepri.
Tak ingin menggantang asap sekali lagi, Ansar bergerak cepat menyambar tawaran mendatangkan wisman dari Korea, meskipun dengan skema penerbangan carter. Tugas Ansar sederhana, yakni meyakinkan pemerintah pusat memberikan perlakuan sama bebas visa kunjungan lazimnya ke WN Singapura di kebijakan travel bubble per 24 Januari 2022.
Seperti menjaring, Ansar belum dapat meyakinkan publik Kepri, ikhtiar mana satu bakal sukses mendatangkan wisman ke Kepri, bukan sebatas lagi Nongsa-Lagoi seperti digaungkan dia selama ini, tapi membuka Kepri seiring keputusan Bandara Hang Nadim dan Bandara RHF Tanjungpinang pintu masuk wisman ke Batam dan Bintan.
Ketergantungan tinggi ke duit Singapura di sektor pariwisata, dan tekanan segera menambal PAD, dengan dalih menghidupkan UMKM, demi memaksimalkan eksekusi APBD 2022, memaksa Ansar menjaring duit devisa dibanding rupiah dari pelancong domestik.
Wajar, untuk sebagian, mulai terdengar suara nyinyir terhadap kebijakan travel bubble. Ibarat berharap burung, punai di tangan dilepaskan, travel bubble tak ubahnya burung di awang-awang, dan pelancong domestik punai di tangan.
Sudah sewajarnya, kabupaten/kota menggarap wisata masing-masing, biarlah travel bubble jadi urusan Ansar dan Sandiaga, termasuk melobi Singapura agar segera meresiprokal travel bubble Nongsa-Lagoi dengan mengizinkan feri lepas tali dari Pelabuhan Tanah Merah, termasuk rasan-rasan kebijakan Vaccinated Travel Lane (VTL).
Sebab, sudah menjadi rahasia umum, travel bubble tak langsung mengalirkan manfaat ke pelaku wisata di Batam dan Bintan, kecuali sebatas terlibat menyediakan itenari saat bubble di lokasi karantina kawasan itu. Padahal, pemerintah telah habis-habisan dengan meniadakan kewajiban karantina dan mengecilkan keharusan duit jaminan asuransi kesehatan.
Nongsa dan Lagoi sendiri, seperti juga kawasan wisata di Bali, pemiliknya bukan pemodal lokal, tapi investor asing. Khusus Nongsa dan Lagoi, sebagian besar, investor dari Singapura. Sehingga sudah seharusnya mereka membantu melobi ke mitra strategisnya di Singapura membujuk Menteri Iswaran membuka pintu lautnya, toh tujuannya juga demi menggeliatkan investasi mereka sendiri.
(*)