Dulu Negara Kaya Raya, Kini Kuwait Di Ambang Bangkrut. Ada Apa?
angkaberita.id – Kerajaan Kuwait dikabarkan di ambang kebangkrutan menyusul kosongnya kas negara akibat jebloknya harga minyak di dunia. Kondisi itu seperti mengulang kejadian hampir dua dekade silam. Saat itu, Kuwait juga terpaksa mencari utangan ke sejumlah negara.
Seperti dilansir Bloomberg, saat Menkeu Anas Al Saleh di tahun 2016 mengingatkan pentingnya pemangkasan anggaran belanja dan mencari sumber pendapatan baru di luar minyak bumi, dia ditertawakan. Empat tahun berselang, peringatannya terbukti.
Negeri kaya minyak, istilahnya petrodolar, kini harus lintang pukang mencari dana segar demi membiayai pengeluaran seiring jebloknya harga minyak dunia selama pandemi COVID-19. Peringatan serupa didengungkan Mariam Al Aqeel, Menkeu pengganti Anas. Dia menyarankan pemangkasan gaji di sektor publik, terutama PNS jika tak ingin bangkrut.
Menkeu Mariam sendiri tak lama, terbaru penggantinya Menkeu Barak Al-Sheetan, bulan lalu kembali mengingatkan itu. Bahkan, pesannya lebih tegas, jika tak ada pemasukan lagi hingga Oktober, Kuwait tak dapat lagi membayar gaji PNS bulan November dan seterusnya.
Selain mengandalkan minyak, selama ini pemerintahan Kuwait juga memanjakan warganya dengan kebijakan subsidi demi kesetiaan kepqada kerajaan. Era ketika warga Kuwait melihat rekening bank demi rencana membeli barang mewah, kini berubah menjadi mengecek semata melihat saldo rekening tingga berapa duit.
Dengan harganya minyak dunia 40 dolar AS per barrel, meski naik terbilang tidak bisa menambal kebutuhan masing-masing negara anggota OPEC. Apalagi pandemi COVID-19 belum diketahui ujung meredanya. Sementara aktivitas perekonomian dunia banyak berganti, dan tak lagi mengandalkan minyak bumi sebagai penggerak utama.
Jika dulu, Kuwait mencari utangan ke tetangganya seperti Arab Saudi, kini kondisinya tak semudah saat krisis tahun 1991 sehabis perang Teluk akibat invai Irak ke Kuwait. Ekonomi Arab Saudi juga tengah kepayahan akibat biaya perang tak berkesudahan. Bedanya, Arab Saudi telah mendiversifikasi sumber keuangannya dengan tak lagi mengandalkan minyak sebagai penopang utamanya.
Praktis, selain Arab Saudi, Uni Arab Emirat negara terbilang cukup aman keuangannya. UAE berkat kebijakan terbukanya, termasuk menjadikan Dubai sebagai pusat perekonomian Timur Tengah meskipun juga terlilit urusan pembiyaan perang di berbagai tempat. Kondisi terakhir Kuwait, kini mengalami defisit anggaran hampir 46 miliar dolar AS tahun ini.
Era 1970-an, Kuwait terbilang negeri impian di Timur Tengah seiring berkibarnya harga minyak bumi saat itu. Gambaran tentang Kuwait saat itu, identik dengan negeri paling dinamis, parlemen paling terbuka, penduduk paling terdidik dan bertumbuhnya kewirausahaan.
Namun hitungan dekade, kondisi itu berubah seiring perang Irak-Iran di tahun 1980-an. Puncaknya, dekade 1990-an, keuangannya habis buat membangun kembali negeiri setelah invasi Irak ke negerinya berujung Perang Teluk. Perlu tahunan memulihkan produksi minyak kuwait seperti sebelum kondisi perang.
Hingga kini, Kuwait 90 persen mengandalkan pendapatannya dari minyak bumi. Sedangkan 80 persen angkatan kerjanya berstatus pegawai kerajaan alias PNS. Praktis, hanya sedikit warganya bekerja di sektor swasta. Kerajaan membeli kesetiaan warganya dengan banjir tunjangan. Mulai pembelian rumah, BBM hingga sembako dengan taksiran subsidi per bulan per kepala keluarga 2.000 dolar AS.
Gaji PNS dan subsidi memakan tiga perempat kemampuan APBN Kuwait, dan tahun ini merupakan defisit anggaran ketujuh tahun secara berturut-turut sejak jebloknya harga minyak bumi di tahun 2014. (*)