Pilkada Di Kepri (1): Pilbup Bintan Duel Dua Ambisi Politik Dinasti, Siapa Berjaya?

pasangan apri sujadi-roby kurniawan bakal berduel di Pilbup Bintan melawan duet Alias Wello-Dalmasri Syam. kabar buruknya, di mata pengamat, keduanya kental dengan aroma politik dinasti/foto ilustrasi politik dinasti via sindonews.com

Pilkada Di Kepri (1): Pilbup Bintan Duel Dua Ambisi Politik Dinasti, Siapa Berjaya?

angkaberita.id – Awalnya Pilbup Bintan dikhawatirkan menjadi Pilkada melawan kotak kosong setelah Apri Sujadi menggandeng Roby Kurniawan, bertarung mempertahankan kursi bupati lima tahun ke depan. Majunya Alias Wello-Dalmasri Syam melenyapkan kekhawatiran itu sekaligus menerbitkan harapan kontestasi seimbang.

Namun, ibarat berharap laga big match dalam sepakbola, Pilbup Bintan agaknya justru bakal berakhir menjadi duel antiklimaks setelah dua calon kontestan ternyata kental aroma praktik politik dinasti sekaligus memupus asa lahirnya kontestasi koreksi dinasti politik.

Berstatus petahana, Apri Sujadi Bupati Bintan menggandeng Roby Kurniawan, putra sulung Ansar Ahmad-Dewi Kumalasari, melalui Demokrat-Golkar maju ke Pilbup Bintan, dengan modal awal hampir setengah jumlah kursi DPRD Bintan sebanyak 25. Jumlah itu lebih dari cukup jika persyaratan mengusung calon kontestan minimal 20 persen jumlah kursi DPRD, setara 5 kursi.

Dengan bergabungnya PKS dan PDIP, masing-masing 3 dan 2 kursi, dalam gerbong Apri-Roby, praktis koalisi parpol pengusung paslon berstatus Ketua Demokrat Kepri dan Sekretaris Golkar Bintan, sebanyak 19 kursi. Itu setara 76 persen atau lebih dari dua pertiga kursi DPRD Bintan. Sedangkan pesaingnya, Alias Wello-Dalmasri Syam maksimal 6 kursi, dengan catatan PAN bergabung.

Selain Nasdem, Awe demikian sapaan akrab Alias Wello diusung Hanura. Koalisi itu mengantongi 5 kursi di DPRD Bintan, masing-masing 4 dan 1 kursi. PAN kemungkinan besar bergabung, meskipun sejauh ini belum menentukan sikap politiknya di Pilbup Bintan. Jika ukurannya kursi koalisi pengusung, bisa disebut kontestasinya tak seimbang.

Namun politik itu dinamis, dan keputusan akhir berada di tangan pemilik suara pada coblosan 9 Desember mendatang. Terlepas bekal politik masing-masing calon kontestan, pekerjaan rumah segera menanti keduanya, siapapun pemenangnya. Selain persoalan ekonomi, krisis kesehatan berupa pandemi COVID-19 bakal menjadi ujian mereka memimpin.

Dengan jumlah penduduk diproyeksikan BPS menyentuh angka 159.403 jiwa, persoalan ekonomi bakal menjadi pekerjaan rumah terberat ke depan. Apalagi Bintan masih mengandalkan dana perimbangan membiayai pengeluaran APBD setiap tahunnya.

Pandemi COVID-19 menjadi tantangan paling nyata dan terkini kedua calon kontestan. Kini mereka dihadapkan pada pilihan, antara persoalan ekonomi atau krisis kesehatan akibat pandemi COVID-19 sebagai prioritas kebijakan pemerintahannya ke depan. Meskipun dilematis, skala prioritas harus ditegaskan sejak awal.

Karena, bisa jadi, publik akan menilai siapa pantas dipilih dengan mengetahui prioritas dan jurus kedua calon kontestan memandu warga Bintan menghadapi pandemi COVID-19. Dengan jumlah kasus sebanyak 38 orang positif, dan 2 orang di antaranya meninggal dunia, kasus COVID-19 di Bintan tak bisa dibilang rendah, jika jumlah penduduk menjadi pijakannya.

Laju insidensi COVID-19 di Bintan harus menjadi perhatian. Ketiadaan prioritas dikhawatirkan berujung krisis. Karena ekonomi dan kesehatan, keduanya benar-benar bakal menguras kas daerah, dan berpotensi menyengat angka pengangguran akibat kondisi ekonomi selama masa pandemi. Kemiskinan pada akhirnya menjadi momok menakutkan siapapun calon kontestan terpilih.

Persoalannya, calon pemilih Pilbup Bintan kini dihadapkan pada kenyataan kedua calon kontestan ternyata belum selesai dengan dirinya sendiri. Aroma praktik politik dinasti terasa di Pilbup Bintan. Majunya Roby Kurniawan, putra Ansar Ahmad meruapkan aroma itu. Selain berstatus calon kontestan Pilgub Kepri, Ansar merupakan anggota DPR RI.

Sebelumnya Ansar juga Bupati Bintan dua periode. Dewi Kumalasari, sang ibu tercatat sebagai Wakil Ketua DPRD Kepri. Sebelum akhirnya mundur, Dewi juga sempat maju pencalonan Ketua Golkar Bintan bertarung dengan Fiven Sumanti, kader sekaligus anggota DPRD Bintan. Sulit menyangkal tudingan praktik politik dinasti pada kondisi itu.

Kondisi serupa juga terjadi pada Alias Wello. Restunya kepada sang putra, Neko Wesha Pawelloy, anggota DPRD Lingga maju mendampingi M. Nizar ke Pilbup Lingga juga sulit mengelak dari tudingan politik dinasti. Awe sendiri masih berstatus Bupati Lingga, dan M Nizar Wabup Lingga. Praktis, tak ada yang bisa diharapkan pada Pilkada dengan kondisi seperti itu.

“Masyarakat sama-sama disuguhkan kedua calon mempraktikkan politik dinasti. Awe di Lingga juga menyetujui anaknya menjadi Wakil Bupati Lingga dengan Nizar. Walaupun anaknya pernah di DPRD Lingga 6 tahun. Sementara Robby Ansar kan belum pernah sama sekali. Terus nilai plus apa yang diharapkan publik ketika wakil calon kepala daerah mereka tidak teruji secara kapasitas menjadi pejabat publik,” kritik Robby Patria, Analis Politik di Tanjungpinang, Minggu (23/8/2020).

Siapa Berjaya?

Terlepas dari kritikan itu, publik di Bintan pasti akan penasaran, jika keduanya harus diadu pada 9 Desember mendatang, siapa bakal berjaya. Berstatus Bupati Petahana, Apri Sujadi tentu tak sembarangan menjatuhkan pilihan pada Roby Kurniawan. Faktor Ansar diyakini di balik kalkulasi politik itu.

Pengalaman menjadi anggota DPRD Bintan dan lima tahun memimpin pemerintahan juga modal penting. Lebih dari itu, boleh jadi, bagi Apri Pilbup Bintan menjadi cara menguji kesolidan dukungan suara kepada Deby Maryanti, sang istri dan Dewi Kumalasari, ibu Roby Kurniawan,. Keduanya anggota DPRD Kepri peraih suara terbanyak di Kepri.

Tantangan pelik Apri-Roby ialah memastikan tidak terjadi perang pengaruh, atau adu kuat antara dirinya dengan Ansar, termasuk jika terpilih nantinya. Titik terlemah tentu saja politik dinasti dan nihilnya pengalaman Roby, termasuk pengalaman politik, meski akhirnya dikarbit dengan menjadi Sekretaris Golkar Bintan.

Bagaimana dengan Awe-Dalmasri? Setali tiga uangm titik terlemah duet ini juga tak jauh dari politik dinasti. Meskipun pengalaman dan kepiawaian politik Awe-Dalmasri menjadi bekal berharga. Koneksi dan jejaring politik keduanya akan beradu dengan jaringan dan lobi politik Apri-Ansar. Kemiripan karir Awe dan Dalmasri menjadi bekal pendukung.

Awe, meskipun berpindah-pindah parpol tapi selalu sukses merealisasikan tujuannya, kecuali di Pilbup Bintan tahun 2005 saat bertarung dengan Ansar. Sedangkan Dalmasri, ibarat pemain sepakbola, merupakan supersub alias pesepakbola cadangan istimewa.

Bermain menggantikan siapapun, berpasangan dengan siapapun, dan dalam posisi apapun selalu sukses melewatinya. Tapi, bedanya, kini Pilbup Bintan di masa pandemi COVID-19. Sejarah mencatat, pandemi selalu melahirkan orang pilihannya sendiri. Siapa di Bintan?

(*)

Bagikan