BPJS Bakal Terapkan Kelas Standar, Kenapa Rumah Sakit Minta Waktu Setengah Tahun Lagi?
angkaberita.id – Teka-teki penerapan kelas standar di BPJS Kesehatan mulai tersingkap. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mengklaim mengantongi 11 kriteria guna menerapkan kelas standar itu. Kini, mereka tengah mematangkan skemanya dengan Kementerian Kesehatan, Asosiasi Rumah Sakit dan pemangku kepentingan lainnya.
Muttaqien, anggota DJSN mengatakan, penerapan kelas standar nantinya dibagi dalam dua kelas. Yakni, Kelas A bagi peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) dan Kelas B bagi peserta Non-PBI JKN.
Dari 11 kriteria tadi, Muttaqien mengungkapkan, hanya dua perbedaan dua kelas tadi. Kelas A, misalnya, luas per tempat tidur minimal 7,2 meter persegi, dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan. Kelas B luas tempat tidur 10 meter persegi, dengan maksimal 4 tempat tidur per ruangan.
Adapun 9 kriteria lainnya sama, yakni:
- Bahan bangunan tidak boleh memiliki porositas yang tinggi.
- Jarak antar tempat tidur 2,4 meter. Antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter, dengan standar tempat tidur semi elektrik.
- Disediakan satu nakas atau meja kecil per tempat tidur.
- Suhu ruangan antara 20-26 derajat celcius.
- Kamar mandi di dalam ruangan. Kamar juga memiliki standar aksesibilitas, misalnya memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda, dilengkapi pegangan rambat (handrail), dan sebagainya.
- Rel pada tirai dibenamkan atau menempel di plafon dan bahan tidak berpori.
- Menjamin pertukaran udara untuk mekanik minimal pertukaran 6 kali per jam untuk ventilasi alami
- Mengoptimalkan pencahayaan alami. Jika pencahayaan buatan, maka intensitas pencahayaannya 250 lux untuk penerangan dan 50 lu untuk tidur.
- Setiap tempat tidur dilengkapi dengan; minimal 2 stop kontak dan tidak boleh percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus, outlet oksigen, dan nurse call yang terhubung dengan nurse (perawat).
Dari 11 kriteria, Muttaqien mengatakan, pihak rumah sakit paling butuh waktu menyelesaikannya. Pengelola rumah sakit swasta semisal, mengusulkan penyesuaian selama 6 bulan sejak peraturan diterapkan.
Bagaimana dengan iuran kepersertaan? Muttaqien mengatakan, hingga kini pihaknya masih menguji sejumlah simulasi, dengan menarik data di BPJS Kesehatan. Pihaknya mengaku penetapan akan dilakukan dengan sangat hati-hati.
“Agar memperkuat ekosistem JKN untuk keberlanjutan dan peningkatan kualitas JKN. Juga masih menunggu keputusan final dari kebijakan manfaat terkait Kebutuhan Dasar Kesehatan, yang juga akan memiliki pengaruh kepada besaran iuran nanti,” kata Muttaqien, seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (23/11/2020).
Sebelumnya kalangan DPR mengusulkan besaran iuran BPJS Kesehatan Rp 75.000, karena berhitung berdasarkan aktuaria kelas 3 dan kelas 2. “Secara umum, mungkin bisa dibayangkan itu kelas standar antara kelas 3 dan kelas 2. Di atas kelas 3, tapi tidak sampai kelas 2,” jelas Saleh Partaonan, anggota Komisi IX DPR.
Seperti diketahui, iuran BPJS Kesehatan pada Juli-Desember sebesar Rp 150.000 untuk kelas I, Rp 100.000 untuk kelas II, dan Rp 42.000 untuk kelas III. Nah, jika diterapkan dua kelas, kemungkinan iuran di kisaran Rp 75.000.
Argumentasinya, jika rentang iuran antara kelas 3 dan kelas 2 itu, artinya peserta kelas 3 akan kesulitan membayar karena selama ini membayar Rp 42.000 per bulan. Karena itu, dia meminta DJSN menghitung secara konkret besaran iuran jika nanti kelas standar.
Oleh karena itu, menurut Saleh DJSN mestinya bisa menghitungkan secara konkret berapa besaran iuran jika nanti kelas standar itu diterapkan. Untuk diketahui, penerapan kelas standar mandat dri UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Seharusnya sudah diterapkan sejak 2004, namun proses penyusunan kriteria baru mulai sejak 2018, alias setelah 14 tahun. Kelas standar artinya semua fasilitas dan layanan kesehatan akan disamaratakan, tidak ada pembagian kelas lagi. Nah, sesuai Perpres No. 64 Tahun 2020, iuran BPJS Kesehatan naik sejak 1 Juli 2020.
Di situ, terbagi dalam Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja(BP). Besar iuran terbagi dalam tiga kelas berbeda. Kelas I sebesar Rp 150.000 per bulan, turun dari sebelumnya Rp 160 ribu berdasarkan Perpres No. 75 Tahun 2019.
Kelas II sebesar Rp 100 ribu, juga turun dari sebelumnya Rp 110 ribu berdasarkan Perpres sama. Kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan. Kenyatannya, warga tetap membayar sebesar Rp 25.500 per bulan, dengan subsidi pemerintah sebesar Rp 16.500 per bulan. Angka itu, merupakan revisi terhadap besaran iuran sebelumnya, per Januari-Maret 2020.
Pada bulan April-Juni 2020, BPJS Kesehatan kembali menerapkan iuran sesuai Perpres No. 2 Tahun 2018, sebesar kelas I Rp 80.000, Kelas II Rp 51.000, dan Kelas III Rp 25.500. (*)